Dinobatkan sebagai puncak gunung tertinggi kedua di Indonesia, dengan ketinggian mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung Rinjani hadir layaknya surga nan indah, khususnya bagi kamu yang hobi mendaki. Selain tersaji panorama khas pegunungan, kamu juga bisa terhipnotis oleh indahnya Segara Anak, danau yang berwarna kebiruan bak air laut, yang konon mampu menenangkan pikiran untuk sejenak dari hiruk pikuk ibukota.
Lebih dari pada itu, Gunung Rinjani merupakan destinasi menarik bagi turis asing. Melansir dari laman Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat sebanyak 189.091 wisatawan mengunjungi Taman Nasional Gunung Rinjani sepanjang 2024. Terdiri dari 47.789 wisatawan mancanegara dan 141.302 wisatawan nusantara. Namun, di balik keindahan dan daya tariknya, Gunung Rinjani menyimpan sejumlah kisah kelam, peristiwa ini terjadi pada (21/06) saat pendaki asal Brasil Juliana Marins (27) diketahui tergelincir dan terjatuh ke arah jurang sedalam 600 meter di dekat kawah Gunung Rinjani.
"Pukul 18.00 WITA, satu personel Basarnas atas nama Hafid Hassadi berhasil menjangkau titik korban di kedalaman 600 meter. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan," ujar Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi, seperti dikutip Detikcom.
Peristiwa tersebut merupakan kejadian serupa yang pernah dialami pendaki di Gunung Rinjani, setelah beberapa insiden yang disebabkan oleh kelelahan, penyakit sesak napas, terjatuh di puncak, dan masih banyak lagi. Meski begitu Rinjani juga meninggalkan kisah indah dari tiap orang yang mendakinya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sekali naik Rinjani akan selalu rindu kembali lagi.
Tapi di Indonesia, Rinjani bukan satu-satunya gunung yang memiliki medan berpasir. Gunung Semeru yang ada di Malang, Jawa Timur juga seperti itu. Bergeser ke Jawa Tengah, Gunung Merapi bertengger dengan kokohnya bersama dengan kepulan asap sesekali mencuat dari kawahnya. Terakhir ada Gunung Sindoro dengan pemandangan 360 derajat yang menampilkan kawasan Dieng, serta banyak gunung lainnya dari Sabang hingga Merauke.
Namun untuk mendaki gunung-gunung yang ada di seluruh dunia termasuk Indonesia, tidak bisa dilakukan sekali. Butuh persiapan yang matang agar kejadian yang dialami oleh Juliana tidak akan terulang lagi di masa mendatang. Lalu, apa yang harus kita persiapkan?
Menganalisis Bahaya Pendakian: Statistik di Balik Insiden Jatuh
Dikutip National Geographic, sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam BMJ Open Sport and Exercise Medicine oleh peneliti di University of Innsbruck mengungkapkan data mengejutkan dari kepolisian Austria. Antara tahun 2006 dan 2014, tercatat 5.368 panggilan terkait pendaki yang terjatuh, dengan 331 di antaranya berakibat fatal.
Angka ini tidak mencakup kegiatan ekstrem seperti mountaineering, skiing, atau wingsuit flying, melainkan hanya insiden jatuh saat mendaki. Bahaya pendakian seringkali berkaitan dengan skala partisipasi. Diperkirakan sekitar 40 juta orang setiap tahun mengunjungi Pegunungan Alpen pada ketinggian di atas 6.500 kaki. Mayoritas dari mereka adalah pendaki, sebagian besar dengan pengalaman minimal dan kondisi fisik yang kurang prima.
Data dari Polisi Alpine Austria memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pola insiden jatuh ini. Faktanya, lebih dari 75 persen insiden jatuh terjadi saat menuruni jalur, berbanding terbalik dengan 20 persen saat mendaki dan hanya 5 persen di jalur datar. Beberapa faktor kemungkinan berkontribusi pada fenomena ini, seperti kecepatan gerak yang lebih tinggi saat menuruni bukit, beban tidak biasa pada otot paha depan, dan kelelahan setelah pendakian.
Mengejutkan lainnya, sekitar 90 persen kecelakaan terjadi dalam kondisi cuaca cerah, tanpa hujan, kabut, atau kegelapan. Dari banyaknya kemungkinan risiko yang terjadi, sudah semestinya kamu memiliki persiapan yang matang. Bukan hanya soal asa dan keinginan untuk bisa sampai ke puncak tertinggi namun juga rasa berupa pengalaman yang hadir, kesulitan serta rintangan yang akan kamu hadapi.
Lalu, apa saja yang bisa kamu persiapkan untuk menghindari risiko kecelakaan saat mendaki?
- Riset sebelum melakukan pendakian
Pelajari tentang jenis-jenis erupsi yang mungkin terjadi, cuaca, medan, dan jalur pendakian yang tersedia serta memahami kondisi geologis dan geografis.
- Siapkan P3K di ransel
Ini hal penting, namun terkadang suka terlupa. Dengan adanya P3K kamu tidak perlu khawatir dengan kondisi kesehatanmu yang perlu penanganan khusus.
- Bawa peralatan pelindung diri
Perlindungan diri adalah kunci saat menaiki gunung berapi, dengan memakai helm, kacamata pelindung dan masker debu, dengan itu kamu bisa melindungi pernapasan.
- Buatlah rencana evakuasi
Dengan melakukan persiapan detail terkait rute evakuasi yang aman dan berkomunikasi dengan anggota tim pemandu terhadap langkah-langkah yang harus dilakukan.
- Selalu ikuti pemandu
Jangan ragu untuk bertanya terkait apapun, sebab pengalaman yang mereka memiliki sangat membantumu.
Tapi perihal naik gunung apalagi pecinta olahraga ekstrem adalah sebuah ego yang butuh diberi 'makan', bukan? Nah bagi kamu yang masih pemula, memang ada baiknya mencoba beberapa gunung dulu di Indonesia yang masih dalam status aman.
Misalnya Gunung Bromo, yang berada pada ketinggian 2.329 mdpl. Di sini tersedia fasilitas lengkap dan beragam paket perjalanan untuk pendaki; lalu Gunung Prau, gunung dengan ketinggian 2.565 mdpl, terletak di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Gunung Prau terkenal dengan pemandangan matahari terbit yang indah. Trek pendakiannya pun mudah dan aman. Satu lagi adalah Gunung Papandayan yang memiliki hamparan lembah dan bukit hijau yang indah. Berada pada ketinggian 2.665 mdpl, dengan trek yang relatif mudah diakses untuk pemula.
Untuk hobi yang satu ini memang ekstrem tetapi serasa 'nagih' untuk dilakukan lagi dan lagi, dilema karena banyak bahaya mengintai yang juga tidak main-main, namun dengan persiapan matang serta fisik dan mental yang kuat, bukan tidak mungkin kamu bisa menghadapi segala macam bahaya yang ada saat mendaki.
Jika kamu dan orang sekitar yang mengalami bahaya, penting untuk terus terhubung dengan kelompok pendakian ataupun berbicara tentang keluhan yang mungkin kamu rasakan. Bagi para pendaki pemula, penting untuk punya kesadaran tentang keselamatan. Alam tetaplah alam, seindah apapun dia, mereka memiliki bahaya di balik kecantikannya.
Penulis: Muhammad Ridho Fachrezi Hafidz
Editor: Dian Rosalina
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*
(ktr/DIR)