Laman Marxisme Indonesia di facebook, dalam sekedipan mata, berganti menjadi akun petani wanita independen bernama Neneng Rosdiyana. Di lain ilalang, di negeri lahirnya Karl Marx, Jerman, wujud filosof maha revolusioner itu tampil dalam kemasan yang paling jauh dari perkiraan: Marx menjelma sosok boneka gemoy bernama Karli. Maskot murah senyum kebangaan tim basket profesional, Niners Chemnitz.
Dalam satu lemparan pandang, kemunculan boneka Karli yang berbrewok lengkap dengan rambut berurak-uban khas Marx tak serta-merta wajar umumnya maskot-maskot tim basket di dunia cenderung mencontek citra binatang buas, peliharaan, maupun makhluk mitologis; yang dimodifikasi secara lebih imut. Hal ini membuat Karli yang mencitrakan Marx secara radikal justru bernilai cukup ironis.
Maksudnya, bagaimana bisa, sang pemikir serius, pemilik badan tambun, sekaligus penentang lantang kapitalisme, menjadi sosok pemeriah sorak nomor satu untuk tim basket profesional? Apakah tim ini hanya diperkuat pemain bertangan kidal dan dijalankan sesuai paham-paham Marx? Ataukah pemilihan maskot promosional ini merupakan propaganda terbaru barat untuk kembali menebar benih-benih "ideologi merah" kepada dunia?
Ribuan halaman Wikipedia tidak sama sekali menyebutkan keterkaitan Marx dengan basket. Keduanya nyaris tak punya hubungan. Kalaupun ada dan mau dipaksa-tafsirkan: bagaimana keduanya bisa saling terkoneksi, sepertinya hanya karena ekosistem bola basket yang kini bergerak di dalam roda industri olahraga yang penuh nilai kapitalistik. Sesuatu yang pasti akan lantang ditentang oleh Marx, mengingat, meskipun para pemain basket kini telah dibayar setinggi langit, praktiknya tidak lagi sebatas permainan fisik, melainkan barang dagang; sebuah tontonan, suatu rangkaian konten hiburan semua hal ini, tentu, di luar dari semangat bermain kolektif para pemain di lapangan, yang boleh jadi, pondasinya terilhami dari dasar-dasar pemikiran Marx.
Karli, Chemnitz dan Karl-Marx-Stadt
Tanpa perlu menjadi lebih banal dan hiperbolik, pada dasarnya kehadiran Karli di tepi lapangan Chemnitz Arena, markas tim Niners Chemnitz, dilatari nilai historis. Tempat Niners bernaung, kota Chemnitz, dulunya dikenal dengan nama Karl-Marx-Stadt, semasa pemerintahan Jerman Timur atau Republik Demokratik Jerman masih berdiri.
Sejarah mencatat, Karl-Marx-Stadt yang berada di negara bagian Sachsen, Jerman, pernah eksis selama 37 tahun, terhitung sejak 1953. Nama resminya baru diubah menjadi Chemnitz, sewaktu Jerman Timur mengalami unifikasi dengan Jerman Barat di tahun 1990.
Karl Marx sendiri tidak pernah tinggal maupun berkunjung ke wilayah tersebut. Namun, namanya tetap mantap diabadikan karena dianggap sebagai pembawa pencerahan. Wajah Marx yang penuh wibawa juga dipamerkan di "Monumen Marx", sebuah landmark terkenal di jantung kota, yang turut menjadi faktor pemengaruh cetak biru Karli.
Mengutip welt, kemunculan Karli pertama diinisiasikan tahun 2016, ketika Niners menghendaki sesosok maskot tim ikonik. Juru bicara 99ers, Matthias Pattloch mengatakan, alih-alih memproduksi maskot general, seperti halnya sebatas "boneka angka sembilan" yang tak henti berjingkrakan, manajemen tim lebih ingin memiliki maskot berkarakter.
Usai mempertimbangkan beberapa hal, termasuk kegemaran pendukung setia Niners akan koreografi "Fear the Real Beard", akhirnya Karli, yang ditukil dari sejarah kota hingga jenggot magis Marx dipilih sebagai maskot kebanggaan tim hingga saat ini.
Simbol Revolusi Niners?
Karli bukan sekadar maskot cum pemandu sorak. Sang pemilik nomor punggung sakral 99, yang menjadi simbol tim Niners, terbilang cukup fenomenal. Selain ikonik dan anti-mainstream, Karli juga hadir bak pembawa keberuntungan bagi tim basket yang berdiri tahun 1999 tersebut.
Entah kebetulan atau tidak, kemunculan Karli seolah ikut mengawali revolusi kiprah Niners di ranah bola basket Jerman, bahkan Eropa. Sejak diperkuat Karli tahun 2016 dan merekrut pelatih asal Argentina Rodrigo Pastore setahun sebelumnya perjalanan Niners seakan seindah cerita Cinderella.
Dalam waktu singkat, Niners berhasil promosi ke Bundesliga untuk pertama kali dalam sejarah setelah menjuarai ProA musim 2019/2020; debut di kompetisi bergengsi FIBA Europe Champions League pada tahun 2022; dan berhasil merengkuh gelar Eropa pertama di Piala Eropa FIBA 2024.
Selaras dengan kesuksesan Niners, publik bola basket Eropa dan Dunia, yang perlahan mengakui militansi permainan Niners kemudian ikut tertuju kepada sang maskot, Karli. Tokoh rekaan bercitra Karl Marx dalam versi kekar, yang tidak lagi dipandang sebatas penghibur nan jenaka, tetapi mulai disanjung sebagai salah satu pemantik semangat brilian yang pernah dilihat pecinta basket dunia.
Propagandis Marxist Kiwari
Karli, maskot Niners pemilik senyum stagnan, mungkin tidak akan pernah sebesar Marx di mata sejarah. Sebagai imitasi Marx, Karli cuma bisa berpasrah dengan kodratnya sebagai pemandu sorak pemilik empat jari tangan, tanpa kepandaian berkata-kata.
Namun, Karli juga adalah paradoks berjalan. Seperti menambahartikan kalimat popular Marx: "Sejarah berulang, pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon." Lewat Karli, Marx bukan lagi filsuf yang serius, keandalannya mengorganisir massa kini dilengkapi sentuhan humor, yang sekaligus mampu menggelorakan sorak atau tawa pelipur lara di saat yang hampir bersamaan. Karli merupakan representasi ringan dari ideologi serius Marx.
Minimal, di usianya yang belum genap 10 tahun, Karli sendiri telah mendapat ratusan ribu hingga jutaan impresi daring, bahkan meraup penggemar baru, berkat unggahan-unggahan viral mengenai eksistensinya.
Pada dunia masyarakat maya, Karli bahkan punya kans yang lebih baik untuk membuat dirinya, juga Marx semakin diterima publik tidak terkecuali Indonesia, yang cenderung gemar mengidolakan sosok tanpa peduli latar, baik yang inspiratif, manipulatif, provokatif, atau bahkan otoriter, selama citranya dikemas dengan gemoy dan jejogetan.
Karli adalah terobosan anyar, yang bisa menggeser kebiasaan primitif: melarang ideologi krusial Marx di tanah air. Terlebih pasca beralihnya laman Marxist Indonesia ke citra Neneng Rusdiyana.
Di luar telaah-telaah spekulatif di atas, pada pangkalnya, Karli, maskot Niners Chemnitz, adalah simbol dari bagaimana ide-ide besar bisa diterjemahkan ke dalam konteks modern dengan cara yang menyenangkan. Dari kota yang pernah menjadi simbol sosialisme, Karli beranjak menjadi pengingat, bahwa Marx tidak hanya panutan setiap kelas pekerja, tetapi juga setiap orang yang percaya pada kerja sama, keadilan, dan semangat kolektif sekalipun ranahnya terkurung lapangan persegi panjang bola basket berfasilitas mewah.
Karli, yang tak henti tersenyum sampai saat ini, seolah membawa kita pada suatu pemahaman, bahwa revolusi tidak selalu harus besar atau mengguncang dunia. Terkadang, revolusi juga bisa hadir dalam bentuk yang receh: menyemangati tim dalam merebut rebound, mempertahankan zona, atau menyerang dengan terorganisir. Di sanalah letak kekuatan Karli, yang tidak berada di rel yang sama dengan sejenisnya, tetapi tetap mampu menggugah banyak orang untuk memperjuangkan cita-cita bersama. Persis seperti yang diidamkan oleh Marx.
(RIA/DIR)