Hanya dalam waktu sehari setelah dilantik, Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat langkah besar yang langsung menarik perhatian dunia. Pada Senin (20/1), Trump menandatangani dua perintah eksekutif yang dinilai kontroversial: menarik AS dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan mengeluarkan negara tersebut dari Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement).
Sambil menandatangani perintah eksekutif yang pertama, Trump menyatakan bahwa AS telah membayar kontribusi lebih besar kepada WHO dibandingkan dengan China, namun merasa bahwa organisasi tersebut telah menipu Amerika. Melansir situs resmi White House, Trump menyebutkan bahwa selama pandemi Covid-19, WHO tidak berfungsi dengan baik dan menilai bahwa dana yang dikeluarkan AS untuk WHO selama ini tidak memberikan manfaat yang setimpal.
Keputusan ini tentu memiliki dampak besar, terutama bagi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), yang nantinya tidak akan lagi memiliki akses ke data kesehatan global yang selama ini dikeluarkan oleh WHO. Data ini penting untuk pemantauan penyakit dan wabah yang terjadi di berbagai negara, termasuk Covid-19.
Pasalnya, AS selama ini merupakan salah satu kontributor terbesar dana untuk organisasi-organisasi PBB, termasuk WHO. Tentu saja, keputusan ini akan menambah ketidakpastian dalam kerjasama internasional di bidang kesehatan. Terlebih, saat ini WHO sedang merespons keadaan darurat kesehatan yang tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk wabah mpox, kolera, dengue, dan virus Marburg.
![]() |
Tak berhenti di situ, Trump juga menandatangani perintah eksekutif kedua yang menarik AS keluar dari Paris Agreement. "Saya segera menarik diri dari penipuan perjanjian iklim Paris, yang tidak adil dan sepihak," ujar Trump sebelum menandatangani perintah tersebut.
Menurutnya, perjanjian tersebut merugikan industri AS, sementara negara-negara seperti China tidak dibebani dengan kewajiban yang sama untuk mengurangi emisi karbon. Langkah ini menempatkan AS sejajar dengan negara-negara seperti Iran, Libya, dan Yaman yang juga tidak ikut serta dalam pakta tersebut.
Paris Agreement sendiri bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, sebagai upaya untuk menghindari bencana perubahan iklim yang lebih parah. Keputusan Trump untuk keluar dari perjanjian ini tentu menjadi sorotan, mengingat tantangan besar yang dihadapi dunia dalam mengatasi krisis iklim.
Dengan langkah-langkah ini, Trump menunjukkan komitmennya untuk menepati janji kampanyenya, yang berfokus pada kebijakan luar negeri "America First". Prinsip ini menekankan bahwa kepentingan Amerika Serikat harus menjadi prioritas utama dalam semua kebijakan, baik ekonomi maupun hubungan internasional. Dalam praktiknya, kebijakan ini mengarah pada isolasionisme, proteksionisme ekonomi, dan penarikan AS dari kesepakatan internasional yang dianggap merugikan.
Trump juga diperkirakan akan menandatangani hingga 200 perintah eksekutif, mencakup berbagai isu mulai dari kebijakan imigrasi, aplikasi TikTok, hingga mendeklarasikan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing.
Meskipun masih banyak yang perlu dipelajari dari dampak keputusan-keputusan besar ini, yang jelas, dunia akan terus mengamati bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut akan membentuk masa depan Amerika Serikat dan hubungan internasionalnya sebagai negara superpower.
(HAI/DIR)