Insight | General Knowledge

Bali dan Overtourism yang Menghantui

Senin, 29 Apr 2024 17:01 WIB
Bali dan Overtourism yang Menghantui
Foto: Unsplash
Jakarta -

Bali, pulau yang dikenal cantik, menenangkan, sarat budaya yang kental, dan dijuluki sebagai salah satu 'surga dunia' tersembunyi. Tapi itu dulu. Kini Bali disebut sebagai pulau yang terlalu banyak wisatawan hingga semua 'keindahan' itu lambat laun tertutupi alias nyaris overtourism.

Bali dan Berbagai Permasalahannya

Sebuah website traveling, Responsible Travel, bahkan sampai menulis bahwa Bali sudah memasuki masa-masa overtourism. Ini dibuktikan dari permasalahan yang terjadi di Bali, seperti ulah wisatawan yang tidak bertanggungjawab, konsumsi air tanah yang berlebihan, tanah-tanah yang diambil untuk kebutuhan properti, polusi plastik, dan-tentu saja bukan rahasia lagi   kemacetan akibat lalu lintas yang buruk.

Salah satu penulisnya, Simone Flynn mengatakan, kadang-kadang lalu lintas di Bali jauh lebih buruk dari jam sibuk di Inggris. Masalahnya bukan karena volume kendaraan di jalan saja, tetapi ada juga hambatan arus lalu lintas, seperti banyaknya kendaraan yang di parkir sembarangan di sepanjang tepi pantai populer.

Bukan cuma itu, sampah plastik dan konsumsi air berlebihan menjadi alasan mengapa Bali nyaris dikatakan overtourism. Sampah plastik menurut Responsible Travel adalah permasalahan besar di pulau cantik ini. Setiap harinya ribuan ton sampah diproduksi, namun hanya 60 persen yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sisanya? Bisa jadi larung ke laut dan berserakan di pantai.

Kemudian kelangkaan air juga menjadi masalah di sini. Lebih dari separuh air tanah di pulau Bali dialirkan ke industri pariwisata-untuk pemandian, pancuran, kolam renang, binatu, dan taman. Sebagian besar wilayah Bali tidak mempunyai sumber air utama selain dari sumur. Eksploitasi air berlebihan di Bali, kemungkinan akan membahayakan sistem subak   sistem distribusi air tradisional di Bali yang telah ada selama berabad-abad.

Dan, tentu saja permasalahan turis-turis nakal yang tidak bisa dianggap remeh lagi sekarang. Entah sudah berapa kasus yang viral akibat ulah turis tidak bertanggung jawab dan acuh saat berada dalam komunitas masyarakat Bali. Seperti tindak kekerasan kepada warga lokal atau sesama turis, kurangnya menghormati adat istiadat setempat, bekerja secara ilegal, hingga menjadi tunawisma.

Semua permasalahan ini tentu saja bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mudah, mengingat pendapatan terbesar Bali adalah dari sektor pariwisata. Salah-salah mengambil tindakan dan sikap, bisa-bisa mengancam sektor ini dan membuat wisatawan menjadi enggan datang kembali.

Berbenah Sebelum Terlambat

Meski isu overtourism sudah berhembus sejak tahun lalu, namun Pemerintah Indonesia merasa Bali belum sampai ke ranah 'over'. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menperekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan Bali memang menjadi destinasi wisata yang paling diminati wisatawan lokal maupun mancanegara, tetapi pulau ini belum dikatakan overtourism.

"Sebetulnya kalau Bali sebagai pulau, ini belum overtourism, tapi Bali Selatan. Sebab semua terpusat hanya di Nusa Dua dan Bali Selatan, ini memang terlihat peningkatan beban yang cukup signifikan," kata Sandiaga Uno dikutip Antaranews.

Padahal masih ada beberapa wilayah di Bali yang bisa dikembangkan sebagai destinasi ekowisata, sehingga wisatawan pun menjadi lebih merata bukan terpusat di Bali Selatan saja. Pihaknya pun mencoba memastikan kalau kunjungan Bali akan didistribusikan dengan rata.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun juga tidak setuju kalau Pulau Dewata dianggap mengalami overtourism. Menurutnya jumlah kamar yang tersedia dan jumlah daerah tujuan wisata di Bali masih bisa mengakomodir kunjungan wisatawan.

"Kita tidak mengatakan Bali itu overtourism. Jika dilihat dari data jumlah kamar yang tersedia masih mengakomodir kunjungan wisata. Hanya persoalan di jalan saja, agar tidak terjadi kemacetan," ujarnya dikutip Detik.

Intinya yang terjadi di Bali sebenarnya hanya persoalan kurang meratanya titik-titik wisata yang menjadi favorit turis. Mungkin juga kurangnya informasi dan infrastruktur yang dapat menjangkau keseluruhan Pulau Bali. Mengingat bandara, dan tempat-tempat terkenal berada di bagian selatan Bali. Maka sudah pasti turis mencari rekomendasi tempat di sekitar Bali Selatan saja.

Pakar Pariwisata dan Guru Besar Universitas Udayana di Bali, I Putu Anom seperti dikutip CNN Indonesia berpendapat, perbaikan infrastruktur di Bali sangat mendesak. Ia menyoroti masalah drainase di Bali selatan yang kurang baik karena tidak bisa menampung air ketika hujan hingga banjir.

Jalanan pun banyak yang rusak dan pengelolaan sampah di Bali sangat jauh dari kata baik. Meski begitu pemungutan pajak turis asing yang masuk ke Bali sebesar Rp150 ribu bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki infrastruktur yang lebih baik ke depannya.

"Jalan lingkar perlu diselesaikan di Bali selatan untuk atasi kemacetan. Ada rencana kereta api, LRT, itu harus cepat diwujudkan supaya mempermudah transportasi wisatawan. Jangankan wisatawan, orang lokal saja kecewa soal macet ini," ujar Anom.

Sandiaga Uno pun mengakui ketidakmerataan ini menjadi PR besar bagi Kemenperekraf untuk membangun sosialisasi agar wilayah Bali lainnya bisa dikunjungi lebih banyak wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun apapun solusi yang akan diambil oleh pemerintah pusat dan daerah, pariwisata di Pulau Dewata butuh banyak dibenahi, sehingga Bali bisa menjadi destinasi wisata yang lebih nyaman bagi para wisatawan.

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS