Insight | General Knowledge

Soal Latto-Latto dan Pemadam Kebakaran

Senin, 06 Feb 2023 11:42 WIB
Soal Latto-Latto dan Pemadam Kebakaran
Foto: CNN Indonesia
Jakarta -

Tak kurang tiga bulan ke belakang, bocah-bocah se-Indonesia keranjingan latto-latto. Tak-tek-tok tak-tek-tok tak-tok-tak-tok. Lagi-lagi, bunyi itu lagi. Sedari pagi, sepanjang hari, juga sepanjang jalan. Tanpa disangka, sepasang biji keras nan bising itu bergegas menarik perhatian.

Faktanya, semenjak kontes latto-latto viral di dunia maya, eksistensi mainan lawas tersebut melesat ngetren di semua kalangan. Bahkan, mereka yang mengaku dewasa pun sempat   sekali atau berkali-kali   mendalami skill mengadu latto-latto, yang kiwari turut dimanfaatkan sebagai konten atau penghasil cuan.

Hanya saja, di sela keberadaan latto-latto yang menyebar luas, muncul pula rasa tidak senang. Maksudnya, bunyi pletokan yang bising itu sangat mampu mengganggu aktivitas keseharian. Seperti di waktu-waktu senggang, tepat ketika para karyawan yang terperas sepanjang minggu mencoba bersantai.

Tak-tek-tok tak-tek-tok tak-tok-tak-tok tak-tok-tak-tok.

Sungguh. Pada momen-momen tertentu, setiap dari kita akan terganggu dengan bunyi Latto-latto, yang memang provokatif sebagaimana bentukannya. Dalam hal ini, saya sendiri   atau mungkin anda sekalian   sudah gusar akan bunyi latto-latto yang terus-menerus dipamerkan bocah-bocah ber-skill bermain luar biasa. Misalnya, sambil berjalan-jalan, kayang, atau rerebahan.

Practice makes perfect, Khalifah Berlalu

Di sisi yang berseberangan, latto-latto yang mulai dianggap menyebalkan ternyata mampu menghadirkan kalimat syukur di lidah-lidah kelu manusia. Setidaknya, hal ini berlaku bagi orang tua yang kerepotan menghentikan aktivitas gawai pada anak, atau sejumlah orang dewasa yang seakan mempedulikan masa depan para bocah-meski aslinya cuma gusar dengan bunyi biji-biji keras tersebut-dengan menyuruh lebih rajin belajar, ketimbang tekun berlatto-latto ria.

Salah contohnya adalah percakapan aneh namun substansial, yang belum lama ini saya curi dengar dari persinggungan antara seorang dewasa dengan sekumpul pemain latto-latto yang tengah beratraksi di tepi jalan.

***

"Ah elah, maen Latto-latto mulu lo pada...," keluh seorang dewasa kepada segerombol bocah, yang sedang khusyuk bermain latto-latto. "Pengang nih kuping gua lama-lama!"

Alih-alih menghindar, para bocah terampil malah semakin fokus kepada latto-latto mereka. Tak pelak, si dewasa yang tidak digubris jadi meradang. "Buset! Diantepin gua...,bae-bae bolot beneran lu pada, gua kata mah."

Tak lama, salah seorang bocah yang lepas kendali akan biji-bijinya menyanggah sewot. "Apaan sih bang? Rungkad benet! Kaga boleh banget liat bocahan senang...,"

"Lah elu, orang gede ngomong malah dicuekin. Mau jadi apaan lu kalo dari kecil kaga manut ama orang gede? Lagi bukannya pada belajar malah maenan biji mulu!" timpal si dewasa.

"Lah, mau jadi apa kek, suka-suka gua! Idup juga idup gua, yee ribet!" balas si bocah.

"Et, dikata yang bener malah ngotot. Ntar luh, nganggur aja kayak gua baru rasainnn!" pungkas si dewasa, sambil berlalu.

***

Sekilas percakapan di atas memang terdengar konyol. Tetapi, jika dipikir-pikir, kedua pihak berseteru seharusnya bisa saling mengambil hikmah. Bagi si dewasa, meski ocehan pedasnya kepada bocah-bocah malah menjadi boomerang, ia bisa menyadari kalau skill komunikasinya cukup buruk.

Buktinya, menang berdebat dari bocah saja ia tak mampu. Jadi, di kemudian hari, ia harus mempelajari kembali cara berkomunikasi yang efektif, yang mungkin saja membantu mereka keluar dari dunia pengangguran yang tidak menyenangkan.

Selain itu, sudah sewajibnya si dewasa mengambil cermin dan menimang-nimang kembali mental kedewasaannya. Sebab jika disadari lebih, perilaku: tidak toleran terhadap alunan bising di sekitaran adalah salah satu tanda bahwa dirinya tengah memasuki fase menjadi tua dan menyebalkan. Makanya, jika masih ingin mengaku berjiwa muda, sikap gusar berlebihan kepada bocah pengendali latto-latto harus dihentikan.

Sementara lain, bagi para bocah-bocah yang asik bermain, singgungan dari tetua yang kurang bijak tersebut selayaknya membuat mereka lebih berpikir jernih soal masa depan. Sebab utamanya, di depan mata mereka telah ada seorang guru baik   dengan pengalaman buruk   yang tidak ingin masa depan mereka ikut suram. Terlebih lagi, ada orang hebat yang pernah bilang kalau "orang yang bahagia adalah orang yang tau tujuannya."

Di titik ini, para bocah latto-latto harus mulai memproyeksikan hari-hari depan mereka dengan hal-hal yang lumayan setipikal. Misalnya, mengincar pekerjaan dengan vibes riuh namun memerlukan ketenangan, penuh tantangan namun memicu adrenalin, memerlukan ketekunan serta sikap disiplin, serta penuh dengan kesenangan walaupun memiliki tingkat risiko yang serupa.

Misalnya, menjadi petugas pemadam kebakaran.

Tak-tok-tak-tok dan Pemadam Kebakaran

Meski di situasi tertentu bebunyian latto-latto tidak bisa tidak dibilang menyebalkan, setidaknya biji-biji keras ini boleh mengantarkan seorang anak menjadi petugas pemadam kebakaran. Maksud saya, walau tidak secara gamblang, nyatanya latto-latto cukup serupa dengan bagaimana cara pemadam bekerja.

Alasannya? Pertama, saat beroperasi atau dioperasikan, keduanya sama-sama punya suara bising. Kedua, saat bekerja dengan benar, latto-latto dan pemadam kebakaran memiliki efek yang menyenangkan semua orang. Mulai dari pelaku, penonton, juga seluruh orang-orang yang terlibat.

Selanjutnya, meski keduanya memacu adrenalin yang deras, menjadi pemain latto-latto atau pemadam tetap memerlukan ketenangan. Dalam hal ini, niat hati yang tulus dan ketekunan berlatih adalah kunci, karena saat praktik, gangguan resek dari orang di sekitar akan terus datang. Terakhir, baik latto-latto maupun pemadam kebakaran, sudah jamaknya menomorsatukan ketangkasan. Hal ini, berkenaan dengan efektivitas pola kerja yang krusial.

Di luar itu semua, latto-latto dan pemadam kebakaran hanya akan mengganggu orang yang ingin merasa terganggu oleh keberadaannya, walaupun secara hakikat: latto-latto dan pemadam kebakaran diciptakan untuk menyelamatkan keadaan. Si biji kembar memadamkan tingkat stres bagi para pemain, sementara sang penakluk api meredakan musibah bagi masyarakat.

Pada akhirnya, sekalipun latto-latto dan pemadam kebakaran sebenarnya cukup esensial, akan selalu ada orang yang menentang mereka. Padahal, kalau dipikir-pikir dari segi manfaat, bunyi latto-latto dan pemadam kebakaran yang acap dianggap mengganggu itu tidak lebih menyebalkan dibanding bebunyian lain di jalanan kota. Misalnya, sirine tet-tot-tet-tot dari "pengawal dan majikannya" yang seperti selalu terburu-buru di tengah kemacetan dan memaksa rakyat yang harusnya dilayani untuk menepi.

Jadi, bisakah kita bersepakat kalau, bunyi tak-tok-tak-tok dari latto-latto dan bunyi darurat pemadam kebakaran adalah teman, sedangkan bunyi tet-tot-tet-tot dari pengawal dan majikannya adalah yang lebih menyebalkan dan wajib dikritik habis-habisan?

(RIA/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS