Insight | General Knowledge

Selandia Baru Larang Rokok Buat Generasi Muda, Bisakah Indonesia Berkaca Tanpa Polemik?

Selasa, 10 Jan 2023 18:33 WIB
Selandia Baru Larang Rokok Buat Generasi Muda, Bisakah Indonesia Berkaca Tanpa Polemik?
Ilustrasi rokok Foto: Freepik
Jakarta -

Rokok kini telah dianggap sebagai salah satu penyebab kematian lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia, berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022. Angka ini pun termasuk 1,2 juta kematian akibat paparan asap rokok dari orang lain. Bahkan perokok pemula kini berumur semakin muda.

Melihat fakta ini, beberapa negara di dunia, salah satunya Selandia Baru, membuat keputusan untuk menciptakan negara bebas rokok. Dalam rapat parlemen yang diadakan mereka pada Juli 2022, pemerintah Selandia Baru mencoba untuk memperkenalkan langkah unik untuk melindungi kaum muda dari banyak bahaya akibat merokok. Lalu pada 13 Desember 2022, negara tersebut resmi mengesahkan undang-undang baru terkait larangan rokok untuk satu generasi.

Undang-undang tersebut mengusulkan pelarangan penjualan produk tembakau pada orang yang lahir pada tahun 2009 atau setelahnya. Seiring berjalannya waktu, tindakan ini akan menciptakan a smokefree cohort   sekelompok anak muda yang dilindungi dari rokok, dikombinasikan dengan kebijakan lain yang diusulkan   pengurangan kandungan nikotin dalam produk tembakau dan semakin lebih sedikit gerai ritel yang menjual tembakau   generasi bebas rokok ini pun akan melihat penggunaan tembakau segera berakhir.

Langkah Selandia Baru ini sebenarnya patut diapresiasi, mengingat merokok menjadi kebiasaan yang telah dilakukan sejak berabad-abad   yang sebelumnya dijadikan obat, menjadi racun berbahaya bagi kesehatan. Berkaca dari aturan bebas rokok sejak dini milik Selandia Baru, bisakah diterapkan di Indonesia yang kini mulai membatasi konsumsi rokok? Dan menerapkannya tanpa polemik berkepanjangan?

Usaha Setengah Hati Pemerintah Tekan Angka Perokok

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2021, rokok telah menjadi bahan produk prioritas kedua dalam pembelanjaan rumah tangga. Perbelanjaan untuk rokok per kapita mencapai Rp76.583, sedangkan angka pembelanjaan untuk beras bahkan terletak di bawah angka rokok, yakni Rp69.786. Hal ini menandakan bahwa rokok telah menjadi sebuah kebutuhan sehari-hari dari masyarakat.

Meskipun berdasarkan aturan umur perokok dan pembeli rokok di Indonesia mulai dari 18 tahun, tapi fakta di lapangan berbeda dari teori pemerintah. Perokok di Indonesia lebih muda dari itu yakni 10 tahun dengan persentase 9,1, menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Artinya sebanyak 230 ribu anak Indonesia telah menjadi perokok aktif dan fenomena baby smoker ini tidak ditemukan di negara lain kecuali Indonesia. Tentu saja kenyataan pahit ini harus menjadi pekerjaan rumah (PR) berat yang harus ditangani oleh pemerintah.

PR pemerintah memang berat untuk menangani para perokok muda di Indonesia ini, namun usaha menekan angka perokok seakan dilakukan setengah hati oleh pemerintah. Di sisi lain, pemerintah ingin perokok belia tidak lagi ada di Indonesia dengan menerapkan aturan yang ketat. Tapi di sisi lain, banyak petani yang menggantungkan hidupnya pada tembakau yang menjadi bahan utama rokok.

Kenaikan cukai rokok pada November 2022 lalu pun sempat menjadi polemik di tengah masyarakat dan seakan menjadi pedang bermata dua. Para petani tembakau pun merasa keputusan ini menjadi pukulan telak bagi mereka, sementara menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk produk sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024, bisa membuat rokok sulit didapat oleh para perokok belia dan mempersempit penyebarannya

Mendukung keputusan itu, terbitlah Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023, yang ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Desember 2022. Kepres ini termuat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Aturan ini memuat tujuh pokok materi muatan yang salah satunya adalah ketentuan larangan menjual rokok ketengan. Tak hanya itu, pokok materi muatan RPP itu juga berisi penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, hingga ketentuan rokok elektronik.

Kepres tersebut juga memuat pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; Penegakan dan penindakan; dan media teknologi informasi serta penerapan Kawasan tanpa rokok (KTR). Semua ini demi menekan angka perokok di usia muda.

Bisakah Indonesia Jadi Negara Bebas Rokok di Masa Depan?

Banyak negara telah menyadari dampak berbahaya dari sebatang rokok, sehingga tak heran negara-negara maju telah memperketat aturan soal rokok. Sebut saja Amerika Serikat yang telah mempersempit jalur perokok muda dan baru dengan meningkatkan usia pembelian tembakau yakni menjadi produk R21 atau produk yang hanya bisa dibeli di usia 21 tahun ke atas. Tapi mampukah kita menjadi salah satu negara yang juga terbebas dari asap rokok layaknya Selandia Baru di masa depan?

Saya mencoba bertanya kepada anak-anak muda yang telah menjadi perokok sejak usia muda. Irfan (24) mengatakan ia telah menjadi perokok aktif sejak usia relatif muda yakni 19 tahun, hingga kini ia sangat sulit berhenti merokok karena telah menjadi kebiasaan.

"Gue sendiri nyesel jadi perokok aktif sekarang. Soalnya susah banget berhentinya," kata Irfan kepada CXO Media. Ketika ditanya soal aturan-aturan baru yang dicanangkan pemerintah soal rokok, Irfan mengaku sangat setuju, meskipun dia sendiri adalah seorang perokok.

"Sebenernya gue setuju kalau aturan rokok yang dikeluarin pemerintah, kayak naikin cukai dan ngelarang rokok ketengan itu diterapin. Ya biar generasi-generasi muda susah buat beli rokok, jadi kalau mereka mau beli rokok harus pakai uang sendiri," paparnya.

Namun, ketika ditanya soal apakah setuju jika Indonesia menjadi negara yang bebas rokok di masa depan, Irfan masih skeptis. Sebab ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah sendiri. "Kayaknya kalau jadi negara yang bebas asap rokok belum bisa deh. Soalnya ya masih banyak yang harus dipertimbangkan. Jadi kayaknya bakalan susah kalau itu sih," kata Irfan.

Angan-angan soal Indonesia yang bebas dari asap rokok, mungkin masih menjadi jalan yang panjang dan terjal untuk dilalui. Mengingat banyak aspek yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan aturan ini, salah satunya adalah nasib para petani tembakau yang menggantungkan hidupnya dari hasil jual bahan baku rokok tersebut. Tapi agaknya usaha yang tengah gencar dilakukan pemerintah untuk menekan angka perokok yang semakin muda, patut diapresiasi sebagai langkah awal aturan ketat untuk industri rokok.

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS