Insight | General Knowledge

Menguji Kesaktian Binge Model ala Netflix

Selasa, 12 Jul 2022 16:00 WIB
Menguji Kesaktian Binge Model ala Netflix
Foto: Unsplash/Dima Solomin
Jakarta -

Season terbaru dari serial horor fiksi ilmiah favorit semua orang   Stranger Things   baru saja selesai ditayangkan. Berbeda dari yang season-season sebelumnya, kali ini Netflix memilih untuk membagi season 4 menjadi dua bagian yaitu Volume 1 yang dirilis bulan Mei dan Volume 2 yang dirilis bulan Juli. Strategi ini bisa dikatakan sebagai pendekatan baru, mengingat Netflix selama ini terkenal dengan strategi binge model yang merilis semua episode secara sekaligus. Lantas, apa yang membuat Netflix memutuskan untuk menggunakan strategi baru ini?

Terlepas dari alasan kreatif yang dimiliki para showrunners, Netflix sendiri sedang meraba-raba strategi baru untuk membuat para pengguna tetap setia berlangganan. Pasalnya, di kuartal pertama tahun 2022 Netflix kehilangan 200.000 penggunanya dan sahamnya turun hingga 70 persen. Sebagai salah satu serial terpopuler, Stranger Things adalah sumber uang yang bisa menjadi penyelamat Netflix. Dengan membagi season keempat menjadi dua bagian, harapannya penonton tidak langsung berhenti berlangganan setelah serial favorit mereka selesai ditayangkan.

Memang, dilema antara strategi merilis semua episode sekaligus atau setiap seminggu sekali telah menjadi perdebatan yang ramai dibicarakan selama beberapa waktu terakhir. Dengan strategi baru ini, Netflix bisa menemukan garis tengah antara dua strategi tersebut. Meski demikian, perubahan ini membuat para penyedia layanan streaming dan juga penonton untuk mempertimbangkan ulang: apakah strategi binge model masih relevan bagi para penonton?

Kesaktian Binge Model

Sejak kemunculannya, Netflix telah mengubah cara kita mengonsumsi serial televisi. Sebelum Netflix ada, kita terbiasa dibuat menunggu selama seminggu untuk bisa menyaksikan episode baru dari serial yang kita sukai. Menunggu memang menyebalkan, apalagi ketika episode tersebut diakhiri dengan alur yang menggantung. Lalu Netflix mengubah itu semua dengan merilis semua episode dari satu season secara sekaligus. Dengan strategi ini, penonton tidak harus menunggu episode baru setiap minggu dan bisa memilih untuk binge-watch atau menyelesaikan seluruh serial dalam sekali duduk.

Di balik pemilihan strategi binge model, Netflix berpendapat bahwa mereka memprioritaskan kenyamanan konsumen dan merasa penonton muda lebih suka mengkonsumsi banyak konten media sekaligus. Strategi ini terbukti menarik banyak penonton. House of Cards adalah original series pertama dari Netflix yang semua episodenya dirilis secara sekaligus pada tahun 2013. Di minggu pertama setelah dirilis, serial ini berhasil menarik 670 ribu penonton untuk menghabisi seluruh episodenya   jumlah ini mencakup 2 persen dari keseluruhan pengguna Netflix.

Menyusul kesuksesan House of Cards, strategi binge model pun menjadi jurus utama Netflix untuk menggaet pelanggan. Selama beberapa waktu, strategi ini terbukti berhasil mengorbitkan beberapa serial yang sukses di pasaran, seperti 13 Reasons Why, Sex Education, The Crown, hingga Squid Games yang berhasil meraih popularitas global dalam waktu hitungan hari. Kesuksesan serial-serial ini membuat banyak orang memprediksi bahwa binge model adalah masa depan dari bisnis televisi.

Weekly Release Masih Jadi Andalan

Di kala binge model menjadi primadona, beberapa layanan streaming pun memilih untuk tidak tergoda mencoba strategi tersebut dan tetap bertahan pada strategi weekly release. Mereka pun juga tidak kalah dengan Netflix. HBO Max, misalnya, tetap bisa menarik penonton dengan Gossip Girl reboot dan Euphoria. Lalu ada juga Disney + yang berhasil menggaet penonton untuk menunggu episode terbaru Wandavision dan Loki.

Selain berhasil menggaet penonton dalam jumlah banyak, semua serial tersebut juga berhasil menjadi perbincangan di selama berbulan-bulan. Saya masih ingat ketika season kedua Euphoria ditayangkan, setiap minggu timeline media sosial selalu dipenuhi dengan komentar penonton terhadap episodenya. Artinya, metode weekly release terbukti belum kehilangan daya tariknya meski harus bersaing dengan binge model.

Beberapa layanan streaming pun sempat mencoba untuk mengikuti jejak Netflix, seperti Amazon Prime Video dan Hulu. Namun setelah beberapa saat, mereka pun memutuskan untuk tidak menggunakan binge model dan lebih memilih kembali ke metode lama yaitu merilis episode secara mingguan atau mencari jalan tengah melalui metode hybrid. Amazon Prime Video, misalnya, memutuskan untuk merilis tiga episode pertama dari season ketiga The Boys dalam satu hari dan merilis episode sisanya secara berkala setiap minggu. Hulu juga mengadopsi strategi hybrid yang sama untuk serial Pam and Tommy-tiga episode dirilis sekaligus, sisanya dirilis setiap minggu.

Baik weekly release maupun binge model, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di satu sisi, binge model jelas memiliki daya tarik dan kepuasan tersendiri bagi penonton yang ingin menikmati tontonan secara utuh tanpa harus menunggu lama. Binge model juga terbukti ampuh ketika penonton memiliki banyak waktu untuk melahap semua episode sekaligus, contohnya ketika pandemi. Tapi di sisi lain, sustainability dari binge model masih dipertanyakan.

Pada akhirnya, semua kembali ke kualitas dari produk yang ditawarkan. Agar binge model sukses, layanan streaming harus memiliki stok serial yang siap untuk dirilis dalam waktu berdekatan. Sedangkan agar weekly release sukses, layanan streaming harus bisa menawarkan serial yang cukup bagus dan menarik agar penonton bersedia menunggu setiap episodenya.

Jadi, apakah binge model masih memiliki kesaktiannya? Rasanya sulit untuk berkata demikian, mengingat Netflix sebagai pencipta tren binge-watching sendiri sedang mengatur ulang strategi mereka.

[Gambas:Audio CXO]



(MEL/ANL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS