Insight | General Knowledge

Ukraina-Rusia, Peperangan, dan Sepak Bola

Jumat, 04 Mar 2022 18:00 WIB
Ukraina-Rusia, Peperangan, dan Sepak Bola
Foto: sportbible/Instagram
Jakarta -

Ketegangan panjang antara Ukraina dan Rusia, resmi berbuah konflik senjata setelah Vladimir Putin, Pemimpin Rusia, memutuskan untuk memulai operasi militernya ke wilayah kedaulatan Ukraina pada Kamis (24/2/22) lalu.

Gemuruh peperangan yang terjadi di Ukraina tersebut tak ayal membuat dunia bersorot simpati kepada mereka. Hal ini cukup terasa ironis. Sebab terakhir kali Ukraina menjadi sorotan dunia, tepatnya sepuluh tahun silam, negara tersebut justru dipenuhi gemuruh sukacita ketika sukses menghelat Piala Eropa 2012 dengan meriah.

Dampak paling jelas akibat konflik tersebut, salah satunya paling dirasakan oleh dua tim sepak bola asal Ukraina, Shakhtar Donetsk dan Zorya Luhansk yang bermarkas di wilayah Donbas. Kedua tim kuat tersebut secara terpaksa harus terusir dari kandang mereka karena alasan keamanan.

Dampak Konflik Ukraina-Rusia kepada Sepak Bola Dunia

Setelah pecah pada tengah pekan lalu, perseteruan militer Ukraina dan Rusia langsung memberi dampak signifikan pada keberlangsungan ajang sepak bola di Ukraina. Darurat militer yang diterapkan oleh Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, diikuti penundaan kompetisi sepak bola nasional oleh Football Federation of Ukraine (FFU).

Di Rusia, perhelatan pertandingan sepak bola yang rencananya digelar di sana juga dibatalkan. Wadah sepak bola Eropa, Union of European Football Associations (UEFA), mengungkap bahwa partai final UEFA Champions League (UCL) yang tadinya akan diselenggarakan di St. Petersburg, Rusia, akan direlokasi ke Paris, Prancis.

Tidak hanya itu, lanjutan partai kualifikasi Piala Dunia 2022 yang akan rencananya berlangsung di Rusia juga akan dibatalkan karena para peserta: Polandia, Republik Ceko dan Swedia, menolak bertanding di kandang sang 'Beruang Merah'.

Bahkan pada Senin 28 Februari 2022 kemarin, federasi sepak bola dunia, Federation Internationale de Football Association (FIFA) dan UEFA, resmi membekukan segala keikutsertaan Rusia di ajang internasional.

.Ruslan Malinovskyi/ Foto: brfootball/Instagram

Lebih lanjut lagi, sanksi terhadap Rusia juga menyasar perusahaan 'plat merah' mereka, Gazprom dan Aeroflot. Eksistensi Gazprom yang belakangan selalu menjadi sponsor utama UEFA dan salah satu klub asal Jerman, FC Schalke 04, diputus secara penuh. Sedangkan maskapai penerbangan Rusia, Aeroflot, diputus kontraknya oleh Manchester United.

Konflik yang belum berakhir sampai saat ini ternyata juga menyeret kiprah taipan asal Rusia, Roman Abramovich. Kepemilikannya atas klub sukses Chelsea FC asal Inggris harus ditangguhkan karena disinyalir memiliki kedekatan dengan Pemimpin Rusia, Vladimir Putin.

Solidaritas Insan Sepak Bola

Para penggiat lapangan hijau pun tidak henti menyuarakan solidaritas mereka terhadap Ukraina. Nama-nama pemain sepak bola asal Ukraina, seperti Yarmolenko (West Ham United), Oleksandr Zinchenko (Manchester City), hingga sang legenda, Andriy Shevchenko, lantang menyampaikan pesan solidaritas terhadap bangsanya di Instagram. Di sisi lain, penyerang kawakan Rusia, Fedor Smolov, pada akun Instagramnya juga menyampaikan solidaritas kepada Ukraina dan menolak perang.

.Yarmolenko Menunjukkan Solidaritas/ Foto: Yarmolenko Andrey/Instagram

Sama halnya seperti para pemain, klub papan atas Eropa seperti Barcelona dan SSC Napoli; Manchester City dan Manchester United, hingga raksasa Italia AC Milan, tidak luput dari sikap penolakan terhadap invasi Rusia kepada Ukraina. Sedangkan dari pojok tribun, para suporter militan klub-klub di benua biru: Bodo-Glimt (Norwegia), TSG 1899 Hoffenheim (Jerman), dan Dinamo Zagreb (Kroasia), turut menyuarakan dukungan kepada Ukraina dan penolakan atas peperangan melalui koreografi dan spanduk-spanduk mereka.

.Smolov Menunjukkan Solidaritas/ Foto: brfootball/Instagram

Sepak Bola dan Perang

Aksi para penggiat lapangan hijau sepanjang sejarah tidak dapat terpisah dari peperangan yang terjadi di dunia. Menurut sejarah, sewaktu Perang Dunia II berlangsung misalnya, ajang Piala Dunia tahun 1942 dan 1946 harus batal digelar akibat perang yang berkecamuk. Nahasnya, pertarungan sportif yang menghibur di lapangan hijau saat itu justru berganti pertempuran berdarah di medan perang yang kelam.

Pada tahun 1990, aksi seorang pesepak bola justru disebut sebagai awal bagi peperangan. Pada saat itu, tendangan seorang legenda Kroasia bernama Zvonimir Boban kepada aparat kepolisian Yugoslavia, disinyalir sebagai salah satu trigger paling penting bagi revolusi kemerdekaan rakyat Kroasia dan terpecahnya Negara Federal Yugoslavia. Pada partai itu, Dinamo Zagreb (Kroasia) tengah berhadapan dengan Red Star Belgrade (Serbia)-yang pada saat kejadian masih disatukan oleh Yugoslavia.

Dalam kericuhan tersebut aparat kepolisian Yugoslavia malah memperburuk keadaan karena menyerang suporter Zagreb. Hal itu membuat Boban bertindak membela para suporternya, dengan sejumlah tendangan yang menghalau aparat penyerang. Aksi Boban tersebut lantas dianggap sebagai sikap nasionalis seorang pesepak bola-meskipun mengakibatkan peperangan, yang pada akhirnya mampu membuahkan kemerdekaan dan kejayaan rakyat Kroasia, baik sebagai bangsa maupun sebagai Tim Nasional sepak bola.

.Pesepak Bola Menolak Perang/ Foto: brfootball/Instagram

Keterkaitan sepak bola dengan perang belum berhenti di sana. Pada era 2000an, sepak bola justru menunjukkan sisi terbaiknya kepada dunia. Hal itu terjadi di daratan Afrika, di mana seorang pesepak bola asal Pantai Gading bernama Didier Drogba mampu mendalangi berakhirnya perang saudara berkepanjangan rakyat Pantai Gading.

Kejadian bersejarah itu bermula pada momen keberhasilan Pantai Gading lolos pertama kalinya ke Piala Dunia sepanjang sejarah. Dalam merayakan kelolosan mereka ke Piala Dunia Jerman 2006, para pemain Pantai Gading yang dipimpin oleh Drogba menyampaikan pesan penting kepada dua kelompok yang bertikai di negara mereka. Sambil berlutut kepada kamera, Drogba dan kawan-kawan menyatakan bahwa melalui sepak bola, Pantai Gading yang dilanda perang berlarut ternyata dapat bersatu padu.

Momen bersejarah itu berhasil mengakhiri perang panjang antarsaudara di Pantai Gading. Puncaknya terjadi satu tahun kemudian, pada laga internasional melawan Madagaskar. Di akhir pertandingan, Pantai Gading berhasil melibas lawannya dengan skor 5-0, dan Drogba yang menyumbangkan satu gol di akhir laga, diarak keliling lapangan.

***

Perang dan sepak bola memang tidak selalu berpapasan. Namun agaknya, sebagai olahraga yang paling digemari masyarakat dunia, permintaan para penggiat sepak bola kali ini diharap mampu bersumbangsih dalam mengakhiri krisis di Ukraina. Sejarah pernah mencatat, bahwa perang tidak pernah menguntungkan semua pihak. Sementara itu, sepak bola--meskipun sedikit terkesan artifisial dalam sektor kehidupan--tercatat mampu mengakhiri peperangan.

Semoga apa yang disampaikan para insan sepak bola dan otoritas dunia saat ini, dapat menjadi awal penyelesaian konflik di Ukraina. Sehingga di masa depan, kita bisa terus menikmati hidup penuh kedamaian, bersama gelora kemenangan di ranah sepak bola yang tidak pernah tidak menyenangkan.

[Gambas:Audio CXO]



(RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS