Hidup kita telah menjadi teknologi-sentris. Mulai dari belanja, kegiatan sekolah, membaca buku, hingga olahraga, semua memanfaatkan penggunaan teknologi setiap hari. Mengevaluasi kembali hubungan kita dengan teknologi dan dunia digital itu perlu, supaya kita bisa dengan jelas melihat keuntungan dan kerugiannya. Salah satu cara yang dapat kita tempuh untuk membuat hubungan kita dengan teknologi lebih simple adalah dengan digital minimalism.
Dijelaskan oleh Carl Newport dalam bukunya yang berjudul "Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World", penulis mendefinisikan digital minimalism sebagai, "Filosofi yang membantu Anda mempertanyakan alat komunikasi digital (dan perilaku seputar alat ini) apa yang paling menambah nilai dalam hidup Anda. Hal ini dimotivasi oleh keyakinan bahwa dengan sengaja dan agresif menghilangkan gangguan digital bernilai rendah, serta mengoptimalkan penggunaan alat yang benar-benar penting, dapat meningkatkan kehidupan Anda secara signifikan."
Di era hiper-informasi ini, kelekatan kita dengan teknologi sering kali membawa kita masuk terlalu dalam ke dunia digital hingga membuat kita merasa kewalahan karena terlalu banyak distraksi. Distraksi ini juga dapat membawa rasa takut, kecemasan, dan juga rasa ketidakamanan dalam diri. Digital minimalism membantu kita untuk membersihkan kehidupan digital dengan menggunakan apa yang kita butuhkan melalui cara yang seefisien mungkin. Kita perlu mempertanyakan apakah teknologi tertentu seperti media sosial, internet, dan email menambah atau menghilangkan nilai dalam hidup kita. Sehingga kita bisa mulai mewujudkan hidup yang lebih produktif dengan memanfaatkan dunia digital sebaik-baiknya bukan malah menjadi konsumen pasif digital.
Bawa hubungan kita dengan teknologi ke arah yang baru dengan menerapkan digital declutter untuk menciptakan pikiran yang lebih jernih serta keseharian yang lebih produktif. Selama 30 hari kita bisa memilah aplikasi yang dirasa kurang bermanfaat bagi kita dan menghapusnya. Ingat, bahwa less is more. Lalu, lakukan aktivitas offline lebih banyak lagi di waktu-waktu yang biasa kita gunakan untuk menggunakan gadget. Banyak hal yang bisa kita lakukan, seperti mencari hobi baru, melukis, membuat kerajinan tanah liat, bergabung dalam komunitas baru, berolahraga, sampai bermain musik. Terakhir, ciptakan waktu untuk diri sendiri, biarkan pikiran kita menjelajahi ruang yang belum pernah kita masuki, dan mulai berkarya kembali.
Digital minimalism adalah sebuah proses. Ini adalah tentang menyadari pilihan kita, apa yang kita izinkan masuk dalam dunia digital kita. Ini bukan sebagai penolakan terhadap teknologi dan segudang manfaatnya yang luar biasa bagi perkembangan dunia, tetapi tentang penggunaan teknologi yang disengaja (intentional) sehingga dapat membantu aktivitas kita, bukan justru menghalangi untuk menjalani kehidupan yang kita impikan.