Berkat media sosial seperti Instagram dan TikTok, kita menjadi lebih mengenal bagaimana kehidupan hedonisme telah menjamur di kalangan anak muda. Tak mengherankan segala cara dilakukan untuk bisa mengikuti gaya hidup enak dan menyenangkan seperti yang ditampilkan di dalam dunia digital tersebut.
Padahal gaya hidup inilah yang mesti dihindari, sebab akan berdampak pada masa depan keuangan kita. Tapi bagaimana biar tidak terjebak dalam lingkaran 'setan' yang menyesatkan ini?
Aktor sekaligus Industry Specialist Film Investment, Herjunot Ali pun berbagi pendapatnya soal fenomena gaya hidup hedonisme dalam event Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Financial Festival 2025 di Medan. Menurutnya, ketika seseorang tidak melek soal literasi keuangan, maka yang akan terjadi adalah lebih besar pasak dia daripada tiang. Apalagi, masifnya penggunaan media sosial pada masa kini membuat sebagian masyarakat semakin sulit terhindar dari gaya hidup hedon.
"Karena maksudnya setiap hari itu kan kita lihat siapa beli mobil baru, oh dia bisa liburan terus. Waktu saya jaman masih muda, juga kayak gitu, terpengaruh sama keadaan gitu, padahal sebenarnya nggak mampu-mampu banget," ungkap Herjunot di sesi Educational Class LPS Financial Festival 2025 beberapa waktu lalu.
Herjunot bahkan mengaku pernah mengalami kesalahan dalam mengatur finansial di masa lalu. Berbekal pengalaman pahit tersebut, ia menyarankan agar masyarakat lebih cepat menabung atau melakukan investasi. Apalagi, menabung di bank sekarang sudah aman karena dijamin oleh LPS.
Dia juga mengatakan, generasi muda sebenarnya tidak perlu takut mengambil keputusan finansial yang salah. Sebab, semakin banyak membuat kesalahan, semakin matang juga pemahaman finansial yang didapat oleh anak-anak muda, sehingga di kemudian hari mereka tidak kembali masuk ke dalam instrumen keuangan yang kurang dipahami.
Lain lagi dengan pendapat aktris Raline Shah, yang juga merupakan Staf Komdigi. Dirinya menyebut, kebutuhan setiap manusia terbagi menjadi tiga jenis. Di antaranya adalah kebutuhan primer yang mencakup sandang, pangan, dan papan.
Selanjutnya, kebutuhan sekunder berupa sarana komunikasi dan transportasi. Terakhir, ada kebutuhan tersier yang mencakup hal-hal mewah atau heboh yang tidak dibutuhkan. Jika sudah mengetahui klasifikasi kebutuhan tersebut, maka setiap orang bisa mulai mengatur keuangannya berdasarkan skala prioritas.
"Jadi sebelum spending, biasanya aku selalu merasa shopping itu bikin aku agak stress. Soalnya kayak, oke aku selalu mikir, 'ini kebutuhan apa sih? Ini kebutuhan tersier, kebutuhan sekunder, yang pertama udah terpenuhi nggak?' Jadi kita harus bisa mengkotakkan itu," kata Raline.
Dirinya pun berpendapat, pada dasarnya setiap orang perlu mencari tahu ukuran nilai dari diri sendiri yang membuatnya bisa bahagia. Dengan demikian, setiap orang tidak perlu merasa FOMO ketika melihat gaya hidup yang cenderung hedon.
Nah biar kamu lebih bisa mengatur keuangan, Pemimpin Bidang Marketing Communication PT Bank Sumut, Hendy Arief memberikan beberapa tips agar kesehatan keuanganmu tetap terjaga walau pengeluaran juga banyak.
Menurut dia, pada umumnya dana yang dimiliki tiap individu masyarakat dapat dibagi dalam tiga porsi pengeluaran dengan persentase 50%, 30%, dan 20%. Bila dirinci, sebanyak 50% untuk kebutuhan bulanan. Kemudian, sebesar 30% untuk pengeluaran gaya hidup seperti nongkrong, hiburan, dan traveling. Lalu 20% sisanya dipakai untuk tabungan.
Meski demikian, Hendy mengatakan persentase alokasi keuangan tersebut bukan rumus valid. Pembagian pos pengeluaran tersebut bergantung kembali dengan kondisi finansial masing-masing masyarakat.
(DIR/DIR)