Insight | Business & Career

Anak Muda Menjawab Dilema "Kerja Sesuai Passion atau Gaji?"

Kamis, 16 Mar 2023 13:44 WIB
Anak Muda Menjawab Dilema
Foto: Unsplash
Jakarta -

Namanya anak muda, semangatnya membara untuk mengejar impian dan passion-nya. Tapi, saat sudah tercebur ke dunia kerja, tak jarang mereka didatangkan kesadaran bahwa passion saja tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sebab, pada akhirnya, hasil pendapatan lah yang menentukan 'kemakmuran' seseorang. Berangkat dari sini, tak sedikit yang akhirnya meninggalkan passion dan mulai bekerja untuk mendapatkan gaji yang sesuai.

Menginjak dunia kerja, tak sedikit dari kita yang didatangi oleh dilema mendalam tentang jalan karir yang ditempuh. Padahal saat lulus kuliah, banyak orang mengejar ambisi untuk bekerja di kantor impian yang umumnya tak jauh kaitannya dari gelar yang sudah diperjuangkan selama bertahun-tahun. Idealnya, mereka akan berkecimpung di dunia karier yang sejalan dengan minat ataupun sesuai jurusan kuliah yang sudah dijalani. Namun, hidup nyatanya tak semulus apa yang dibayangkan.

Sekarang, sudah menjadi hal yang lumrah jika kita berkecimpung di industri yang jauh berbeda dengan jurusan yang kita ambil. Meski jauh dari passion, "yang penting gajinya oke," atau bahkan "yang penting kerja dan digaji." Sementara bagi orang lain, passion itu jadi titik awal untuk meniti karir hingga akhirnya tetap membuat mereka termotivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai perdebatan ini, kami berbincang singkat dengan tiga narasumber yang baru akan terjun ke dunia karir, ataupun mereka yang sudah berkecimpung lama di dunia kerja.

Anak Muda Menjawab Dilema “Kerja Sesuai Passion atau Gaji?”Anak Muda Menjawab Dilema “Kerja Sesuai Passion atau Gaji?”/ Foto: Unsplash

Pertama, Salsabilla (21 tahun), seorang mahasiswi tingkat akhir jurusan Psikologi menyatakan bahwa dirinya lebih memilih untuk bekerja sesuai passion sebagai langkah awal. "Kalau disuruh memilih, pastinya aku memilih pekerjaan yang aku suka. Dari situ, aku mungkin bisa menganalisa beberapa peluang kerja yang sesuai dengan passion-ku itu dan juga menyesuaikannya dengan kemampuan aku," ungkapnya.

Hal ini bertolak belakang dengan testimoni Ella (27 tahun), seorang digital marketing yang bekerja di agensi periklanan. Ella yang sudah mencicipi beberapa pekerjaan menyatakan bahwa gaji itu sangat krusial manfaatnya dalam mencukupi kebutuhan. "Yang pertama pastinya untuk gaji, ya. Kita sebagai manusia pasti relate lah; kalau nggak ada uang kita nggak bisa hidup, nggak bisa makan, dan nggak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Ella. "Alhamdulillah-nya saya kerja sesuai passion yang saya miliki, meskipun dulu saya kuliah di jurusan Sastra Jepang." Dari sosok Ella juga kita belajar realitanya bahwa passion itu belum tentu harus selalu sejalan dengan output dari pendidikan yang kita tempuh.

Di satu sisi, Rauf (30 tahun), seorang wiraswasta asal Makassar setuju dengan pendapat Ella. Namun, dirinya menambah perspektif baru tentang realita dunia kerja. "Sebenarnya, dunia kerja itu nggak bicara soal passion lagi, tetapi kembali ke kemampuan pribadi masing-masing. Sebab, gaji itu akan mengikuti kualitas yang kita punya," ucap Rauf. "Banyak di antara kita ingin digaji tinggi tapi (punya) kualitas rendah," tambahnya.

Mungkin terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Namun, berbicara dari umur ketiga narasumber yang berbeda, Salsabilla, calon fresh graduate yang notabene nya belum pernah terjun ke dunia kerja masih menerbangkan ambisinya untuk meniti karir sesuai minat. Tetapi saat sudah mencicipi dunia kerja, pemikiran kita menjadi lebih realistis layak Ella yang mengatakan bahwa gaji itu lebih penting untuk bisa menghidupi diri kita. Hanya saja, melalui Rauf lah kita belajar bahwa sebenarnya value itu yang menentukan berapa besarnya gaji yang sesuai untuk kita.

Anak Muda Menjawab Dilema “Kerja Sesuai Passion atau Gaji?”Anak Muda Menjawab Dilema “Kerja Sesuai Passion atau Gaji?”/ Foto: Unsplash

Untuk menutup wawancara singkat tersebut, pertanyaan selanjutnya jatuh pada motivasi kerja; jadi sebenarnya, yang membuat semangat bekerja tetap utuh itu passion atau gaji?

Jawaban Rauf tetap sejalan dengan pendapat awalnya, "Nggak bisa dimungkiri, orang pasti bicara tentang gaji. Tapi ini kembali ke diri masing-masing bahwa kita pantas digaji berapa. Dan itu balik lagi ke kemampuan. Karena, kalau bicara salary, pertanyaannya "Kamu bisa kerjain ini nggak? Kalau nggak bisa, ngapain harus saya gaji tinggi?" katanya.

Sementara, Ella tetap percaya bahwa keduanya bisa dijadikan motivasi kerja secara imbang. "Passion yang akan mendapatkan cuan," jawab Ella dengan pasti.

Lain sisi, Salsabilla tetap konsisten dengan jawabannya. "Aku lebih ke passion, sih. Psikologi ini adalah salah satu passion yang aku perjuangkan. Sebelumnya, jurusan ini ditentang sama orang tua karena dari segi reasoning-nya orang tua aku belum dapat apa yang betul-betul make sense. Tapi sejauh ini, aku udah menunjukkan bahwa psikologi adalah passion yang tepat buat aku saat ini dan kedepannya," ungkap Salsabilla.

Sebenarnya, tak ada yang salah dari keduanya. Kalian bisa menempuh karir yang sesuai dengan minat ataupun sesuai dengan gaji. Semua kembali ke tujuan akhir yang ingin dicapai. Semoga baik Salsabilla, Ella, ataupun Rauf, bisa mendapatkan pelajaran berharga di masing-masing bidang pekerjaannya untuk membuat keputusan terbaik dan memperoleh keuntungan yang lebih baik lagi kedepannya!

(HAI/tim)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS