Insight | Business & Career

Micromanage di Lingkungan Kerja Itu Nggak Baik, Ini Alasannya

Kamis, 20 Oct 2022 19:31 WIB
Micromanage di Lingkungan Kerja Itu Nggak Baik, Ini Alasannya
Foto: Adobe Stock
Jakarta -

Menurut International Journal of Business Management Invention, micromanaging merupakan sebuah manajemen kepemimpinan di mana seorang atasan melakukan pengamatan yang berlebih terhadap kinerja bawahannya. Alih-alih melakukan pengawasan untuk meningkatkan produktivitas kerja, micromanaging dapat menjadi senjata makan tuan bagi para atasan/manajer. Gaya kepemimpinan yang satu ini sudah menjadi istilah yang memiliki konotasi negatif di dunia karir.

Lebih lanjut, micromanaging merupakan metode pengelolaan yang bertumpu pada hal-hal kecil yang sebenarnya tak patut untuk dipermasalahkan. Sebagai contoh, jika atasan sering memperhatikan gerak-gerik karyawan bekerja hingga cemas terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya.

Micromanagement lahir dari tidak adanya kepercayaan terhadap sebuah tim. Bisa dikarenakan pengalaman sebelumnya dalam memimpin tim lain, atau memang watak atasan yang sulit untuk percaya dengan orang lain. Dari sini, mereka cenderung melakukan kontrol berlebih, memerintahkan hal-hal yang kurang jelas, hingga melakukan delegasi tugas yang kacau. Wajar bila pada akhirnya gaya kepemimpinan satu ini bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan diri para karyawan dalam melakukan tugasnya secara mandiri. Jika terus berlanjut, karyawan cenderung akan bergantung pada perintah atasannya, tidak kreatif, terjadi penurunan performa, paranoid, susah fokus, tidak percaya dengan atasan, merasa tidak dihargai, dan lainnya.

Kenali tanda-tanda micromanagement
Tentunya, gaya kepemimpinan ini tak dapat dibiarkan karena dapat menjadi siklus yang melahirkan lingkungan kerja yang tidak sehat. Beberapa pakar bahkan meyakini bahwa micromanagement merupakan salah satu faktor kuat dalam menghancurkan budaya tim.

Berangkat dari ketidakpercayaan terhadap anggota tim, para micromanager tak jarang melakukan delegasi tugas yang buruk. Bukannya memberikan detail dan deskripsi tugas yang memadai, micromanager malah terdorong untuk berorientasi pada detail dalam proses pelaksanaan tugas. Bahkan, mereka tak segan untuk mengawasi dan memberi arahan secara perorangan. Hal ini seringkali memperumit birokrasi di dalam tim karena semua hal baru boleh dilakukan berdasarkan persetujuannya.

Hingga akhirnya mereka tidak pernah puas dengan kerja tim karena tertanam sebuah mindset bahwa anggota timnya tidak dapat melakukan tugas sebaik yang dilakukan para micromanager dan hanya akan memuji hasil pekerjaannya sendiri. Sehingga, wajar bila sikap-sikap diatas membuat karyawan tertekan dan merasa tidak percaya diri dengan kerjaannya.

Bagaimana cara menghentikannya?
Jika kamu berposisi sebagai atasan yang melakukan micromanagement, ada beberapa hal yang harus dibenahi agar work flow tim dan produktivitas karyawan lebih terjaga. Pertama, cukup tentukan target tim tanpa diikuti dengan dikte-mendikte bagaimana seharusnya mereka melakukannya secara detail. Hal ini bisa dimulai dengan mencoba menumbuhkan kepercayaan kepada anggota tim. Jika mereka melakukan kesalahan, biarkan dijadikan pelajaran untuk berkembang. Ingatlah bahwa trial and error dalam bekerja merupakan hal yang wajar.

Daripada fokus pada cara kerja karyawan secara berlebih, fokuslah pada budaya kerja. Seorang atasan harus dapat menjelaskan alasan dan nilai mengapa karyawan harus mengerjakan dan menyelesaikan sebuah tugas. Dengan begitu, terbangun sebuah keyakinan sehingga karyawan dapat memahami nilai dan pola pikir yang dianut perusahaan dan atasan. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan dan membimbing, bukan hanya memberi perintah.

Komunikasi juga menjadi faktor penting dalam menghindari micromanagement dalam sebuah tim. Arahan dan petunjuk secara jelas terkait tugas yang akan dilaksanakan wajib untuk disampaikan. Diskusi dengan seluruh anggota tim dan membuka ruang untuk opini serta evaluasi merupakan langkah yang penting dalam membangun lingkungan kerja yang sehat.

Terakhir, bawahan adalah rekan. Bukan bidak yang dapat dikendalikan untuk memuaskan hasrat kerja. Jika perspektif ini ditumbuhkan, maka kepercayaan otomatis akan terbangun dengan sendirinya.

Pada akhirnya, micromanagement lambat laun akan membatasi kemampuan anggota tim untuk berkembang sekaligus membatasi tim untuk mencapai tujuan. Maka dari itu, penting untuk mengetahui ciri-ciri micromanagement agar dapat mengubah pola pikir serta perilaku untuk mencapai kepentingan bersama sebuah tim.

[Gambas:Audio CXO]

(HAI/alm)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS