Buku Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern, karya sejarawan dan penulis ternama Belgia, David Van Reybrouck, resmi diluncurkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama di Gramedia Jalma. Buku setebal 742 halaman ini menghadirkan babak-babak perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam konteks yang lebih luas: sebagai bagian dari gelombang besar dekolonisasi dunia pasca-Perang Dunia II.
Dalam acara diskusi peluncuran buku, Senin (3/11/2025) siang, Van Reybrouck menyoroti bagaimana Revolusi Indonesia bukan sekadar narasi nasional atau kolonial, melainkan sejarah global yang jarang diangkat para sarjana Barat. "Indonesia bukan hanya bangsa pertama yang memproklamasikan kemerdekaan setelah Jepang menyerah pada 1945, tetapi juga bangsa yang menyalakan obor kebebasan bagi negara-negara lain," tuturnya.
Gugatan atas Sejarah Dunia yang Barat-Sentris
Van Reybrouck merampungkan buku ini setelah melakukan riset lintas benua selam bertahun-tahun. Ia mewawancarai hampir 200 saksi mata peristiwa seputar Perang Kemerdekaan RI (1945-1949) di berbagai pelosok-mulai dari panti wreda, desa-desa dan pulau terpencil di Indonesia-hingga menelusurinya sampai ke Nepal, dan tentunya: Jepangserta Belanda.
Ia mengaku, ambisinya menulis buku ini berangkat dari kegelisahan terhadap penulisan sejarah global yang Barat-sentris. Selama ini, ia memang terkenal kritis terhadap peristiwa-peristiwa besar dunia, seperti halnya: Revolusi Prancis (1789-1799) dan Revolusi Rusia (1917).
Sikap itu juga ia kemukakan melalui sejumlah buku penting, seperti Congo: The Epic History of a People (2010) yang telah diganjar puluhan penghargaan, serta Against Elections (2013), yang telah diterjemahkan ke lebih dari dua puluh bahasa dan sempat memicu percobaan demokrasi partisipatoris di negara-negara Eropa.
Menurut hasil risetnya yang tertuang di dalam Revolusi, Kemerdekaan Indonesia nyatanya mampu memengaruhi gerakan dekolonisasi di berbagai negeri jajahan lain, bahkan menginspirasi tokoh gerakan anti-diskriminasi dan HAM di Amerika Serikat. Gagasan mengenai dekolonisasi ini juga telah diujinya di Belanda, tempat ia berdomisili sekaligus lokasi perilisan perdana buku Revolusi (2020) yang langsung laris manis.
Mengelindankan Satu Kejadian ke Kejadian Lain
Di dalam Revolusi, Van Reybrouck menggunakan pendekatan jurnalistik-sastrawi yang membuat narasi padat dengan padanan fakta sejarah, kesaksian personal, dan konteks geopolitik global. Salah satu bab pembukanya bahkan mengungkit kapal masyhur, Van der Wijck—bukan versi novel Buya Hamka, tetapi jembatan narasi diskriminatif di era kolonialisme Hindia Belanda.
Van Reybrouck mencoba membandingkan kapal elegan Van der Wijck dengan era kolonialisme Belanda yang begitu arogan tapi dalam waktu singkat berubah. Melalui Van der Wijck yang tenggelam dalam waktu singkat di perairan Lamongan, pada 20 Oktober 1936, ia melihat kesamaan pola pada tumbangnya pemerintahan Hindia Belanda, yang terjadi tujuh tahun berselang akibat invasi Jepang.
Sebagai klimaks, Van Reybrouck memilih pengaruh Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung, 18-24 April 1955, terhadap perubahan dunia. Menurutnya, pidato Soekarno saat itu berhasil memancing gelombang semangat merdeka yang menggelegar dalam skala lebih besar bagi sejumlah negara Asia-Afrika.
Dalam amatan ini, Van Reybrouck mengatakan KAA sebagai episentrum gelombang besar yang mengubah dunia dan menginspirasi pergerakan humanis-nasionalis seperti Martin Luther King Jr. sampai Nelson Mandela.
Suplemen Penting untuk Generasi Muda
Andi Tarigan, Chief Editor Gramedia Pustaka Utama, mengungkap buku ini begitu penting untuk sejarah bangsa. "Van Reybrouck berhasil menulis sejarah Indonesia dengan cara yang hidup dan mendunia. Ia menghubungkan perjuangan kemerdekaan kita dengan konteks internasional yang jarang disentuh oleh sejarawan Barat," jelas Andi.
Setelah lebih dulu beredar dalam versi bahasa Belanda pada 2020 dengan judul Revolusi: Indonesië en het ontstaan van de moderne wereld, kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris pada 2024, versi Revolusi yang diterbitkan Gramedia ini juga siap menjadi bekal bergizi bagi lebih banyak insan, termasuk pelajar dan akademisi tanah air.
Yang menjadi krusial: buku ini tidak sama sekali mewakili sudut pandang chauvinisme, tetapi mampu mengilustrasikan sepak terjang bangsa Indonesia dari masa pra-kemerdekaan secara logis dan lebih nyata.
Buku Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern edisi terjemahan bahasa Indonesia tersedia di seluruh toko Gramedia dan dapat dibeli secara daring melalui Gramedia.com.
(RIA/RIA)