Megah, modern, dan memukau. Itulah tiga kata yang menggambarkan atmosfer Pagelaran Sabang Merauke 2025 yang diselenggarakan di Indonesia Arena Jakarta, Jumat (22/8). Beruntung CXO Media berkesempatan menyaksikan langsung kemegahan artistik dari premiere show Pagelaran Sabang Merauke - The Indonesian Broadway 2025 "Hikayat Nusantara".
Mengusung tema "Hikayat Nusantara", nuansa Pagelaran Sabang Merauke tahun ini sudah terasa bahkan sebelum acara dimulai. Begitu memasuki gate utama, pengunjung disambut dengan beragam instalasi seni kontemporer dari cerita rakyat nusantara.
Instalasi seni kontemporer/Foto: Arlandy Ghiffari |
Menjelang pukul 15.00, ribuan pengunjung yang sebagian besar mengenakan pakaian khas nusantara mulai memadati pintu masuk menuju main stage. Menariknya, banyak orang tua yang membawa serta anak-anak mereka untuk menunjukkan bahwa acara ini memang diniatkan sebagai edukasi budaya.
"Pagelaran Sabang Merauke sejak pertama kali dicetuskan memang tidak semata ingin menjadi pertunjukan spektakuler. Kami ingin membangun kecintaan terhadap tradisi dan kebudayaan Indonesia. Hal ini sudah dimulai dari pelaku seni Pagelaran Sabang Merauke itu sendiri. Mereka tidak cuma belajar bagaimana tampil dengan baik, tapi juga saling mempelajari kebudayaan satu sama lain," ungkap Rusmedie Agus, sutradara Pagelaran Sabang Merauke.
Acara dibuka dengan kemunculan dua Punakawan, Bagong (Indra Bekti) dan Petruk (Risang Janur Wendo), sebagai tokoh protagonis sekaligus host yang memandu jalannya acara, ditemani Zee (Zahara Christie) sebagai representasi dari generasi muda.
Ketiganya menerima sebuah tugas dari Semar untuk menghadapi bahaya laten yang mengancam tradisi dan kebudayaan Indonesia. Tugas ini membawa Bagong, Petruk, dan Zie melakukan perjalanan keliling nusantara mencari pasukan untuk menghadapi bahaya laten tersebut.
Berbagai tarian nusantara hingga kontemporer berpadu di Pagelaran Sabang Merauke./ Foto: iForte |
Olah Rasa di Atas Panggung
Pagelaran Sabang Merauke tahun ini mengangkat cerita rakyat yang telah hidup berabad-abad dalam memori kolektif masyarakat Indonesia. Cerita-cerita tersebut diwakili oleh lima tokoh utama, yakni Malin Kundang, Si Tumang, Mahadewi, Calon Arang, dan Yuyu Kangkang.
Masing-masing tokoh dihadirkan sebagai simbol nilai dan refleksi kehidupan. Malin Kundang melambangkan kompleksitas relasi ibu dan anak. Si Tumang, anjing setia dalam legenda Sangkuriang, melambangkan batas antara alam manusia dan makhluk hidup lain yang semestinya dijaga.
Mahadewi tampil sebagai penjaga keseimbangan semesta. Calon Arang ditampilkan sebagai narasi sejarah yang menyimpan makna mendalam tentang stigma dan perlawanan. Yuyu Kangkang melambangkan bahwa musuh sesungguhnya berasal dari dalam diri manusia sendiri.
Keseluruhan alur cerita dibawakan dalam 21 adegan tarian dan nyanyian dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Setiap adegan dibawakan dengan pendekatan teatrikal modern yang memadukan tata cahaya, multimedia, dan koreografi yang sangat dinamis. Panggung Pagelaran Sabang Merauke menjelma menjadi mozaik kebudayaan yang megah.
Emosi penonton digiring naik-turun sepanjang tiga jam pagelaran. Ada momen-momen ketika penonton merasakan keharuan yang menyayat lewat lantunan "Butet" dari tanah Batak, rasa rindu akan kejayaan masa silam dalam lagu "Gending Sriwijaya", suasana sakral dan magis dalam "Tembang Calon Arang" dari tanah Dewata, hingga dibuat tertawa dengan tingkah lucu anak-anak yang berperan sebagai semut dalam lagu "Injit-Injit Semut".
Tepuk tangan penonton pecah ketika Yura Yunita melayang di atas panggung dengan sling membawakan lagu "Mahadewi" bersama Padi Reborn. Berperan sebagai tokoh Mahadewi, penyanyi kelahiran Jawa Barat ini mengenakan kostum hijau khas daerah Yogyakarta.
Yura Yunita membawakan lagu "Mahadewi"/Foto: Pagelaran Sabang Merauke |
Namun, Yura mengaku lebih deg-degan membawakan lagu "Mahadewi" ketimbang melayang di ketinggian. "Yang paling menantang buat aku justru saat membawakan lagu "Mahadewi" karena idolaku semuanya ada di sini dari Padi Reborn," kata Yura.
Pagelaran Sabang Merauke juga mengajak penonton terlibat secara langsung. Dalam alunan lagu "Lulo" dari Sulawesi Tenggara, penonton diajak naik ke panggung untuk ikut menari, saling bergandengan tangan, dan bergerak mengikuti irama yang riang.
Klimaks dalam cerita ini adalah perang besar antara pasukan yang dipimpin Malin Kundang dengan Yuyu Kangkang yang dibalut lewat alunan lagu "Syukur". Perpaduan antara ketegangan di panggung dengan lantunan syair penuh penghayatan itu menghadirkan kontras yang menggugah.
Di tengah-tengah perang, tokoh Semar masuk dan mengatakan bahwa Bagong, Petruk, dan Zee salah mengartikan pesannya. Bagi Semar, peperangan sejati adalah melawan keterputusan jati diri sebagai manusia Indonesia, bukan mengalahkan musuh di luar sana.
Perang besar antara pasukan Malin Kundang dan Yuyu Kangkang/ Foto: Arlandy Ghiffari |
Keseluruhan cerita dalam Pagelaran Sabang Merauke tidak hanya menyajikan olah raga dalam berbagai bentuk gerak dan tarian, tetapi juga olah rasa melalui pesan-pesan mendalam di balik kekayaan hikayat nusantara.
Kolaborasi Epik
Sebanyak 1.500 pelaku seni, termasuk 351 penari, 60 musisi orkestra, dan sejumlah penyanyi nasional yang terlibat dalam Pagelaran Sabang Merauke menjadi bukti bahwa pementasan ini tidak mungkin terwujud tanpa kolaborasi.
Dari sisi koreografi, para penari diaudisi dari Sabang sampai Merauke untuk memastikan representasi yang otentik dan mencari penampil terbaik. Setelah melewati proses seleksi yang ketat, mereka menjalani karantina latihan selama tiga bulan di Yogyakarta.
Desain kostum para penari pun melibatkan 19 desainer dan dilakukan dengan sangat detail. Hal ini disampaikan oleh Era Soekamto, salah satu desainer Pagelaran Sabang Merauke, "Kami mendesain kostum-kostum ini secara handmade di balik setiap tenun, songket, dan sebagainya."
Sementara itu, dari sisi musik, orkestra di bawah arahan Avi Priatna menjadi pengikat di setiap adegan. "Saya merasa bersyukur diberikan kesempatan untuk berkolaborasi dengan musisi dan penyanyi yang luar biasa. Notasi musik yang saya bayangkan ternyata bisa terwujud dalam Pagelaran Sabang Merauke ini," ucap Avi Priatna.
Dukungan penuh juga datang dari iForte dan BCA selaku pihak penyelenggara Pagelaran Sabang Merauke 2025. "BCA senantiasa memberikan support melalui Bakti Budaya agar budaya Indonesia yang beragam bukan hanya lestari, tetapi juga berkembang lintas generasi," kata Antonius Widodo, Direktur BCA.
Setelah sukses dengan pementasan tahun ini, publik menantikan kejutan tema dan kemegahan baru yang akan dihadirkan Pagelaran Sabang Merauke di tahun depan.
Penulis/Reporter: Arlandy Ghifarri
(ktr/DIR)
Instalasi seni kontemporer/Foto: Arlandy Ghiffari
Berbagai tarian nusantara hingga kontemporer berpadu di Pagelaran Sabang Merauke./ Foto: iForte
Yura Yunita membawakan lagu "Mahadewi"/Foto: Pagelaran Sabang Merauke
Perang besar antara pasukan Malin Kundang dan Yuyu Kangkang/ Foto: Arlandy Ghiffari