Interest | Art & Culture

Menyingkap Gelap: Rekomendasi Film Tentang Sejarah Politik Indonesia

Selasa, 13 Feb 2024 18:00 WIB
Menyingkap Gelap: Rekomendasi Film Tentang Sejarah Politik Indonesia
Foto: Various
Jakarta -

Walau terhitung sebagai negara yang cenderung muda, banyak bagian sejarah Indonesia yang luput dari kesadaran masyarakat luas. Namun, upaya-upaya untuk menyingkap "kegelapan" dari berbagai periode sejarah politik Indonesia selalu ada dari masa ke masa—termasuk di antaranya pada medium film.

Melalui film, apa yang sebelumnya tertutup atau ditutupi kini bisa diakses secara lebih luas, melewati generasi dan batasan-batasan geografis. Berikut beberapa rekomendasi film terkait sejarah politik Indonesia dari tim redaksi CXO Media!

Dirty Vote

Dirilis pada 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB, Dirty Vote garapan Dandhy Laksono langsung mencuri perhatian masyarakat Indonesia tepat menjelang Pemilu 2024. Dokumenter ini memaparkan tentang kecurangan terorganisir pada Pemilu 2024 melalui perspektif sejumlah pakar hukum tata negara di Indonesia—Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Dengan kontribusi researcher Helmi Lavour, Kafin Muhammad, Nurdinah Hijrah, Rino Irlandi, dan Joni Aswira, dokumenter berdurasi 1 jam 57 menit ini sedikit demi sedikit mengupas bagaimana demokrasi di Indonesia direkayasa sedemikian rupa melalui aksi kecurangan yang bukannya tidak diketahui oleh publik, namun tanpa pernah menemui tindak lanjut. Peta persebaran kekuasaan pun dipaparkan, lengkap dengan data. Tidak tanggung-tanggung, Dirty Vote juga secara lantang menyampaikan kritik kepada pemerintah mengenai bagaimana praktik demokrasi di Indonesia telah "dirusak".

Dirty Vote bisa disaksikan di kanal YouTube PSHK Indonesia.

[Gambas:Youtube]

Eksil

Satu lagi dokumenter Indonesia yang menarik perhatian publik beberapa saat ke belakang, Eksil karya Lola Amaria sebetulnya pertama dirilis pada tahun 2022, namun baru bisa disaksikan secara luas pada tahun ini. Produksinya sendiri memakan waktu lebih lama lagi—hampir satu dekade—karena sulitnya merealisasikan proyek dengan skala ini. Rumitnya proses tersebut tertuang dengan sangat memuaskan dalam film yang dikemas sangat baik ini.

Menceritakan tentang sejumlah mahasiswa Indonesia yang dikirim menuntut ilmu ke negara asing pada masa pemerintahan Soekarno. Naas, kewarganegaraan mereka tidak diakui pasca peristiwa 1965 karena kecurigaan terhadap koneksi mereka dengan PKI. Para eksil ini kemudian menghabiskan berdekade-dekade hidup mereka dalam pengasingan, dengan rasa rindu terhadap tanah air yang entah kapan bisa dikunjungi kembali. Walau dicampakkan, nyatanya rasa cinta mereka terhadap Indonesia tak pernah luntur seiring waktu berjalan. Walau banyak menyakitkan, Eksil memberikan potret yang utuh dan bittersweet tentang mereka yang berusaha dilupakan oleh negara,

Eksil masih bisa disaksikan di beberapa bioskop. Informasi mengenai pemutaran kolektif bisa ditemui di laman Instagram Lola Amaria.

You and I

Masih berkisar soal peristiwa 1965, dokumenter satu ini diadaptasi dari buku Pemenang Kehidupan karya Adrian Mulya dan Lilik HS. You and I mengikuti kehidupan dua orang sahabat berusia lanjut, Kaminah dan Kusdalini. Persahabatan keduanya yang telah terjalin sejak puluhan tahun itu bukan terbentuk ketika bersekolah atau berada di lingkungan pergaulan yang sama, melainkan di penjara ketika mereka ditangkap atas kecurigaan keterlibatan dengan PKI.

Bagaimana kecurigaan tersebut bisa memberikan stigma negatif yang terus melekat dieksplorasi dalam You and I. Nasib yang pahit ini juga membuat ikatan yang dimiliki Kaminah dan Kusdalini sangat mendalam, bahkan melebihi hubungan dengan keluarga sendiri. Karya sutradara Fanny Chotimah ini memperlihatkan bagaimana tragedi bisa menyatukan kita dan membentuk hubungan yang berarti.

You and I bisa disaksikan di Bioskop Online.

Istirahatlah Kata-Kata

Satu-satunya film non-dokumenter pada list kali ini, Istirahatlah Kata-Kata Karya Yosep Anggi Noen menceritakan tentang perjalanan hidup penyair Widji Thukul. Dikenal sebagai ikon perjuangan hingga saat ini, Widji Thukul merupakan seorang penyair yang vokal menyatakan kritiknya terhadap pemerintahan rezim Soeharto. Bahkan ketika situasi politik memanas dan keselamatannya terancam, keteguhan Widji Thukul tidak pernah goyah.

Keteguhan tersebutlah yang mengantarkan Widji Thukul pada pengasingan, serta kemudian penghilangan. Selain fokus utamanya, Istirahatlah Kata-Kata juga menggambarkan realita hidup di zaman Orde Baru yang represif. Gap antara masa Orde Baru dan kini membuat kehidupan di masa tersebut asing bagi mayoritas generasi muda—menjadikan Istirahatlah Kata-Kata sebagai film yang penting untuk disaksikan.

Istirahatlah Kata-Kata bisa disaksikan di Bioskop Online.

Itulah beberapa film tentang politik dan sejarah Indonesia yang saling berkaitan. Walaupun subjeknya diselimuti kontroversi, tetapi wawasan yang terkandung darinya bisa menemanimu di waktu tenang ini.

[Gambas:Audio CXO]

(cxo/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS