Pameran Indonesian Contemporary Art & Design atau ICAD kembali hadir di Grand Kemang, Jakarta Selatan, untuk edisi ke-13. Mengusung manifesto kuratorial "Feel-Good Lab", pameran tahun ini diibaratkan sebagai laboratorium eksperimental di mana seniman, desainer, dan publik di dalamnya bisa mengeksplorasi berbagai emosi.
Kembali dikuratori oleh Amanda Ariawan dan Prananda L. Malasan, masifnya skala pameran ini sukses membawa diskursus seni dan desain pada publik lebih luas. Seperti tahun sebelumnya, ICAD dihadiri oleh pengunjung dalam jumlah yang besar dan demografi yang beragam—mirip seperti karya-karya di dalamnya yang hadir dari berbagai disiplin kreatif.
Substansial, Namun Tetap Menggelitik
Tak hanya mengajak pengunjung untuk melihat gagasan-gagasan yang dibawanya lebih lanjut, banyak karya di ICAD 13 yang juga mengundang senyum. Salah satu contohnya adalah Fitness Kampung karya Conture Concrete Lab. Instalasi ini menyoroti budaya "ngakalin" orang Indonesia, atau pemanfaatan kreativitas dalam membuat sesuatu secara makeshift dari material yang ada di sekitar—dalam kasus ini, peralatan gym dari material beton. Mayoritas orang perlu ke gym untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka inginkan, namun bagi kuli yang sehari-hari bekerja berat, tubuh mereka sudah terbentuk dari rutinitas. Koneksi inilah yang ditampilkan oleh Cut and Rescue bersama Kamengski dan para pekerja Jatiwangi Art Factory.
Alat gym berbahan beton dalam Fitness Kampung/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Existential Crisis of Dust karya Studio Pancaroba memberikan fokus pada bagian dari dunia seni rupa yang seringkali luput dari perhatian: petugas kebersihan. Dari beragam galeri di Jakarta dan Bandung, personel Studio Pancaroba mengumpulkan cerita sejumlah petugas kebersihannya, yang dituangkan dalam karya instalasi readymade berbentuk bilik pekerja yang dikelilingi tanda lantai basah—salah satunya bertuliskan "Seni bukanlah doa. Seni adalah apa yang laku di pasar. Seni adalah bukti transfer dari kolektor, tanpa itu kami tidak bisa hidup." Bagian dalam biliknya juga merangkum profesi petugas kebersihan galeri seni melalui found objects yang lekat dengan keseharian mereka.
Pemandangan bilik pekerja dalam Existential Crisis of Dust/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Instalasi yang menjadi highlight adalah kolaborasi antara Benyamin Suaeb Foundation, kolektif Cut and Rescue, label La Munai Records, dan studio desain Studio Woork berjudul Dunianye Bang Ben. Di dalam Penampilan Istimewa ini, pengunjung diajak merayakan legacy dari ikon Jakarta yang tak tergantikan,BenyaminSuaeb. Selain pemaparan perjalanan kariernya yang panjang, instalasi ini juga menampilkan arsip karya-karya Benyamin Suaeb dalam berbagai format—kaset pita, piringan hitam, potongan wawancara, foto, hingga piagam penghargaan. Ruang pamernya sendiri terbagi ke dalam sejumlah bagian, "Cerite Bang Ben", "Lika-liku Bang Ben", "Katenye Bang Ben", dan "Banda Bang Ben" yang kesemuanya memiliki fokus berbeda.
Sejumlah arsip karya Benyamin Suaeb/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Wacana pemindahan ibu kota Indonesia mendapat sorotan di Pindahin! (Jakarta ke Nusantara) oleh Ivonne Kani. Sang seniman mengaku bahwa awalnya ia tidak pernah terlalu memerhatikan proyek ini, namun bagaimana cara pemerintah menjustifikasi pemindahan ibu kota melalui berbagai "upaya promosi" sedikit demi sedikit menggelitik Ivonne. Metode "berjualan" ini kemudian dituangkannya dalam bentuk gerai promosional fiktif dengan maket dari plastisin, lengkap disertai brosur ala developer dan video promosi yang diputar berulang-ulang, sales promotion girl, serta permainan interaktif. Melalui permainan ini, pengunjung seakan diyakinkan untuk membebaskan lahan dalam pembangunan ibu kota baru di Nusantara.
Booth promosi fiktif Pindahin! (Jakarta ke Nusantara)/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Selain seniman dan desainer lokal, ICAD 13 juga menghadirkan seniman mancanegara, termasuk di antaranya adalah Forrest Wong dari Malaysia. Dalam karya performans durasional yang berjudul Yellow Series: Sunshine, Wong menuangkan kompleksitas emosi masa pandemi dengan membersihkan suatu bilik ruangan menggunakan iodin povidon, antiseptik yang digunakan sebagai disinfektan untuk luka, namun juga memiliki potensi berbahaya, termasuk iritasi kulit hingga gangguan ginjal. Aksi Wong dalam membersihkan ruangan merupakan metafora untuk kondisi mentalnya sendiri yang fluktuatif. Seperti kata "sunshine" yang terkandung di namanya, sinar matahari bisa mendukung atau membahayakan kehidupan.
Pasca-performans Yellow Series: Sunshine/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Mulai dari instalasi masif yang memenuhi ruangan, interior multifungsi, karya kolaboratif antardisiplin, instalasi interaktif, hingga banyak lainnya, tema kuratorial "Feel-Good Lab" hadir dengan nyata di tiap karya ICAD 13. Indonesian Contemporary Art & Design 13 bisa dikunjungi tiap hari antara pukul 10.00 dan 20.00 hingga tanggal 26 November 2023. Untuk berkunjung, book tiket gratis di laman ini atau aplikasi Artura ICAD.
(alm/tim)