Interest | Art & Culture

Review A Haunting in Venice: Perkawinan Apik Horor dan Misteri

Selasa, 19 Sep 2023 17:47 WIB
Review A Haunting in Venice: Perkawinan Apik Horor dan Misteri
Foto: Istimewa
Jakarta -

Kemanapun Hercule Poirot melangkah, kematian akan selalu mengikuti. Kisah fiktif karangan buku Agatha Christie ini sudah diangkat menjadi tiga film layar lebar yang mengikuti perjalanan detektif Poirot di kereta Orient Express menuju London, kapal pesiar di tengah Sungai Nil, dan sekarang, di sebuah mansion mewah berhantu di Venesia dalam A Haunting in Venice. Bagaimana review-nya?

Review A Haunting in VeniceReview A Haunting in Venice/ Foto: Istimewa

Review A Haunting in Venice

Film dibuka dengan hari-hari Poirot sebagai pensiunan detektif di Venesia, entah itu mengurus kumisnya yang melintang ataupun mencari dua telur simetrikal sesuai standarnya untuk sarapan. Meski sudah pensiun, masih banyak orang rela antri di depan kediamannya untuk meminta bantuan sang detektif. Mengatasi hal ini, Poirot mempekerjakan bodyguard Vitale Portfoglio (Riccardo Scamarcio) yang siap melindunginya.

Hingga pada suatu hari, Poirot bertemu lagi dengan kawan lamanya, seorang penulis novel misteri, Ariadne Oliver (Tina Fey) yang membujuk Poirot untuk datang ke pemanggilan arwah di malam Halloween. Poirot yang skeptis terhadap hal-hal mistis dan kepercayaan pun mengikuti sang novelis ke kediaman Rowena Drake (Kelly Reilly) untuk mengungkap kebohongan sang cenayang Joyce Reynolds (Michelle Yeoh). Sialnya, malam itu terjadi pembunuhan yang mengharuskan Poirot untuk kembali beraksi sebagai detektif.

Konsep utama semesta Hercule Poirot adalah murder mystery. Sehingga, apa jadinya jika logika digabungkan dengan hal-hal diluar nalar?

[Gambas:Youtube]

A Haunting in Venice sukses meleburkan elemen misteri dan supranatural dengan apik tanpa ada unsur yang lebih dominan antara keduanya. Jadi wajar saja jika banyak yang terpana dengan alur cerita ini, sebab pada dasarnya film horror dan film crime sama-sama membuat perhatian kita sulit teralihkan dari layar jika rasa penasaran itu tidak hanya dibangun, tapi juga dijaga hingga konklusi film.

Selain perkawinan genre yang sempurna, film bertabur bintang ini juga menampilkan performa dan pesona spesial dari deretan pemainnya. Kapan lagi dapat menyaksikan Michelle Yeoh berperan menjadi cenayang pemanggil arwah dan berputar-putar di kursi sambil berteriak bak kesurupan. Bahkan Jamie Dornan dengan perannya sebagai dokter yang memiliki trauma mental sukses membuat kita menunggu dirinya siap 'meledak' karena gerak geriknya yang selalu terlihat cemas. Sementara itu, performa Tina Fey seperti angin segar di film penuh ketegangan ini. Ia berhasil mencairkan suasana dengan manner komedi yang masih cocok dengan vibe keseluruhan film ini.

Review A Haunting in VeniceReview A Haunting in Venice/ Foto: Istimewa

Baik Murder on the Orient Express maupun Death on the Nile-seperti film murder mystery pada umumnya-lebih menitikberatkan pada pencarian motif dan alibi setiap karakter. Hal ini yang absen dalam A Haunting in Venice, yang secara bersamaan membuat karakterisasi di dalamnya terasa sedikit dangkal. Meski demikian, faktor ini sama sekali tidak mengganggu storyline yang berjalan dengan format yang kokoh.

Setelah Death on the Nile yang tak memberikan impresi yang memuaskan untuk film bergenre whodunit ini, rasanya wajar saja kalau ekspektasi untuk A Haunting in Venice terjun payung. Tapi pada akhirnya, A Haunting in Venice menjadi installment paling berbeda di antara dua film sebelumnya, dan mungkin film terbagus di dalam semesta Hercule Poirot pada saat ini.

(HAI/tim)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS