Interest | Art & Culture

Melangkah ke Semesta Eko Nugroho di Cut the Mountain and Let it Fly

Sabtu, 05 Aug 2023 15:00 WIB
Melangkah ke Semesta Eko Nugroho di Cut the Mountain and Let it Fly
Foto: ROH Projects
Jakarta -

Melangkah ke dalam pameran Cut the Mountain and Let it Fly yang berlokasi di ROH Projects, Jakarta, terasa seperti memasuki semesta buatan Eko Nugroho. Di dalamnya, pengunjung disambut oleh figur-figur dengan bahasa visual yang familiar bagi siapa pun yang mengenal karya Eko Nugroho, dalam skala dan warna yang berbeda-beda. Selama kariernya 20 tahun ke belakang, Eko Nugroho telah mengaburkan batas antara "high" dan "low" serta menciptakan bahasa visual yang kaya dan distingtif. Tentu, ia tidak bergerak secara statis. Di balik karakter kekaryaan yang kaya referensi, terdapat narasi kompleks mengenai kondisi sosiopolitikal Indonesia serta kapitalisme lanjut.

Nama pameran Cut the Mountain and Let it Fly sendiri merupakan referensi terhadap karya mural Eko Nugroho berukuran terbesar hingga saat ini yang dibuat untuk Biennale de Lyon: The Spectacle of the Everyday, 2009. Dalam karya yang menggambarkan sebuah gunung besar terpotong dua tersebut, Eko Nugroho mengangkat narasi mengenai makna yang terkandung dalam kata demokrasi, birokrasi, dan persatuan. Kalimat tersebut menjadi motif yang berulang, kali ini tertuang dalam bentuk tulisan di baju yang dikenakan karya patung berjudul Everyone Building Hope. Memang, pameran ini menampilkan banyak motif berulang dari karya-karya Eko Nugroho terdahulu, yang direkontekstualisasi dan dituangkan kembali dalam bentuk baru.

Yang paling distingtif adalah satu seri patung berjudul Half Man Half Stone yang ditampilkan di bagian Gallery Apple dari ROH Projects. Diletakkan di antara karya-karya embroidery dan instalasi fiberglass di ketiga sisi tembok, kedua belas patung ini tampak layaknya keshi figure berwarna-warni dalam ukuran besar. Secara bentuk, patung-patung ini mengambil referensi dari aspek-aspek kehidupan sehari-hari hingga budaya pop, seperti tabung gas pada Half Hero Half Stone (Prosperity) serta sosok robot alien dari franchise Ultraman, King Joe, pada Half Hero Half Stone (Diversity). Seluruhnya menampilkan motif mata yang mengintip dari berbagai bagian patung yang berbeda, dengan pengawasan dari 10 pasang mata yang tersebar di tembok sebelah kiri galeri (The Views).

Beralih ke ruang Gallery Orange, berdiri satu patung masif berjudul We Are Human, berbentuk robot bundar berkaki lima, dengan sejumlah mata yang memandang dari dalam, di balik kaca berwarna pink. Pada sisi berbeda patung tersebut tertulis "NEW WORLD WITH ANCIENT MIND" dan "WORLD PEACE? WHEN?" Karya-karya di ruang Gallery Orange secara gamblang mengundang pengunjung untuk mengobservasi dan mempertanyakan lebih lanjut mengenai narasi yang dibawanya. Tembok galeri ini menampilkan mural site-specific berjudul Cut The Mountain And Let It Fly #2, dengan palet warna hitam putih. Patung berjudul Ala Carte Modern Slavery yang terletak dekat dengan We Are Human memiliki ukuran life-sized, dengan bentuk seorang pria yang mengenakan pakaian layaknya pekerja pada umumnya—kemeja putih dan celana hitam—serta topeng yang menutupi wajah kecuali bagian mata. Figur dengan capit dan tentakel sebagai tangan ini mengenakan lanyard nametag yang menampilkan foto wajahnya, dengan tulisan "MODERN SLAVERY" di bawahnya.

Dengan banyaknya pertanyaan yang dilemparkan oleh pameran ini, Eko Nugroho tidak memberikan jawaban yang final—kita sebagai pengunjung seakan diajak mempertanyakan bersama dirinya. Apa sebenarnya "gunung" yang berusaha dipotong dan dilepaskan oleh Eko Nugroho, dalam konteks modern? Apakah pemaknaan terhadap sejumlah kata tertentu, tradisi, atau complacency terhadap kekaryaannya pribadi? Walau terdapat absennya jawaban, pengunjung bisa merefleksikan hubungan mereka dengan subjek-subjek yang dibawa dalam Cut the Mountain and Let it Fly secara personal.

[Gambas:Instagram]

(alm/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS