Interest | Art & Culture

Review Insidious: The Red Door: Singkat, Padat, Tapi Kurang Jelas

Kamis, 13 Jul 2023 15:49 WIB
Review Insidious: The Red Door: Singkat, Padat, Tapi Kurang Jelas
Foto: IMDb
Jakarta -

Membicarakan franchise film horor, kita tidak bisa melupakan Insidious dengan kesuksesan panjang untuk menghadirkan kengerian dari setiap film mereka. Memasuki pertengahan 2023, Insidious: The Red Door hadir untuk menjadi bab terakhir dari perjalanan Insidious yang dipenuhi jumpscare ikonik, scoring yang tidak pernah membuat kita merasa nyaman, dan setan merah yang kembali meneror sebagai "raja terakhir".

Film ini menjadi debut Patrick Wilson sebagai sutradara tanpa melupakan peran pentingnya di dalam cerita ini. Melihat bagaimana Patrick sudah menjadi tokoh penting dibalik kesuksesan franchise Insidious-termasuk Conjuring-harapan besar harus ia tanggung. Para penonton pasti ingin membuktikan seberapa besar rasa takut yang harus dihadapi saat menyelami adegan demi adegan dalam Insidious: The Red Door. Apakah terbukti berhasil?

Review Insidious: The Red Door yang Padat tapi Penuh Kekurangan

Seperti plot cerita Insidious yang sudah-sudah, kita dibawa ke dalam cerita keluarga Josh Lambert setelah sembilan tahun berjalan tanpa ada cerita berarti. Keadaan keluarganya yang lagi dan lagi tidak sedang baik-baik saja tetap dijalani oleh Lambert yang sekarang harus melihat anaknya, Dalton Lambert sudah masuk kuliah. 30 menit pertama film ini memang terasa seperti film keluarga saja. Bumbu horor tetap ada, walau tidak seperti yang diharapkan.

Seiring berkembangnya cerita, mulailah kita dibawa ke dalam rollercoaster khas film horor. Tiap lima hingga sepuluh menit sekali, ada jumpscare yang bisa dibilang lumayan menyeramkan. Shoot ala film horor dengan meninggalkan ruang di belakang membuat para penonton seakan sudah disiapkan kesempatan untuk berhati-hati dengan kejutan yang mungkin saja muncul.

Serunya dari film ini memang tetap mengandalkan jumpscare dengan format yang berbeda-beda. Kita dibuat untuk fokus terhadap satu aktivitas, kemudian tanpa tedeng aling-aling langsung diberikan wujud "tangan hitam" atau pun sosok hantu yang bisa menerjang kaca. Semua part seakan sudah diperhitungkan hingga terdengar teriakan dari beberapa titik bioskop setiap bagian jumpscare ini muncul.

Bagaimana dengan plot ceritanya? Inilah kekurangan dari Insidious: The Red Door. Semuanya terasa cepat dan padat, tapi kurang jelas. Melihat durasi film yang "hanya" 1 jam 47 menit sempat menimbulkan rasa senang karena akhirnya ada film box office yang tidak memakan waktu di atas 2 jam. Sayangnya, dari jalan ceritanya sendiri memang sulit untuk diselamatkan.

Keinginan Wilson untuk menjadikan Dalton sebagai tokoh utama terbukti hanya angin selewat saja. Keseruan film ini tetap membutuhkan sosok Josh yang mau tidak mau harus jadi karakter utama, sekaligus jagoan terakhir. Aksinya yang baru muncul pada babak terakhir membuat cerita kehidupan masa kuliah Dalton jadi tidak terasa penting. Setan-setan yang muncul pun juga tidak dijelaskan lagi, termasuk sosok setan merah yang hanya muncul berkali-kali layaknya teaser yang ternyata juga tidak mampu membuat klimaks.

Jadi, apa yang bisa diharapkan dari Insidious: The Red Door jika kalian ingin nonton film ini? Bagi yang sudah mengikuti franchise Insidious, sebaiknya tetap nonton di bioskop supaya merasakan kembali experience seru dengan barisan jumpscare yang cukup banyak. Kalau memang menginginkan plot cerita lebih jelas, sebaiknya jangan berharap banyak. Bayangkan kamu masuk ke bioskop untuk bersenang-senang tanpa menaruh harapan lebih. Mindset seperti itulah yang harus dibawa saat kamu ingin nonton Insidious: The Red Door yang saya berikan nilai 6 dari 10.

(tim/alm)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS