Interest | Art & Culture

Black Adam: Garis Tipis Antara Superhero dan Supervillain

Rabu, 26 Oct 2022 18:00 WIB
Black Adam: Garis Tipis Antara Superhero dan Supervillain
Foto: DC Films
Jakarta -

Masyarakat sudah sangat sering dibombardir oleh film-film bertema superhero yang membawa pesan heroik dan selalu berakhir dengan ending 'yang jahat pasti kalah dan yang baik pasti menang'. Wajar saja jika para pembuat film terus mempertahankan style seperti itu dalam plot cerita. Namun apakah pernah merasa bosan dengan alur cerita itu-itu saja? Di sinilah film Black Adam tampil sebagai pemecah kebosanan plot cerita superhero yang terasa sama. Sebagai sosok karakter dari DC Comics, Black Adam menjadi bukti dari betapa tipisnya peran tokoh superhero dan supervillain. Apakah yang mereka lakukan selama ini memang atas dasar keadilan? Apakah mereka paham bahwa di mata orang lain, sosok superhero bisa menjadi jahat?

Superhero atau Supervillain?

Cerita dimulai dari sejarah Kahndaq yang memiliki pahlawan bernama Teth Adam yang diperankan Dwayne Johnson untuk membebaskan mereka dari perbudakan. Setelah ia menggunakan kekuatannya, akhirnya ia dipenjara dalam sebuah makam. Setelah 5.000 tahun lamanya, sosok Teth Adam berhasil dibangunkan untuk kembali membuat rakyat Kahndaq menjadi merdeka.

Plot cerita yang ada di dalam Black Adam memang terkesan sederhana dan merupakan ciri khas film superhero. Namun yang jarang disadari oleh banyak orang dari tokoh Black Adam adalah sebenarnya sejak awal, ia bukanlah superhero, tapi melainkan supervillain. Kelahirannya di Fawcett Comics memang merupakan penjahat. Saat lisensinya dibeli DC Comics, mereka mencoba mengubahnya menjadi antihero yang berada di tengah-tengah antara superhero dan supervillain.

Kondisi ini membuat jalan cerita Black Adam membuat para penonton berada di tengah-tengah. Apakah tindakan Black Adam yang berani untuk membunuh para musuhnya membuat dia menjadi penjahat? Toh, ia sendiri juga membunuh para musuh yang merupakan penjahat juga di film tersebut. Apalagi ditambah dengan pertarungannya dengan para superhero yang tergabung dalam Justice Society, yaitu Hawkman, Dr. Fate, Atom Smasher, dan Cyclone.

[Gambas:Instagram]

Ada satu rangkaian dialog yang benar-benar merepresentasikan keputusan para superhero untuk mengalahkan para penjahat seperti Black Adam. Karakter Isis yang diperankan Sarah Shahi berkata kepada Justice Society bahwa Black Adam adalah sosok yang sudah ditunggu-tunggu rakyat Kahndaq agar bisa terbebas dari perbudakan. Daripada para superhero menggunakan kompas moral mereka sendiri untuk mengalahkan Black Adam, lebih baik coba tanya terlebih dahulu kepada rakyat Kahndaq, apakah Black Adam itu adalah sosok yang jahat atau baik.

Di pikiran saya sendiri, sosok Black Adam memang bukan orang baik, tapi ia juga tidak 100% jahat. Seluruh keputusan yang didasari amarah dan bagaimana ia ingin bebas bertindak, merupakan hasil dari niat murninya untuk membebaskan rakyat Kahndaq dari perbudakan yang sudah berlangsung selama ribuan tahun. Bahkan kondisi ini pun tidak sesuai dengan apa yang selama ini dibayangkan Black Adam sendiri.

Menjadi Oase di Tengah Film Superhero

Kehadiran film Black Adam yang mencoba memainkan garis tipis di antara peran superhero dan supervillain menjadi progresi ideal dari film bertema tokoh komik. Saya yakin banyak orang yang sudah bosan dengan film superhero yang alur ceritanya hampir sama. Jika pun ada perbedaan, maka hanya terasa seperti letupan kecil yang tidak mengganggu plot cerita utama.

Film berdurasi hampir 2 jam ini memang tidak bisa dikatakan sempurna juga. Pertempuran yang penuh dengan efek slow motion memang terkesan berlebihan. Bahkan, efek ini sudah digunakan sejak Black Adam muncul pertama kali di layar. Untungnya, ada sedikit twist di dalam film yang membuat para penonton merasa bimbang atas aksi Black Adam. Namun dibarengi oleh kebimbangan atas usaha Justice Society yang ingin menangkap Black Adam demi 'kedamaian dunia'.

Kita sebagai penonton diajak berpikir selama menonton film ini. Apakah harus mendukung seluruh aksi Black Adam atau sebaliknya? Perdebatan di dalam pikiran inilah yang membuat film Black Adam menjadi oase di tengah film superhero. Dengan treatment layaknya film Joker (2019) yang membuat banyak orang akhirnya memahami sisi lebih dalam dari Joker sehingga melakukan berbagai kejahatan, Black Adam menjadi usaha berikutnya dari DC agar para penonton semakin paham bagaimana rasanya berdiri di atas ketidakadilan dan penindasan selama hidup. Saya pikir, Black Adam juga tidak peduli mau disebut superhero atau supervillain karena dia bertindak atas visinya sendiri, bukan orang lain.

[Gambas:Audio CXO]

(tim/alm)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS