Interest | Art & Culture

Review Film 'Smile': Teror Bertubi-tubi dan Senyuman yang Menghantui

Kamis, 06 Oct 2022 15:13 WIB
Review Film 'Smile': Teror Bertubi-tubi dan Senyuman yang Menghantui
Foto: CXO Media
Jakarta -

Senyuman seharusnya jadi simbol rasa bahagia yang membawa kehangatan. Tapi dalam film Smile, senyuman berubah menjadi hal menakutkan yang akan membuatmu merasa tidak nyaman, bahkan setelah filmnya selesai diputar. Smile adalah film horor psikologis yang diangkat dari film pendek berjudul Laura Hasn't Slept (2020) karya Parker Finn. Dalam debut film panjangnya ini, Parker Finn memperluas ceritanya dan sukses menghasilkan salah satu tontonan horor terseram tahun 2022.

Smile bercerita tentang seorang psikiater bernama Dr. Rose Cotter (Sosie Bacon) yang mengalami serangkaian kejadian aneh setelah salah satu pasiennya bunuh diri di hadapannya. Pasien tersebut bernama Laura Weaver, ia merasa diteror oleh entitas mengerikan yang menyamar menjadi orang-orang di sekelilingnya dan memasang wajah tersenyum.

Teror ini dialami Laura setelah ia melihat dosennya bunuh diri di depan matanya. Rose percaya bahwa Laura mengalami halusinasi, terlebih karena ia baru saja menyaksikan peristiwa traumatis. Namun secara tiba-tiba, wajah Laura tersenyum. Ia kemudian mengambil pecahan vas dan bunuh diri di depan Rose. Setelah kejadian traumatis itu, Rose akhirnya mengalami sendiri apa yang sebelumnya dialami Laura. Karena merasa diteror, Rose menjadi paranoid dan akhirnya terisolasi dari orang-orang terdekatnya.

.Cuplikan Film Smile/ Foto: Indiewire

Ada satu tema besar yang menjadi benang merah dalam Smile, yaitu trauma. Entitas menyeramkan dalam film ini memangsa trauma yang dimiliki oleh para korban-korbannya. Melalui trauma jugalah, teror akhirnya bisa menyebar dan menjadi kutukan berantai. Melalui Laura, Rose pun akhirnya menjadi penerima kutukan ini. Ia pun harus menghadapi trauma masa kecilnya sendiri demi memutus rantai kutukan.

Smile adalah film horor yang efektif. Dari segi plot, sebenarnya tak ada yang baru dari Smile. Tema kutukan berantai sendiri sudah pernah kita jumpai dalam premis film horor seperti The Ring, One Missed Call, dan It Follows. Namun yang membedakan Smile dengan film horor lainnya adalah eksekusi yang ciamik. Selama 2 jam, penonton dibombardir jumpscare tanpa henti.

Biasanya, film horor akan dikatakan gagal kalau ia hanya mengandalkan jumpscare. Namun jumpscare dalam film ini dieksekusi dengan elegan, mulai dari gerak-gerik kamera, scoring, hingga visual yang membekas. Kombinasi antara suara dan visual yang disturbing akhirnya sukses membuat penonton merasa gelisah mulai dari awal hingga akhir film. Selain itu, penampilan Sosie Bacon sebagai Dr. Rose Cotter juga patut diacungi jempol. Ia berhasil menyampaikan ketakutan dan putus asa yang dialami oleh Rose, sehingga teror itu terasa begitu nyata.

.Cuplikan Film Smile/ Foto: Syfy

Sayangnya, meski film ini berhasil dalam segi menakut-nakuti penonton, ia justru kurang berhasil dalam membangun kedalaman cerita. Tema mengenai trauma yang seharusnya menjadi penggerak alur cerita terasa kurang dieksplorasi. Dalam film ini, meski Rose sudah berani menghadapi trauma masa kecilnya, ia tetap tidak bisa kabur dari rantai kutukan. Akibatnya, ending film Smile pun terasa kurang memuaskan.

Meski demikian, Smile tetap bisa dikatakan berhasil sebagai film horor dan sangat layak untuk disaksikan di bioskop. Smile berhasil membuat penonton takut dan gelisah, tapi bukan melalui penampakan hantu dan jumpscare yang murahan. Rasa takut itu ditanamkan ke dalam benak penonton melalui teror bertubi-tubi dan senyuman menakutkan yang menghantui para penonton hingga akhir.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS