Interest | Art & Culture

Ondel-ondel: Sang Legenda Pengusir Wabah

Sabtu, 22 Jan 2022 12:00 WIB
Ondel-ondel: Sang Legenda Pengusir Wabah
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Sepasang sosok besar berkain kebaya encim dan sadariah berdiri tegak menjulang di langit Kemayoran. Pada sisi seberang, orang-orang-korban virus corona-dirawat di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC), Wisma Atlet Kemayoran. Kurang pasti apakah keberadaan kedua lokasi tersebut disengaja atau tidak. Tetapi yang jelas, Ondel-ondel sebagai sang pengusir wabah yang melegenda, seakan sedang menjalankan tugasnya yang mulai terlupakan zaman meski lewat cara yang berbeda.

Jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang, mitos-mitos dan kepercayaan masyarakat telah menjadi jawaban ampuh bagi berbagai persoalan. Orang Nordik zaman dahulu misalnya, percaya jika petir adalah bentuk kemurkaan Zeus akibat manusia kurang berdoa. Sementara masyarakat Betawi di sisi lainnya, percaya bahwa dengan memanggil Ondel-ondel, suatu wabah penyakit dapat mereda dan masyarakat bisa terhindar bala.

Barongan atau kini lebih dikenal dengan Ondel-ondel, merupakan sosok raksasa berperangai sangar yang dilambangkan masyarakat Betawi sebagai leluhur yang akan menjaga mereka. Bersama kepulan asap kemenyan dan tujuh jenis sesajen, prosesi ngukup dilangsungkan dengan hikmat oleh para pemain Ondel-ondel apabila hendak memulai suatu ritual penolakan bala dan pengusiran suatu wabah.

Sementara itu, setelah sains tiba dengan cara yang lebih dipenuhi alasan masuk akal, kepercayaan-kepercayaan masa lalu--seperti halnya Ondel-ondel-- mulai ditinggalkan. Berdasarkan hasil temuan-temuan dari berbagai penelitian, sains mencoba menjawab banyak permasalahan di zaman sekarang. Persis seperti yang terjadi pada saat ini, di mana pandemi corona masih mewabahi kehidupan kita, langkah-langkah seperti menjaga jarak, memakai masker, dan melakukan vaksinasi lebih dipercaya masyarakat sebagai upaya yang dapat mengembalikan kehidupan menjadi normal.

Ondel-ondel sebagai penolak bala dan produk seni budaya

Postur ondel-ondel mempunyai tinggi sekitar 2-3 meter dengan lebar 80 sentimeter sampai 1 meter. Hal ini membuat orang-orang Belanda memberi julukan "poppen om geesten te verjagen" kepada Ondel-ondel, yang berarti boneka besar pengusir roh jahat dan penolak bala. Keberadaannya itu lantas menjadikan Ondel-ondel hadir di setiap hajatan masyarakat Betawi sebagai salah satu simbol yang akan mendatangkan keselamatan.

Beberapa waktu kemudian, Ondel-ondel yang tadinya berfungsi sebagai juru pembawa selamat, berubah menjadi sebatas produk seni budaya. Hal ini mungkin diakibatkan oleh beberapa rentetan kejadian. Saat Ali Sadikin menjabat Gubernur Jakarta (1966-1977) misalnya, Ondel-ondel yang awalnya tampil seram dan mistis, lantas dimodifikasi menjadi produk budaya estetis--dengan sejumlah hiasan dan musik merdu sebagai pengiring. 

Biasanya, Ondel-ondel akan hadir secara berpasang-pasangan--layaknya sepasang pengantin yang saling bersandingan. Simbol pasangan suami-istri tersebut juga sering dimaknai sebagai suatu lambang keseimbangan. Sosok lelaki diwujudkan dengan wajah berwarna merah--yang melambangkan spirit, kekuasaan, dan keberanian. Sedangkan sosok perempuan berwajah berwarna putih atau melambangkan kesucian, keanggunan, dan kelembutan.

Nilai Ondel-ondel sendiri, yang awalnya berfungsi sebagai suatu ritus kepercayaan, lambat laun semakin bergeser menjadi sebuah seni yang menjadi penghasilan. Selain itu, kesuksesan Benyamin Sueb--seniman tersohor asli Betawi, menyanyikan lagu ciptaan Djoko Subagyo yang berjudul Ondel-ondel ternyata tidak serta-merta membawa substansinya lebih dikenal masyarakat luas. Meskipun begitu, hal ini pada akhirnya memberi alasan bagi Pemerintah Jakarta untuk sekali lagi menyandingkan Ondel-ondel dan H. Benyamin Sueb di zaman sekarang.

Ondel-ondel dan pandemi corona

Sepasang Ondel-ondel--terbesar sepanjang masa, didirikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di tengah Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran. Kawasan tersebut memang tidak bisa kita sebutkan sebagai tempat yang tidak legendaris. Selain diwarnai oleh jalan yang berasal dari nama Bang Ben dan sepasang patung Ondel-ondel yang monumental, berlangsungnya Pandemi Covid-19 juga mengharuskan nama Kemayoran sekali lagi muncul ke permukaan.

Sebuah bangungan yang awalnya diperuntukan menjadi tempat para atlet mancanegara yang berlaga pada Asian Games 2018 lalu, beralih fungsi menjadi penampungan orang sakit. Wisma Atlet Kemayoran, dalam waktu singkat disulap menjadi Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Kemayoran. Hal yang seakan menjadi suatu ironi mengingat--di Kemayoran, sepasang sosok pengentas wabah bersejarah ternyata telah berdiri menjulang di tanah yang sama, bertahun-tahun sebelumnya.

Ondel-ondel, sebagai sosok yang dipercaya masyarakat Betawi sebagai suatu simbol keselamatan dan mampu mengusir masalah lewat ritualnya yang sarat makna, berdiri berseberangan dengan tempat COVID-19 menjatuhkan korban. Memang belakangan ini, Ondel-ondel hanya dikenal sebagai alat mengamen belaka. Bahkan, Pemerintah Jakarta melarang keberadaan Ondel-ondel di jalan-karena dianggap mengganggu ketertiban dan mencoreng budaya. Namun hal ini, seharusnya tidak menutupi fakta bahwa Ondel-ondel juga berperan sebagai pengentas wabah andalan penduduk Ibu Kota yang melegenda.

Di masa sulit seperti sekarang ini, rasanya memanfaatkan Ondel-ondel sebagai salah satu wahana dalam mengais penghasilan juga tidak bisa begitu saja disalahkan. Pada dasarnya, hal ini malah menjadi suatu justifikasi bagi sebuah celetukan Bang Ben yang ikonik "Emang rejeki kagak kemane, tapi kalo lo gak kemane-mane mana mau dapet rejeki!" Hal yang senada bahkan diutarakan sejarawan JJ Rizal, melansir CNN Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dalam tradisi Betawi, Ondel-ondel memang digunakan sebagai sarana mengamen. Pemain Ondel-ondel keliling kampung untuk mengusir bala, kemudian mendapat imbalan dari warga. 

Hal yang perlu digaris bawahi adalah: dulu atau sekarang Ondel-ondel memang telah dijadikan alat mengamen sesuai dengan konteks dan fungsi pada zamannya. Kali ini, bagaimana jika kita izinkan Ondel-ondel menari sekali lagi, sebagai langkah mengusir wabah?

Rangkaian kebijakan mulai dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, hingga solusi saintifik seperti melakukan vaksinasi dan menggunakan masker secara ketat telah kita jalani dan patuhi demi mengakhiri wabah yang membahayakan. Untuk memastikannya agar benar-benar sampai pada suatu akhir, rasanya kita patut memberikan kesempatan kepada--'kekuatan besar' di balik Ondel-ondel yang sejati, untuk sekali lagi menjalankan fungsinya sebagai pengusir wabah yang melegenda.

Jadi, tunggu apa lagi? Ondel-ondel sudah berdiri gagah dan tegak menantang penyakit di RSGC Wisma Atlet Kemayoran. Sekarang, saatnya kita yang mulai mengamen kepada-Nya. Mari, kita dendangkan harapan keselamatan; keberkahan dan kekuatan dariNya; agar kita semua segera keluar dari pandemi yang melelahkan ini dan mengawali hidup yang lebih berbudaya di masa yang akan datang. Aamiin!

(RIA/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS