Interest | Wellness

Mental Load: Beban Tak Terlihat Pekerjaan Rumah Tangga

Kamis, 24 Nov 2022 16:30 WIB
Mental Load: Beban Tak Terlihat Pekerjaan Rumah Tangga
Ilustrasi mental load Foto: Unsplash
Jakarta -

Di rumah saya, ada satu orang yang memastikan bahwa semua urusan rumah tangga terselesaikan. Orang itu adalah ibu saya. Meski kami sekeluarga sudah membagi   bagi tugas, tapi ibu saya adalah manajer yang memberi semua komando. Misalnya, hanya ibu saya yang tahu semua inventarisasi mulai dari perabotan, bumbu dapur, hingga pakaian. Hanya ibu saya juga yang tahu kapan suami dan anak-anaknya pulang kerja dan kapan adik saya harus dijemput dari sekolah. Terkadang saya takjub dengan sosok seorang ibu, sebab setiap hari ia harus memikirkan kebutuhan seluruh anggota keluarga, di samping kebutuhan dirinya sendiri.

Tapi saya terkadang bertanya-tanya, seberapa besar rasa lelah yang dirasakan ibu saya karena harus menopang kehidupan 4 orang dalam hidupnya setiap hari? Memang, sudah banyak yang bersepakat bahwa pekerjaan rumah tangga bukanlah urusan perempuan semata. Sekarang pun sudah ada semakin banyak laki-laki yang terlibat membantu pekerjaan domestik seperti mencuci piring, menyapu, mencuci baju, hingga mengurus anak. Namun di samping pekerjaan fisik ini, ada beban lain dalam urusan rumah tangga yang luput untuk dibicarakan karena seringkali tak terlihat, yaitu mental load.

.Ilustrasi mental load/ Foto: Freepik

Mental load atau yang disebut juga sebagai cognitive labor, memiliki implikasi yang berbeda dengan pekerjaan fisik. Mental load atau beban mental adalah semua pekerjaan non-fisik yang melibatkan manajemen rumah tangga. Mental load meliputi tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua urusan rumah tangga terselesaikan; mulai dari mendata kebutuhan, mengurus pembagian tugas untuk anggota keluarga, dan memastikan tugas-tugas itu terselesaikan. Dan tanggung jawab ini, seringkali lebih melelahkan daripada mengerjakan pekerjaan fisik.

Dalam kasus keluarga saya   dan mungkin keluarga lainnya   mental load ini menghantui sosok ibu. Di keluarga yang pembagian tugas rumah tangganya dibagi rata sekalipun, mental load seringkali bertumpu di pundak para perempuan. Misalnya, seorang suami bisa saja berinisiatif untuk membantu bersih-bersih rumah. Tapi pada akhirnya, istrinya lah yang bertugas untuk memikirkan kapan rumah harus dibersihkan, perlengkapan apa saja yang dipakai, dan bagaimana cara membersihkan rumah yang tepat.

Jadi meski pekerjaan fisiknya dilakukan bersama-sama, tapi tanggung jawab atas semua pekerjaan ini dipikul oleh satu orang    dan kebanyakan oleh para perempuan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lucia Ciciolla, psikolog dari Oklahoma State University, 9 dari 10 perempuan merasa mereka adalah penanggung jawab tunggal atas urusan rumah tangga. Dan beban ini membuat mereka merasa overwhelmed, kelelahan, dan tak punya waktu untuk diri sendiri. Akibatnya, mental load memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental para ibu.

.Ilustrasi ibu yang kena mental load/ Foto: Freepik

Namun selain itu, yang membuat mental load semakin stressful bagi orang-orang yang memikulnya adalah bagaimana pekerjaan ini seringkali tidak diakui. Masih ada banyak orang yang tidak mengakui urusan domestik sebagai bentuk kerja, atau menyepelekan bentuk-bentuk kerja seperti ini. Masalahnya, mental load adalah bentuk kerja domestik yang tak terlihat, dan orang-orang yang memikulnya hampir tak pernah diapresiasi sehingga akhirnya menjadi taken for granted.

Masyarakat kita seringkali terlalu menyederhanakan kerja-kerja domestik dan menganggapnya sebagai urusan yang remeh. Padahal, tanpa adanya kerja-kerja domestik, kehidupan sehari-hari tak akan bisa berjalan dengan mulus. Alih-alih meromantisasi sosok ibu sebagai pahlawan dalam keluarga, isu mental load bisa menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pekerjaan domestik bukanlah urusan sepele dan seharusnya tidak dipikul oleh 1 orang saja.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS