Akhir-akhir ini, apa sih yang kerap kamu lakukan ketika tidak melakukan apapun? Pasti sebagian besar adalah scrolling media sosial dengan video singkat yang menghibur. Kalau sudah terasa bosan, scroll lagi hingga kita lupa waktu.
Tidak terasa scroll video pendek ini bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Tanpa disadari, otak terasa kosong atau disebut juga dengan brain rot. Brain rot adalah istilah populer yang menggambarkan penurunan fokus dan motivasi karena konsumsi konten singkat yang berlebihan.
Data dari Newport Institute mengatakan brain rot memicu hilangnya fokus, mudah lupa, dan kesulitan berkonsentrasi. Namun, brain rot tidak selalu disebabkan oleh menonton video singkat. Ada hal lain yang juga jadi sebab kena brain rot :
- Doom Scrolling
Berita negatif di sekitar kita. Tanpa disadari bisa menyebabkan brain rot. Apalagi jika kita terus-menerus mengkonsumsinya tiada henti. Video singkat bermuatan berita negatif menambah brain rot maksimal. - Binge-watching
Sering langganan bulanan TV on Demand? Hati-hati ini juga bisa menyebabkan brain rot. Terutama, jika streaming serial drama yang episodenya banyak. Bisa nonton marathon seharian hingga lupa waktu. - Game Mobile
Bagi yang suka main game di ponsel dan laptop, ini juga bisa bikin kamu kena brain rot. Keasyikan main game karena tertantang dan penasaran ingin menaikkan level. Hal ini yang bikin lupa waktu bahkan brain rot. - Konsumsi Gosip Berlebih
Mengkonsumsi gosip atau informasi dangkal yang tidak ada ilmunya sama sekali bisa membuat kamu terkena brain rot. Apalagi, jika berita tersebut berulang kali kamu konsumsi. Dampaknya akan menurunkan fungsi kognitif kamu. - Rutinitas Monoton
Rutinitas yang membuatmu tidak berkembang bisa menjadi brain rot. Hal membuat otakmu tidak ada tantangan saat melakukan sesuatu.
Adapun dampak-dampak lain dari berbagai aspek akibat brain rot antara lain seperti penurunan perhatian, kesulitan berpikir kritis, cognitive overload, penurunan memori, meningkatkan kecemasan, emotional numbness, cepat bosan, mood swing, suka menunda pekerjaan, sulit tidur, dan masih banyak lagi. Belum lagi, dari aspek neurologis, dampak yang bisa terjadi adalah perubahan aktivitas korteks prefrontal, atrofi neuroplatik, dopamin yang tak seimbang, dan gangguan memori.
Lantas bagaimana cara mencegah brain rot ini?
- Batasi screen time (gunakan screen timer di ponselmu).
Gunakan fitur screen time pada ponselmu sebagai pengingat mengurangi waktumu di ponsel. Membatasi screen time akan memberi otak kesempatan untuk beristirahat, mengurangi kelelahan mata, dan memulihkan fokus, sehingga kamu bisa lebih produktif dan terhindar dari efek brain rot. - Pilih konten berkualitas (edukasi dan storytelling panjang).
Cari influencer yang isi kontennya mengandung edukasi. Selain itu, biasakan nonton podcast karena kontennya berupa cerita panjang. Hal ini akan membuat otakmu menyerap informasi secara lengkap dibanding melalui video pendek yang informasinya setengah-setengah. - Terapkan dopamine detox ringan: 1-2 jam bebas gadget setiap hari.
Istilah dopamine detox bukan berarti menghentikan produksi dopamin, melainkan mengatur ulang kebiasaan otak agar tidak terus-menerus mencari rangsangan instan. Caranya sederhana: sisihkan 1-2 jam dalam sehari untuk benar-benar lepas dari ponsel, laptop, atau perangkat digital lainnya. Gunakan waktu ini untuk berjalan kaki, merapikan kamar, atau sekadar duduk santai tanpa distraksi. - Melatih fokus dengan membaca atau hobi manual.
Aktivitas seperti membaca buku fisik, menulis jurnal, menggambar, merajut, atau merakit puzzle memberi tantangan pada otak untuk bertahan pada satu tugas dalam waktu yang lama. - Gunakan media sosial secara sadar (mindful consumption).
Alih-alih membuka media sosial secara otomatis setiap kali bosan, cobalah untuk menggunakannya dengan tujuan jelas. Misalnya, tentukan ingin mencari resep masakan, menonton tutorial tertentu, atau menghubungi teman.
Memberi jeda dari layar adalah langkah cerdas untuk menjaga kejernihan pikiran. Setiap momen yang kita habiskan jauh dari gangguan ponsel memberi ruang bagi otak untuk memulihkan konsentrasi, mengisi ulang energi, dan kembali bekerja dengan optimal.
Penulis: Monika Wibisono Putri
Editor: Dian Rosalina
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online*
(ktr/DIR)