Hedonisme kerap dianggap penyebab banyak orang melakukan berbagai hal yang buruk. Mulai dari korupsi, flexing, mencuri, dan lain sebagainya. Hedonisme merupakan pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup ini.
Namun tak bisa dimungkiri juga bahwa hedonisme bisa jadi salah satu sumber kebahagiaan seseorang. Di waktu ke belakang, kita bisa melihat beberapa istri atau anak pejabat dari kementerian atau lembaga pemerintah, memamerkan barang-barang mewah yang ia dapatkan.
Banyak orang berpendapat, apa yang dilakukan oleh mereka bukanlah sesuatu yang terpuji dan pantas dilihat. Sebab, bisa jadi barang-barang yang dipamerkan oleh mereka adalah hasil dari korupsi atau gratifikasi. Saat itulah, hati masyarakat terluka.
Di saat banyak orang serba kekurangan, keluarga para pejabat yang seharusnya melayani masyarakat, justru nirempati dan egois. Namun tak bisa disalahkan juga, ketika melihat para istri dan anak pejabat tersebut tampak bahagia. Sebab, definisi kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda.
Ada yang cukup bahagia dengan apa yang sudah didapatkan selama ini, tapi ada pula yang mirip dengan mereka--memilih pamer untuk atensi dan validasi. Tapi mengapa hedonisme bisa membuat seseorang bahagia?
Hedonisme Mencegah Depresi
Percaya atau tidak, mungkin sebagian dari dirimu ingin merasakan secuil kenyamanan dalam hidup tanpa memikirkan uang. Makan malam di restoran mewah, tidur di hotel berbintang, bersantai sepanjang hari tanpa takut kehabisan uang, mampu membeli barang-barang mewah, dan apapun hal yang dianggap kesenangan dalam hidup ini.
Memang diakui, hal tersebut membuat kita senang dan bahagia, kan? Ya, siapa sangka, hedonisme yang kerap dipandang buruk, ternyata juga bisa menyelamatkan mental seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Eropa, banyak orang sering menahan diri untuk tidak boros demi kelangsungan hidup dirinya sendiri atau keluarga. Tapi bukan berarti kita tak boleh memikirkan kebutuhan dan kebahagiaan kita.
Orang-orang yang meluangkan waktu untuk hedonisme, hidup lebih bahagia dan sedikit menderita depresi. Katharina Bernecker dari University of Zurich mengatakan, sebagian besar ahli psikologi percaya pengendalian diri penting untuk mencapai kesuksesan dalam hidup.
Prioritaskan tujuan dan tanggung jawab jangka panjang adalah kunci dari kesuksesan ini. Namun, mencari kesenangan dan pemuasan diri jangka pendek atau hedonisme juga berdampak positif bagi kesejahteraan dirimu.
Mereka mencoba membuat kuesioner untuk melihat kapan seseorang melakukan hal-hal hedonistik untuk mendapatkan kesenangan. Hasilnya, tidak banyak orang yang benar-benar menikmati apa yang ia dapatkan selama ini.
Pikiran 'kehidupan nyata' cenderung menghantui ketika mereka mencoba untuk bersantai dan bersenang-senang. Orang-orang tersebut cenderung menderita depresi, kecemasan, dan kondisi kesehatan mental lainnya.
Sementara, peserta lainnya yang tak memikirkan apapun dan mengikuti kata hati untuk menikmati waktu diri sendiri, ternyata mempunyai kebahagiaan yang lebih tinggi.
Antara Kebahagiaan Diri dan Empati pada Orang Lain
Dulu hingga kini, kita selalu dipesankan untuk selalu berhemat dan memprioritaskan kebutuhan yang utama. Tapi ketika kebutuhan utama telah terpenuhi, mengapa tidak untuk menyenangkan diri dengan hal-hal 'tak biasa' alias mewah?
Mungkin beberapa hal yang dipermasalahkan bukan tentang cara kita menghabiskan uang, tetapi menyeimbangkan antara menyenangkan diri sendiri dengan hal mewah dan rasa empati dengan orang lain.
Menurut penelitian tersebut, mengejar tujuan hedonis dan rencana jangka panjang tidak perlu bertentangan satu sama lain. Tetapi mereka menekankan untuk menyeimbangkan keduanya. Jika tujuan rencana jangka panjang atau kebutuhan pokok sudah terpenuhi, barulah bersenang-senang dengan apa yang sudah kita capai.
Meski begitu, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, berempati dengan lingkungan sekitar juga diperlukan walaupun tetap ingin hidup hedonis. Misalnya, tak perlu terlalu mengumbar harta kekayaan dengan berlebihan, bahkan sampai diunggah di media sosial hanya demi validasi.
Hedonisme tak selalu buruk jika diatur sedemikian rupa. Itu mungkin salah satu apresiasi pada diri sendiri agar kita lebih bahagia dan tidak lupa menyenangkan diri. Nah, kamu sendiri sudahkah membahagiakan diri atas pencapaianmu selama ini?
(DIR/alm)