Inspire | Human Stories

Selamat Jalan, Lupus!

Senin, 14 Mar 2022 20:00 WIB
Selamat Jalan, Lupus!
Hilman Hariwijaya Foto: Instagram @/thehilmanhariwijaya
Jakarta -

Kabar duka datang dari Dunia Kesusastraan Indonesia. Penulis novel populer era 80-90an, Hilman Hariwijaya yang dikenal melalui serial 'Lupus', meninggal dunia di usia 58 tahun pada Rabu (9/3/22).

Novelis yang belakangan ini sering menuliskan naskah sinetron hingga film top ini dikabarkan tutup usia karena sakit. Gola Gong, penulis sekaligus sahabat Hilman Hariwijaya mengkonfirmasi bahwa belakangan kreator 'Lupus' itu memang kerap sakit-sakitan. "Ya setahun belakangan ini dia [Hilman Hariwijaya] kena stroke, stroke ringan, lalu alhamdulillah dia menikah, setelah itu sakit lagi," kata Gola Gong kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/3).

Kabar meninggalnya Hilman juga disampaikan oleh Nessa Saddin, mantan istrinya. "Innalillahi wainnailaihi rojiun. Telah berpulang Hilman Hariwijaya, Rabu, 9 Maret 2022 pukul 08.02 WIB. Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya untuk almarhum," kata Nessa.

.Hilman Hariwijaya/ Foto: Twitter

'Lupus' Sang Idola Remaja

Hilman Hariwijaya memang sulit dilepaskan dari nama 'Lupus'. Setelah pertama kali memperkenalkan cerita pendek berjudul 'Lupus' di majalah Hai (Maret, 1986), Hilman dan Lupus-nya menjadi fenomena di skena penulisan era 80-90an.

Lupus adalah karakter remaja sekolahan yang juga berprofesi sebagai wartawan muda. Rambutnya mullet ala John Taylor 'Durant-Durant'; penampilannya berantakan tetapi jujur dan setia kawan. Lupus hobi mengunyah permen karet dan iseng, serta tampil seadanya. Kisah Lupus tersebut, sangat digandrungi remaja pada masanya.

Pada November 1986, novel berjudul 'Lupus #1: Tangkaplah Daku Kau Kujitak,' laris manis di pasaran. Dalam kurun satu minggu, cetakan novel pertamanya ludes 5.000 eksemplar dan terus dicetak secara berulang. Keberhasilannya itu diikuti dengan banyak seri novel lain seperti Lupus ABG, Lupus Kecil, Lupus Milenia, Olga, Lulu, Keluarga Hantu, Vanya, Vladd, Dua Pelangi, dan beberapa judul lepas lainnya.

Banyak yang menyebut bahwa Lupus adalah karya yang berkarakter. Ceritanya sarat dengan humor dan unik; gaya bahasa dan diksinya liar namun sangat relatable. Kisah Lupus sendiri dicetak Hilman bersama beberapa penulis populer lain-yang juga teman baiknya-seperti Boim LeBon, Alm. Gusur, dan Zara Zettira. Kisah Lupus yang laris sebagai serial novel, bahkan turut dialihwahanakan ke layar lebar dan sinetron.

.Buku Lupus/ Foto: Goodread

Di layar lebar, setidaknya ada 6 film Lupus-empat diantaranya berhasil diperankan Ryan Hidayat, dua lainnya diperankan Hilman sendiri dan Miqdad Addausy. Sementara di layar sinetron Lupus dua kali diangkat dengan judul berbeda, yaitu Lupus (1995-1997) dan Lupus Milenia (1999-2001) yang berhasil menaikan nama Irgi Fahrezi, Mona Ratuliu, Fanny Fadillah, hingga Agnes Monica yang menjadi pemeran di sinetron tersebut.

Hilman Hariwijaya dan Karya yang Melegenda
Lupus yang melegenda di era 80-90an, hingga kini masih melekat di ingatan. Ironisnya, nama Hilman sebagai penulis justru sedikit tenggelam jika dibandingkan karyanya itu. Padahal, hingga kini Hilman masih aktif menulis skenario untuk beberapa sinetron populer.

Di kancah persinetronan Indonesia, Hilman merupakan penulis skenario yang produktif dan brilian. Beberapa sinetron legendaris seperti Cinta Fitri; Anak Langit; Di Balik Jendela SMP dan lain sebagainya, adalah buah tangan Hilman di layar televisi.

Sementara di layar lebar, Hilman Hariwijaya juga pernah menuliskan skenario beberapa film hits selain 'Lupus' itu sendiri. Salah satu yang paling terkenal adalah Dealova di tahun 2005. Selain Dealova, Hilman juga menuliskan beberapa naskah film Indonesia lain seperti The Wall (2007), Anak Ajaib (2008), Suka Ma Suka (2009), dan Rasa (2009).

.Ilustrasi perpustakaan/ Foto: Cottonbro/Pexels

Kabar meninggalnya Hilman Hariwijaya, secara tidak langsung turut menaikkan ingatan tentang karyanya yang terkenal, khususnya kisah dengan subgenre roman-remaja. Walaupun saya pribadi tidak menikmati karya tulis Hilman pada era keemasannya, mendengar betapa cemerlangnya 'Lupus' dari masa ke masa, sudah cukup membuat saya takjub. Apalagi, menurut sempit pengetahuan saya, konsistensi penulis serial roman di Indonesia terbilang jarang ditemukan.

Tampaknya, pencapaian Hilman dengan 'Lupus' akan sulit untuk diulangi di beberapa masa mendatang. Namun demikian, saya rasa Hilman dan Lupus akan terus abadi. Selamat Jalan, Hilman, karyamu akan terus terkenang di hati!

(RIA/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS