Inspire | Human Stories

Busting Myths: ADHD

Sabtu, 05 Feb 2022 16:00 WIB
Busting Myths: ADHD
Foto: Tara Winstead/Pexels
Jakarta -

Setiap orang pasti ingin terlahir dengan fisik dan mental yang sehat. Menjalani aktivitas kehidupan yang normal, mulai dari bangun tidur hingga kembali terlelap; bersosialisasi dengan banyak orang dengan wajar; dan tentu saja berharap memiliki pasangan yang sama-sama normal dan sehat pula.

Namun mungkin kamu tidak pernah tahu, bahwa di luar sana banyak orang yang struggle dengan dirinya sendiri. Seperti bertarung dengan otak yang tak pernah tidur, tubuh yang lelah tapi pikiran terus berjalan, sulit fokus walaupun ingin, selalu melupakan sesuatu yang ingin diingat, impulsif, hingga sulitnya menghabiskan energi di dalam tubuh meskipun tak ingin lagi beraktivitas.

Bila kamu tidak mengalami semua itu, kamu cukup beruntung, sebab hal-hal tersebut adalah bagian dari ciri-ciri dari gangguan fungsi otak, Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Dilansir Psychiatry, ADHD adalah salah satu gangguan fungsi otak yang paling umum menyerang anak-anak, tapi tidak jarang dialami juga pada orang dewasa.

Bagi saya yang memiliki pasangan dengan ADHD, tidak mudah untuk menjadi caregiver-nya. Pengetahuan tentang ADHD yang diidap orang dewasa di Indonesia yang masih minim, membuat saya harus lebih sabar dan mencari cara menjelaskan tentang apa yang dialami oleh pasangan saya kepada orang-orang yang melihatnya 'berbeda'.

Padahal dalam kehidupan sehari-hari, dia tidaklah berbeda dengan orang lainnya yang menjalani hidup dengan normal. Namun yang membuatnya berbeda hanyalah bagaimana cara otaknya bekerja. Tapi labeling yang kerap diberikan padanya, membuat kehidupan sehari-hari, kehidupan sosialnya, dan kehidupan percintaannya tidaklah mudah. Hingga terkadang, saya harus berhadapan dengan fase keputusasaan, yang membuat pasangan saya tidak memiliki motivasi menjalani kehidupannya.

Pasangan saya, Tio, menceritakan bagaimana sulitnya dan tidak inginnya ia untuk dianggap berbeda dengan orang lain. Sebenarnya Tio ingin masyarakat kita memahami dan belajar tentang ADHD ini, bukan malah membuat sebuah pemikiran baru bahwa ADHD merupakan penyakit mental yang perlu disembuhkan dan dicap tidak normal.

"Orang lain banyak yang masih sulit membedakan mana yang ADHD dan mana yang autisme. Banyak yang bila kalau gangguan ini hanya terjadi pada anak-anak saja, orang dewasa itu enggak mungkin kena. Padahal yang enggak mereka tahu adalah ADHD itu bisa melakukan aktivitas secara normal seperti kebanyakan orang normal lainnya, makanya tidak terlihat," kata Tio.

Minimnya pengetahuan tentang gangguan ini membuat semakin banyak pengidapnya takut untuk mengungkapkan jati dirinya. Tio mengatakan kebanyakan pengidap ADHD sering disalahpahami sebagai seseorang yang malas, tidak kompeten, sulit dipahami, minim empati, dan memiliki kepribadian yang tidak menyenangkan.

"Kami selalu disalahpahami memiliki kepribadian yang tidak menyenangkan karena selalu mempertanyakan sesuatu hal--sekalipun itu sederhana. ADHD itu otaknya 24/7. Beda dengan orang yang mampu memilih apa yang dipikirkan dan apa yang tidak. Ibarat laptop, browser-nya jalan terus dan sekali buka tab bisa 30 tab sekaligus. Itu sebabnya mengapa rasa ingin tahu kita lebih banyak," ujar Tio yang kini tergabung dalam sebuah komunitas ADHD dewasa, Young ADHD.

Memahami ADHD

Sangat penting diketahui, bahwa ADHD bukanlah suatu penyakit mental layaknya gangguan depresi atau gangguan kecemasan. Selain itu, ADHD bukan suatu penyakit yang cukup didiagnosis hanya dengan pemeriksaan psikolog, namun perlu adanya pemeriksaan gelombang otak. Tak heran banyak orang dewasa yang mungkin tidak menyadari mereka mengidap gangguan ini.

Selain itu, ADHD merupakan gangguan cara kerja otak yang dialami seseorang sehingga mereka kesulitan untuk fokus dan memprioritaskan sesuatu. Tapi sayangnya, kesalahpahaman tentang gangguan ini menjadikan pengidap ADHD enggan untuk 'mengungkapkan' dirinya.

1. ADHD dianggap sama dengan autisme

Pengidap ADHD dan autisme memang sama-sama memiliki masalah dengan perhatian. Tapi bila diperhatikan dengan seksama, pengidap ADHD lebih dipengaruhi oleh cara otak tumbuh dan berkembang. Sedangkan autisme adalah rangkaian gangguan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan berbahasa, perilaku, interaksi sosial, dan kemampuan belajar.

Selain itu, autisme cenderung sulit memasukkan kata-kata ke dalam pikiran dan perasaan, sementara ADHD justru suka bicara tanpa henti sehingga mengganggu orang lain saat berbicara.

2. ADHD anak yang pemalas dan bodoh

Kebanyakan orang tua mungkin menganggap anak ADHD merupakan anak yang bodoh karena perilaku dan jalan pikirannya berbeda dari orang lainnya. ADHD memang dapat menyebabkan seseorang kesulitan belajar, namun mereka bukan disabilitas belajar. Mereka mampu belajar dan cenderung mempunyai IQ yang tinggi. Yang membedakan adalah akibat tingkat dopamin yang rendah, membuat anak ADHD jadi sulit menentukan prioritas mana yang harus didahulukan, terlalu banyak energi, dan impulsif.

3. ADHD sama dengan hiperaktif

Salah satu perbedaan utama antara anak hiperaktif dan ADHD adalah ADHD lebih mengganggu kemampuan seseorang untuk bergaul dengan baik di sekolah maupun situasi sosial. Lalu, bila anak yang sangat aktif bisa menanggapi intervensi perilaku seperti punishment, sementara ADHD justru merasa tertantang untuk melakukan hal sebaliknya.

Sebenarnya masih banyak lagi kesalahpahaman tentang pengidap gangguan ini. Namun ketiganya merupakan salah kaprah yang paling banyak dibicarakan. Menurut Tio, edukasi terhadap gangguan ADHD pada anak-anak maupun orang dewasa seharusnya lebih banyak diketahui oleh masyarakat kita. Supaya para pengidapnya tidak lagi disalahpahami sebagai penyakit mental lainnya yang semestinya bisa disembuhkan oleh obat-obatan dan ditangani dengan tepat. Ia mengatakan selama ini banyak orang tua yang anaknya mengidap ADHD selalu dianggap aib dan tidak ingin dibicarakan.

"Mereka (masyarakat) tidak tahu bahwa itu adalah perbedaan sistem kerja otak. Bukan seperti sakit flu yang harus disembuhkan dengan obat-obatan tertentu. Kami hanya ingin dipahami bahwa cara otak kami berbeda dan bagaimana cara orang seharusnya menyikapi ini, seperti mengarahkan kemampuan yang lebih dikuasai," tutup Tio.

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS