Setiap hari, hanya untuk bermobilitas dari rumah menuju tempat kerja dan sebaliknya, jutaan warga Jakarta dan kota-kota besar lainnya menghabiskan waktu berjam-jam di tengah kemacetan. Suatu tragedi yang menjemukan dan merusak produktivitas, bagi warga yang negaranya sedang lantang mengimpikan masa depan emas.
Ketika kota-kota yang padat terus tumbuh bergegas dengan pesat, sistem transportasi yang lama terasa semakin tidak mencukupi. Tetap usang dan masih kurang memadai. Maka pertanyaannya: Apakah kita sudah siap menghadapi tantangan masa depan, minimal dalam urusan mobilitas warga? Adakah solusi konkrit untuk menyiapkan moda transportasi yang benar menunjang masa cemerlang? Apakah beban ini bisa dilimpahkan melalui embel-embel moda transportasi yang lebih hijau dan berkelanjutan?
Kendaraan Listrik: Harapan Hijau di Tengah Tantangan Infrastruktur?
Kendaraan listrik (electric vehicle/EV) kini menjadi sorotan utama dalam agenda transportasi berkelanjutan Indonesia. Data Kementerian Perhubungan mencatat peningkatan signifikan jumlah EV, dari sekitar 20.000 unit pada 2021 menjadi lebih dari 140.000 unit pada akhir 2024.
Namun, potensi besar kendaraan listrik ini masih menghadapi hambatan serius. Infrastruktur pengisian daya yang belum merata menjadi tantangan utama. Saat ini, sekitar 1.300 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) tersebar, namun mayoritas berada di Pulau Jawa dan khususnya di Jabodetabek. Selain itu, harga kendaraan listrik yang relatif mahal dan kurangnya edukasi penggunaan serta perawatan baterai membuat adopsi EV masih terbatas pada kalangan tertentu saja.
Kendala teknis lain seperti waktu pengisian baterai yang lama dan jarak tempuh kendaraan listrik yang masih terbatas juga menjadi hambatan bagi pengguna kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu, pengembangan infrastruktur dan edukasi yang menyeluruh harus menjadi prioritas agar manfaat EV dapat dirasakan secara merata.
Pemerintah juga telah berupaya mendorong pengoperasian bus bertenaga listrik. Di Jakarta, moda TransJakarta saat ini telah mengoperasikan lebih dari 100 unit bus listrik, dan menargetkan seluruh armadanya beralih bebas emisi pada 2030.
Transportasi Massal: Pilar Utama Mengurai Kemacetan
Transportasi massal adalah tulang punggung mobilitas perkotaan yang berkelanjutan. Di Jakarta, misalnya, kemajuan signifikan telah dicapai melalui MRT, LRT Jabodebek, dan BRT TransJakarta yang melayani jutaan penumpang setiap hari. Mengambil contoh MRT Jakarta, moda kereta cepat satu ini telah mampu melayani lebih dari 100.000 penumpang per hari di 2024, dan lumayan bisa diandalkan sebagai pengurang beban kendaraan pribadi di jalan raya.
Namun, kemajuan ini belum merata ke kota-kota besar lain seperti Surabaya, Medan, dan Makassar. Di kota-kota tersebut, kendaraan pribadi, angkot, dan sepeda motor masih mendominasi, sementara sistem transportasi massal belum terintegrasi secara optimal. Hal ini menjadi tantangan besar dalam membangun sistem yang efisien, ramah lingkungan, dan mampu memenuhi kebutuhan mobilitas yang terus meningkat.
Keterbatasan alokasi anggaran, koordinasi antar lembaga yang belum maksimal, serta kurangnya tenaga ahli bidang transportasi perkotaan turut memperlambat perkembangan sistem transportasi massal di berbagai daerah.
Keberhasilan transportasi perkotaan sangat bergantung pada integrasi antar moda agar pengguna dapat berpindah dengan mudah dan nyaman. Lagi-lagi, mengambil contoh di Jakarta, beberapa kemajuan memang sudah bisa terlihat. Contohnya halte TransJakarta CSW yang terintegrasi langsung dengan Stasiun MRT ASEAN, serta halte TransJakarta Pancoran yang terkoneksi dengan LRT Jabodebek. Sistem tarif terpadu seperti JakLingko memudahkan perpindahan moda dengan biaya lebih efisien.
Namun, integrasi fisik antar moda ini juga masih menghadapi kendala. Penumpang seringkali harus berjalan kaki jauh melalui area yang kurang nyaman, atau bergantung pada ojek daring untuk mengatasi jarak "first-mile" dan "last-mile". Waktu tunggu antar moda juga belum tersinkronisasi dengan baik, menimbulkan ketidaknyamanan dan menurunkan minat masyarakat menggunakan transportasi umum.
Pengembangan infrastruktur yang memprioritaskan aksesibilitas pejalan kaki serta pengembangan moda transportasi mikro seperti sepeda dan skuter listrik sangat diperlukan agar integrasi menjadi lebih optimal dan mobilitas warga semakin lancar.
Urbanisasi Pesat dan Tantangan Mobilitas Perkotaan
Wilayah Jabodetabek terus tumbuh dengan pertambahan penduduk lebih dari 100.000 orang setiap tahun. Mayoritas pendatang mencari peluang kerja dan kualitas hidup lebih baik, yang menuntut kebutuhan mobilitas jauh lebih kompleks dan intens.
Tanpa sistem transportasi publik yang andal, terjangkau, dan terintegrasi, lonjakan kendaraan pribadi akan memperparah kemacetan dan polusi udara yang sudah kronis. Hal ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup tetapi juga membebani perekonomian dengan kerugian produktivitas yang besar.
Perencanaan transportasi jangka panjang yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan dan inklusivitas sosial menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera diatasi oleh pemerintah dan pemangku kepentingan.
Transportasi Berkelanjutan: Hak Dasar Warga Kota
Transportasi adalah kebutuhan dasar yang memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas warga. Sistem transportasi yang aman, terjangkau, dan nyaman membuka peluang masyarakat untuk berkembang dan berkontribusi positif dalam ekonomi dan sosial.
Mendorong adopsi kendaraan listrik harus sejalan dengan pembangunan infrastruktur pengisian yang merata dan edukasi yang menyeluruh. Selain itu, pengembangan transportasi massal dan integrasi antar moda harus terus diperkuat agar mampu menampung jumlah penumpang yang terus bertambah.
Transportasi berkelanjutan bukan hanya soal teknologi dan infrastruktur baru, tetapi juga soal memastikan akses yang adil dan merata bagi seluruh warga tanpa terkecuali. Indonesia perlu terus berinovasi dan berinvestasi agar kota-kota besar menjadi tempat tinggal yang lebih layak dan produktif bagi jutaan orang yang bergantung pada mobilitas setiap hari.
Tantangan dalam menghadapi masalah transportasi yang ada di Indonesia sangat kompleks dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang tinggi menuntut sistem transportasi yang responsif, berkelanjutan, dan inklusif. Meski kemajuan sudah dicapai, terutama di Jakarta, masih banyak pekerjaan rumah di kota-kota besar lain yang harus segera diatasi.
Kendaraan listrik memang menawarkan peluang besar dalam menurunkan polusi dan ketergantungan bahan bakar fosil. Tetapi, orientasi masyarakat yang masih dibiarkan tergantung dengan kendaraan pribadi, sekalipun bertenaga listrik harus segera diperbaiki. Hal ini juga wajib dilakukan sejalan dengan pencukupan infrastruktur dan edukasi yang merata mengenai moda transportasi yang lebih hijau dan berkelanjutan agar manfaatnya bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
Tiada pilihan lain: pengembangan transportasi massal dan integrasi moda adalah kunci utama yang bisa mengurangi kemacetan dan meningkatkan kualitas hidup warga. Apalagi, transportasi berkelanjutan juga merupakan hak dasar warga kota yang harus diwujudkan dengan kebijakan tepat, investasi memadai, serta partisipasi aktif seluruh pihak.
Hanya dengan demikian, kota-kota besar Indonesia mampu mengimbangi perubahan dan menyambut masa depan yang lebih hijau, nyaman, dan produktif.
__________________________________________________________________
Penulis: Andi Wijaya*
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
(ktr/RIA)