Insight | General Knowledge

Mencari Tahu Tarif Ideal Transportasi Umum di Jakarta Menurut Warga

Jumat, 06 Oct 2023 15:49 WIB
Mencari Tahu Tarif Ideal Transportasi Umum di Jakarta Menurut Warga
Foto: Istimewa
Jakarta -

Mulai awal Oktober ini, pemerintah resmi memberlakukan tarif baru untuk transportasi umum Light Rail Transit (LRT) yaitu tarif paling rendah Rp3.000 dan maksimal Rp20.000 per perjalanan. Artinya jika penumpang ingin menggunakan LRT dari stasiun awal hingga akhir, bolak-balik, mereka harus merogoh kocek hingga Rp40.000. Pemberlakuan tarif baru ini pun menuai beragam komentar dari para pengguna transportasi umum, khususnya pengguna LRT yang baru saja menikmati fasilitas ini dengan harga Rp5.000 pada September lalu.

Mereka merasa pemberlakuan tarif tersebut dinilai terlalu mahal dan tidak sesuai dengan kondisi finansial masyarakat menengah ke bawah yang selama ini lebih sering menggunakan transportasi publik ketimbang masyarakat dengan ekonomi menengah atas. Padahal tahun-tahun sebelumnya pemberlakuan tarif transportasi umum Mass Rapid Transit (MRT) juga sempat diperdebatkan karena terlalu mahal.

Namun pada akhirnya masyarakat lambat laun menerimanya sebab menilai dari keterjangkauan ke tengah kota dan fasilitasnya yang nyaman membuat masyarakat rela membayar tarif yang sekarang. Ditambah lagi, MRT kini juga sudah disubsidi oleh pemerintah. Ini membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat tidak masalah membayar lebih ketika menggunakan transportasi publik asal fasilitasnya nyaman dan jarak transportasi umum ke tempat tujuan lebih dekat.

Tapi yang menjadi permasalahan terkait tarif LRT ini, kemungkinan tidak akan disubsidi pemerintah. Sehingga masyarakat pun menjadi enggan dan merasa keberatan dengan tarif yang cukup mahal ini. Melihat permasalahan kompleks ini, CXO Media mencoba mencari tahu tentang tarif ideal transportasi umum di Jakarta menurut beberapa pengguna.

Tarif LRT yang Dinilai Terlalu Mahal

Sebenarnya penentuan tarif sebuah transportasi umum harus dinilai dari banyak aspek, mulai dari fasilitasnya, keterjangkauannya, jarak yang ditempuh, dan tentu saja kemampuan finansial para penggunanya. Penolakan dan protes tarif baru LRT oleh sebagian besar pengguna transportasi umum terasa wajar, sebab penerapannya tidak melihat kondisi kemampuan finansial pengguna transportasi publik ini.

Timotius, warga Bumi Serpong Damai (BSD) yang sudah setia menjadi pengguna transportasi umum sejak dulu mengatakan ia sepakat dengan orang-orang yang memprotes tarif baru LRT tersebut karena dinilai terlalu mahal. Pada akhirnya, LRT adalah transportasi yang akan mengangkut orang dari luar Jakarta ke dalam Jakarta, sehingga terasa wajar kalau warga urban meminta tarif yang lebih murah.

"Kalau orang lain protes ya menurut gue masuk akal sih, end of the day LRT itu kan mengangkut orang dari luar Jakarta ke dalam Jakarta, secara ekonomi kadang warga urban tuh lebih butuh yang lebih murah lah. That's why mereka pakai transportasi umum," kata Timo.

Tasya yang juga berdomisili di Tangerang Selatan dan sehari-hari menggunakan transportasi umum pun menilai protes orang-orang terkait tarif baru cukup make sense. Sebab menurutnya, transportasi umum sangat esensial dan digunakan setiap hari oleh masyarakat. Bila biayanya terlalu mahal, tentu akan memberatkan orang-orang yang berpenghasilan rendah.

"Penggunaan transportasi umum itu hak semua orang sih, kita sebagai warga berhak untuk mendapatkan transportasi yang nyaman, murah, dan mudah diakses. Kalau mahal, orang-orang pasti bakalan milihnya tetep balik ke kendaraan pribadi juga," ungkapnya.

Namun bagi Rio yang masih tinggal di sekitar Jakarta Selatan mengatakan sebenarnya untuk tarif Rp40.000 bolak-balik dengan jarak yang lumayan jauh dari kawasan urban sampai ke kota memang kurang ideal. Tetapi mengingat jarak stasiun awal ke stasiun akhir itu jauh, Rp20.000 sekali jalan terasa wajar. Sebab masyarakat tidak perlu pusing memikirkan membayar kredit kendaraan pribadi, mengurus service kendaraan, mengurus bensin, sampai pajak kendaraan.

"Menurut gue sebenernya masih bisa dimurahin lagi (tarifnya), disubsidi lagi, dan ya pemerintah sekarang lagi mencoba dengan tarif segitu juga pasti melihat kemampuan finansial masyarakat juga, terutama transportasi seperti ini di kota besar. Tapi melihat populasi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah lebih besar, sepertinya masih bisa dipermurah lagi sih," ujar Rio.

Berbeda dengan pendapat ketiga warga lainnya, Gea yang juga berdomisili di sekitar Jakarta tidak keberatan dengan tarif LRT yang diterapkan sekarang. Ia menilai daripada orang-orang menggunakan kendaraan pribadi, lebih baik membayar Rp20.000 dengan jarak yang cukup jauh.

"Dibanding naik kendaraan pribadi, gue lebih milih untuk naik transportasi umum yang nyaman. Pertama, fasilitasnya bagus, stasiunnya juga estetik dan nyaman. Jadi menurut gue, enggak masalah kalo (bayar) Rp20.000 dari stasiun pertama sampai akhir. Kan lo enggak perlu panas-panasan, fasilitasnya lengkap seperti ada musolla-nya, view-nya juga bagus. Gue sempet lihat juga kondisi jalanan yang macet pas naik LRT, masa sih betah banget macet-macetan gitu. Kalo gue lebih milih untuk naik LRT, terlepas dari harganya Rp20.000 sekali jalan ya," papar Gea.

Tarif Ideal Kata Warga

Setiap orang punya standar sendiri untuk menentukan tarif transportasi ideal menurut mereka. Tetapi ideal atau tidaknya, sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhinya, jarak misalnya. Menurut Gea, bicara soal tarif semua itu tergantung sejauh apa jarak yang ditempuh oleh pengguna itu sendiri. Bila domisili si pengguna transportasi umum itu jauh, wajar saja bila mereka merogoh kocek yang agak dalam.

"Gue itu tipikal yang enggak ngeh sih mahal atau enggak, soalnya jarang melihat tarif. Nah kalau jarak rumah ke kantor itu deket, sepertinya Rp10.000 pakai Transjakarta itu udah ideal banget. Makanya, kalau pakai LRT bayar Rp20.000, itu ideal menurut gue. Udah gitu, kalau rumah lo jauh terus bayar sedikit lebih mahal ya wajar enggak sih?" kata perempuan yang bekerja di sekitaran Tendean itu.

Sementara Tasya dan Timo mengungkapkan tarif transportasi umum sebaiknya memang tidak terlalu mahal. Bila tarifnya mahal, justru bukan menjadi solusi untuk masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum, malah membebani masyarakat. Tasya mengatakan baginya tarif transportasi umum yang paling ideal untuk dibayar per harinya maksimal Rp30.000 ribu bolak-balik.

"Menurut gue tarif transportasi umum yang ideal itu sekitar Rp20.000 bolak-balik lah. Selama ini, gue naik Transjakarta dan tarifnya flat. Memang ngebantu banget, pada akhirnya kita semua yang pakai transportasi umum itu menggerakkan ekonomi perkotaan, makanya tolonglah dikasih subsidi," kata Timo.

Rio pun berpendapat kalau tarif ideal menurutnya adalah Rp10.000 sebab tujuan pemerintah menggalakkan kampanye menggunakan transportasi umum tentu untuk mencapai net zero emission. Kalau itu tujuannya, kata dia, seharusnya pemerintah lebih mendukung dengan menerapkan satu harga saja.

"Gue lebih setuju juga kalo satu harga untuk semua orang, jadi ya memang itu memberikan hak ke semua orang dengan harga segitu, fasilitasnya juga harusnya bagus juga. Itu bisa memberikan kesempatan ke semua orang untuk bisa merasakan transportasi publik," ujar Rio.

Wacana Pemerintah yang 'Nyeleneh'

Bicara soal tarif transportasi umum di Jakarta, pemerintah baru-baru ini mewacanakan bila tarif Transjakarta sebaiknya disesuaikan dengan kondisi finansial masing-masing. Walaupun ini baru rencana, namun masyarakat pun menganggap hal tersebut 'nyeleneh'. Bahkan Tasya berpendapat jika itu dibuat menjadi sebuah kebijakan, bukan sesuatu yang relevan.

"Nanti kelihatan kesenjangannya. Menurut gue, transportasi umum kan dibuat untuk dinikmati oleh banyak orang, jadi enggak setuju sih gue kalau ini dijalanin, buat apa gitu. Ujung-ujungnya kita harus menyetor data pribadi ke pemerintah. Buat apa juga, tujuannya juga enggak dapet aja sih. Transportasi umum itu kan hak bagi semua orang ya, berapapun pendapatannya. Kota yang bagus adalah yang menyediakan transportasi publik untuk siapapun tanpa ada batasan," ungkap Tasya.

Gea pun merasa wacana kebijakan tersebut dinilai aneh. Walaupun tujuannya mungkin untuk memberikan keringanan kepada orang-orang dengan ekonomi rendah agar bisa menikmati transportasi umum, tapi tetap saja aneh. Sementara Timo mengatakan penentuan tarif tertentu sesuai dengan keadaan finansial penggunanya lebih terlihat diskriminatif ketimbang jadi solusi untuk semua pihak.

Banyaknya aturan yang diwacanakan pemerintah untuk menjadi solusi tarif transportasi publik yang adil dan ideal justru terlihat seperti membisniskan, menurut Rio. Bila kebutuhan masyarakat yang seharusnya disediakan oleh pemerintah malah dijadikan 'bisnis', pada akhirnya masyarakat lagi yang kena imbasnya.

"Gue ngerasa pasti bakal banyak pengeluarannya. Kalau dilihatnya sebagai investasi untuk menciptakan transportasi yang terintegrasi ke semua, murah, dan didukung oleh pemerintah, apalagi kita udah bayar pajak, harapannya sih dipermudah hidupnya dengan cara membuat satu harga ke semua transportasi publik," ungkapnya.

Kesimpulannya, mahal atau tidaknya tarif sebuah transportasi publik, semuanya kembali pada kemampuan finansialnya masing-masing. Tapi memang lebih baik jika tarif tersebut sudah diperhitungkan dengan matang dengan menyesuaikan Upah Minimum Regional juga, bukan hanya jarak dan fasilitasnya saja. Transportasi umum adalah solusi yang seharusnya didukung penuh oleh berbagai pihak-pemerintah, swasta, dan masyarakat-sehingga end of the day semua orang bisa merasakannya tanpa pandang bulu.

(DIR/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS