Insight | General Knowledge

Not My King: Penobatan King Charles Diwarnai Protes Anti-Monarki

Selasa, 09 May 2023 19:00 WIB
Not My King: Penobatan King Charles Diwarnai Protes Anti-Monarki
Foto: Getty Images: Sebastian Bozon via Detikcom
Jakarta -

Charles III akhirnya dinobatkan sebagai Raja Inggris dalam prosesi yang dilangsungkan di Westminster Abbey pada Sabtu (6/5/23). Penobatan ini dirayakan secara meriah di penjuru negeri, mulai dari pesta jalanan hingga konser di Kastil Windsor. Momen bersejarah ini membuat perhatian dunia tertuju pada the royal family—yang walaupun telah melalui berbagai skandal, tetap berdiri kokoh sebagai wajah monarki. Meski demikian, gaung anti-monarki semakin kencang. Hal ini ditandai dengan aksi protes yang terjadi saat acara penobatan berlangsung.


Di London, para peserta aksi berkumpul di Trafalgar Square untuk berdemo di sepanjang rute prosesi. Namun aksi protes tak hanya di London, ribuan warga di Cardiff, Glasgow, dan Edinburgh juga menyuarakan hal yang sama. Dengan atribut serba kuning, mereka membawa poster bertuliskan "Not My King".


Aksi protes ini dipimpin oleh Republic, kelompok yang selama ini getol mengkampanyekan penghapusan monarki. Alih-alih dipimpin oleh seorang raja atau ratu, mereka ingin agar Britania Raya dipimpin oleh sosok yang dipilih oleh rakyat. Menurut mereka, sistem monarki tidak adil dan tidak sesuai dengan demokrasi.


"Because we can't hold King Charles and his family to account at the ballot box, there's nothing to stop them abusing their privilege, misusing their influence or simply wasting our money," tulis Republic dalam situs mereka.

Selain itu, banyak juga yang kecewa karena acara penobatan ini menghabiskan uang rakyat, di kala banyak warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbeda dengan royal wedding, acara kenegaraan seperti penobatan memang sepenuhnya didanai oleh kas negara. Hal ini menambah alasan bagi peserta aksi untuk menyuarakan ketidaksukaan mereka terhadap monarki.


Melansir Reuters, polisi menangkap 52 orang yang tergabung dalam aksi protes, termasuk pemimpin Republic, Graham Smith. Kepolisian mengatakan bahwa penangkapan ini dilakukan karena mereka menerima informasi bahwa ada peserta aksi yang akan "mengganggu" proses penobatan. Padahal, aksi protes berlangsung dengan damai. Banyak yang mengecam penangkapan ini karena terkesan berlebihan dan cenderung represif.


Ini bukan pertama kalinya anggota kerajaan, terutama Charles, menjadi target amarah publik. November tahun lalu, seorang pelajar ditangkap karena melempar telur ke arah Charles dan Camilla. Memang, protes anti-monarki meningkat sejak meninggalnya Ratu Elizabeth. Sebab banyak warga, terutama anak muda, merasa bahwa sistem monarki sudah tak layak untuk dipertahankan. Berdasarkan survei CNN, 55% orang dewasa di bawah 25 tahun tidak menganggap royal family sebagai sosok pemimpin yang baik.


Mereka yang menuntut penghapusan monarki berharap Charles menjadi raja terakhir yang memerintah di Britania Raya. Dengan meningkatnya penolakan dari masyarakat, mungkinkah monarki yang telah berkuasa lebih dari 1000 tahun ini akan memasuki babak akhir?

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS