Insight | General Knowledge

Berkaca dari Kebakaran Depo Pertamina Plumpang: Harus Seperti Apa Standar Keamanannya?

Sabtu, 04 Mar 2023 12:00 WIB
Berkaca dari Kebakaran Depo Pertamina Plumpang: Harus Seperti Apa Standar Keamanannya?
Ilustrasi Depo BBM Pertamina Foto: Pertamina
Jakarta -

Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara mengalami kebakaran hebat pada Jumat (3/3), sekitar pukul 20.20 WIB. Dari pantauan CXO Media di Twitter tadi malam, terlihat masyarakat berhamburan dan diperparah usai adanya ledakan dari kebakaran depo BBM terbesar di Jakarta tersebut.

Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, Setriadi Gunawan seperti dikutip CNN Indonesia mengatakan objek kebakaran tersebut berasal dari pipa bensin yang bocor. Warga setempat juga mengaku, sebelum kebakaran terjadi, tercium aroma bensin yang menyengat.

Hingga saat ini, belum diketahui apa penyebab pipa bensin tersebut bocor dan menyebabkan kebakaran yang kini telah menelan 13 korban meninggal dunia dan 49 lainnya mengalami luka bakar.

Namun yang menjadi sorotan adalah posisi depo BBM yang sangat dekat dengan pemukiman warga membuat kebakaran tersebut sulit teratasi dengan cepat dan mungkin menyebabkan lebih banyak korban jiwa. Bila diperkirakan, antara tempat kejadian perkara (TKP) dengan rumah warga, hanya berjarak tak sampai 50 meter.

Padahal kalau kita melihat depo-depo BBM yang ada di luar Jakarta, posisi bangunan tersebut cukup jauh dari pemukiman warga. Bahkan di luar negeri, depo dibangun di lahan luas tanpa ada bangunan lain di sekitarnya   apalagi pemukiman. Lantas, harus seperti apa standar keamanan depo BBM itu sendiri?

Aturan Mitigasi Depo BBM Belum Jelas

CXO Media mencoba untuk meriset tentang regulasi atau aturan keamanan depo BBM di Indonesia. Tetapi sayangnya, kami belum menemukan standar yang jelas perihal depo BBM di Indonesia tertuang dalam aturan tertulis maupun dalam bentuk pedoman. Misalnya berapa jarak depo dengan bangunan kantor atau dengan lingkungan di sekitarnya.

Berbeda dengan negara tetangga kita   Malaysia, yang memiliki pedoman zona industri dan area pemukiman yang bisa diakses bebas. Dalam salah satu poinnya, Pemerintah Malaysia dengan rinci menjelaskan tentang buffer zone yang merupakan pedoman mitigasi untuk melindungi kehidupan manusia, bangunan, dan sumber daya lainnya dari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh efek aktivitas industri.

Mereka membaginya menjadi tiga bagian di antaranya Primary Buffer Zone, Secondary Buffer Zone, dan Overall Buffer Zone. Ketiga poin tersebut dijelaskan secara rinci hingga memiliki gambaran seperti apa mitigasi yang aman dari area industri hingga ke pemukiman warga.

Walau dalam pedoman tersebut tidak dijelaskan berapa meter jarak idealnya, namun mereka memberikan gambaran komponen apa yang harus ada untuk standar keamanannya. Seperti jalan yang cukup lebar, drainase, sungai, area khusus konservasi, danau, hutan, lapangan terbuka, dan sebagainya.

Sayangnya di Indonesia, belum secara jelas memiliki aturan semacam ini dan sesuai dengan standarisasi keamanan layaknya Malaysia. Meskipun beberapa di antara depo BBM yang baru dibangun telah dilakukan standarisasi keamanan yang lebih baik.

Belum Ada Tindakan

Ini bukan kali pertama depo BBM Pertamina Plumpang mengalami kebakaran. Pada 2009 dan 2010 silam, tangki penyimpangan BBM ini pernah terbakar dan juga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Pada saat itu, sebenarnya pemerintah pusat bahkan pemerintah DKI Jakarta mendesak untuk memindahkan warga dari wilayah tersebut.

Menteri Energi BUMN saat itu, Sofyan Djalil mengatakan bahwa standard safety depo BBM di seluruh Indonesia semestinya harus dikaji ulang. Ia menyarankan dibangunnya parit di sekitar depo untuk mencegah timbulnya korban jiwa ketika terjadi kebakaran kembali.

Hal ini juga diamini oleh Sekretaris Meneg BUMN, Said Didu yang menyarankan Pertamina untuk segera memperbaiki infrastruktur. Salah satunya adalah membangun parit selebar 50 meter di sekeliling depo, termasuk jalan khusus atau akses untuk ke depo agar tidak lagi menggunakan jalan umum.

Tak hanya dari kementerian, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo pun mengakui bahwa lahan yang digunakan oleh masyarakat saat ini adalah milik pertaminan dan bukan berfungsi sebagai hunian. Warga menempati lahan seluas 83 hektar dari total 162 hektar dari lahan milik PT Pertamina di daerah Tanah Merah, Plumpang secara ilegal.

"Saya enggak mau pakai kata-kata gusur karena gusur itu artinya kita tidak memperlakukan dengan baik. Kita ingin mengembalikan fungsi lahan dan itu bukan berfungsi untuk hunian," papar Fauzi Bowo saat itu dikutip Antara.

Ia juga menyarankan kepada Pertamina untuk membangun kawasan buffer zone atau kawasan penyangga sebagai pencegahan kecelakaan lain di masa mendatang. Apalagi Depo Pertamina Plumpang sangat dekat dengan pemukiman warga yakni tidak sampai 2 kilometer.

Namun 14 tahun sejak kejadian kebakaran pertama di Depo Pertamina Plumpang tersebut terjadi hingga saat ini, belum ada tanda-tanda perubahan yang terjadi. Bahkan hunian warga semakin padat dan terlihat hanya dibatasi oleh tembok tinggi saja.

[Gambas:Audio CXO]

(DIR/ari)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS