Insight | General Knowledge

Indonesia-Malaysia: Mengapa Kita Terus Bertengkar?

Rabu, 19 Oct 2022 16:15 WIB
Indonesia-Malaysia: Mengapa Kita Terus Bertengkar?
Foto: iStock
Jakarta -

Gara-gara video acara pernikahan, warganet Indonesia dan Malaysia terlibat cekcok di Twitter. Percekcokan ini dimulai ketika sebuah akun dengan nama pengguna @MALAYSIAVIRALL yang mengunggah video pernikahan, yang diduga diambil di Indonesia. Dalam video tersebut, terlihat pasangan dan para tamunya yang sedang berdansa di acara resepsi dengan lagu elektronik, lengkap dengan DJ. Akun tersebut melempar komentar bernada nyinyir karena pengantin perempuan dan sejumlah tamu undangan menggunakan busana yang muslimah dan kebaya yang dianggap identik dengan budaya Malaysia.

Cuitan tersebut langsung membuat warganet Indonesia geram dan menyerang akun @MALAYSIAVIRALL dengan komentar yang tak kalah pedasnya. Salah satu warganet bahkan ada yang menyerang balik dengan foto pernikahan Sultan Muhammad V dengan seorang mantan Miss Moscow 2015. "Urusin sultan lu yang dugem sama noh," cuit warganet. Pernikahan itu digelar secara mewah dan meriah di Rusia, tanpa melibatkan adat Melayu. Sultan Muhammad V sendiri pernah menjabat sebagai Raja Malaysia dari tahun 2016 hingga 2019. Sontak semua ini pada akhirnya memicu perdebatan panjang antara warga Indonesia dan Malaysia.

Selama bertahun-tahun, Indonesia dan Malaysia memang telah menjadi musuh bebuyutan. Mulai dari sengketa wilayah, makanan, lagu daerah, hingga sepakbola, kedua negara ini tak pernah kehabisan topik untuk diributkan. Sejak kapan sebenarnya permusuhan ini dimulai?

Dari "Ganyang Malaysia" Hingga "Malingsia"
Saling cekcok antara Indonesia dan Malaysia sebenarnya sudah dimulai sejak Orde Lama. Saat itu, Presiden Soekarno menentang pembentukan Negara Federasi Malaysia-yang digagas oleh Inggris. Sebagai penolak kolonialisme dan imperialisme, Soekarno berpendapat bahwa pembentukan negara federasi ini adalah bentuk penjajahan baru.

"Malaysia membahayakan Revolusi Indonesia. Karena itu maka kita serempak seiya-sekata, Malaysia harus kita ganyang habis-habisan," ujar Soekarno dalam pidatonya. Soekarno kemudian memutuskan segala bentuk hubungan dengan Malaysia. Dalam sejarah, peristiwa ini disebut sebagai Konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Hari ini, pemerintah Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang tergolong sehat, tapi warganya justru yang sering bertengkar. Pada ajang kualifikasi Piala Dunia 2019, istilah "Ganyang Malaysia" kembali muncul. Di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur, suporter timnas RI diduga dikeroyok oleh suporter timnas Malaysia. Tak lama setelahnya, #GanyangMalaysia menjadi trending topic di media sosial.

Namun pertengkaran yang paling sering terjadi adalah perihal tudingan curi-mencuri budaya nasional. Dalam iklan pariwisata Malaysia, Reog Ponorogo dan lagu 'Rasa Sayange' pernah ada di dalamnya. Tak hanya itu, makanan favorit warga yaitu Rendang juga pernah diakui Malaysia sebagai salah satu kuliner khas negeri Jiran itu. Warga Indonesia yang tak terima pun memberikan julukan plesetan bagi Malaysia, yaitu Malingsia.

Bagai Saudara Kembar

Pertengkaran tidak sehat yang terjadi antara warga Indonesia dan Malaysia sebenarnya adalah hal yang membingungkan. Pasalnya, kedua negara ini memiliki banyak persamaan-bahkan Malaysia bisa dikatakan sebagai negara yang paling mirip dengan Indonesia. Misalnya, sebagai sesama negara ASEAN, baik Indonesia maupun Malaysia pernah sama-sama menderita di bawah penjajahan bangsa Eropa.

Persamaan lainnya adalah warga Indonesia dan warga Malaysia sama-sama dizalimi oleh rezim yang korup. Pada tahun 2020, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dinyatakan bersalah karena menerima suap hingga USD 10 juta untuk proyek 1MDB. Bahkan, istrinya yaitu Rosmah Mansor, juga ikut divonis karena turut menerima suap.

Di bawah rezim yang korup dan represif, warga Malaysia juga bisa terancam penjara apabila menghina pemerintah. Warga Indonesia sendiri sudah tak asing dengan kondisi semacam itu, apalagi ancaman UU ITE mengintai di mana-mana. Melihat persamaan ini, seorang warga Malaysia menawarkan ide brilian: daripada meributkan pernikahan, warga kedua negara seharusnya bekerjasama mengkritik pemerintah satu sama lain agar tidak diciduk aparat. Ia bahkan mengatakan warga Thailand juga dipersilakan untuk bergabung apabila ingin monarkinya dikritik.

Ide salah satu netizen itu agaknya seperti oase yang menenangkan. Sebab pernyataan tersebut disambut meriah oleh banyak warganet. Hal ini membuktikan satu hal: di bawah rezim yang represif, negara ASEAN seharusnya bersolidaritas, bukannya memusuhi satu sama lain. Memang sudah sepatutnya pertengkaran yang tak berfaedah antara Malaysia dan Indonesia tak dilanjutkan, toh mau tidak mau budaya Indonesia dan Malaysia memang memiliki banyak persamaan. Bukankah sebagai tetangga yang memiliki banyak persamaan seharusnya kedua negara bisa hidup rukun?

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS