Setiap tanggal 24 Juli, linimasa media sosial kembali dipenuhi oleh foto atau video para perempuan Indonesia yang memakai baju kebaya. Mulai dari selebriti, aktivis hingga anak muda, semua turut andil dalam perayaan Hari Kebaya Nasional.
Di balik citranya sebagai ikon busana nasional Indonesia, siapa sangka bahwa baju kebaya juga mengakar kuat di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand bahkan Brunei Darussalam. Lalu, mengapa kebaya sering diklaim sebagai milik tunggal suatu negara?
Jawabannya terletak pada bagaimana kebudayan digunakan sebagai elemen pembentuk identitas nasional. Di tengah persaingan geopolitik dan era diplomasi budaya, banyak negara berusaha menyatakan "kepemilikan" terhadap elemen budaya tertentu sebagai salah satu bentuk representasi dari negara tersebut.
Selain itu, dalam sejarah budaya kerap menjadi medan diplomasi lunak sekaligus ajang simbol identitas. Misalnya, Batik sempat menjadi sumber ketegangan simbolik antara Indonesia dan Malaysia saat diakui sebagai warisan budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2009, hal serupa juga, terjadi pada Rendang dan Reog Ponorogo.
Fenomena ini menunjukkan bahwa budaya bukan sekedar memori nostalgia, tapi juga instrumen soft power yang strategis. Padahal, menurut UNESCO 2003, tentang Warisan Budaya Takbenda, "Warisan budaya tradisional bukanlah milik eksklusif suatu negara, melainkan milik komunitas-komunitas yang mempraktikkannya, dengan kata lain budaya adalah milik bersama umat manusia."
Pengajuan kebaya sebagai nominasi Warisan Budaya Takbenda UNESCO oleh lima negara Asia Tenggara pada tahun 2023 justru menjadi langkah progresif, karena kelima negara ini memilih untuk merayakan keterhubungan historis, tetapi juga menghindari klaim sepihak yang memecah solidaritas kawasan.
Jejak Sejarah Kebaya di Asia Tenggara
Kebaya memiliki sejarah yang panjang. Asal-usul katanya dapat ditelusuri dari bahasa Persia, yakni "qaba" yang berarti jubah kehormatan. Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Portugis menjadi cabaya atau caba, yang berarti tunik. Ketika Portugis tiba di Jawa pada tahun 1512, mereka menemukan perempuan bangsawan lokal mengenakan pakaian dengan bukaan depan seperti tunik panjang itulah awal mula kebaya versi Nusantara.
Andi Achdian, sejarawan dan editor Jurnal Sejarah dari Masyarakat Sejarawan Indonesia, menyatakan bahwa kawasan Asia Tenggara pada abad ke-15 dan 16 merupakan wilayah yang sangat terhubung secara budaya dan perdagangan.
Menurut Linda Walters dan Abby Lillethun dalam buku Fashion History: A Global View, kebaya menyebar ke berbagai wilayah Asia Tenggara melalui jalur perdagangan maritim, migrasi lintas bangsa dan pernikahan antar etnis. Ini menandakan bahwa sejak awal, kebaya bukan hasil budaya satu bangsa, tetapi tumbuh dalam ruang yang multikultural dan saling mempengaruhi.
Di Brunei, seperti dicatat dalam Historical Studies Journal, sejarah kebaya tak jauh berbeda dengan kisah busana Melayu. Di sana, kebaya dikenal sebagai baju kurung. Sedangkan di Malaysia, menurut Jurnal Arkeologi Malaysia, kebaya diyakini pertama kali muncul di Malaka pada abad ke-16, dibawa oleh perempuan Portugis.
Thailand pun tak ketinggalan. Meski tidak menggunakan istilah "kebaya" secara langsung, Thailand memiliki pakaian tradisional serupa yang berkembang dari interaksi budaya di Semenajung Melayu.
Sementara itu, Jackie Yoong, kurator senior Museum Peranakan Asia di Singapura, menjelaskan bahwa struktur kebaya, seperti segitiga di bawah lengan, seperti jubah di Timur Tengah. Artinya, kebaya sudah sejak lama melintasi batas geografis dan kultural serta menyesuaikan diri dengan konteks lokal masing-masing wilayah.
Kebaya Malaysia dan Kebaya Thailand./ Foto: Shutterstock |
Ragam Kebaya di Lima Negara
Meskipun berakar dari bentuk yang serupa, yakni blus berkancing depan yang dipadukan dengan kain panjang, kebaya kemudian berkembang menjadi simbol yang unik di tiap negara. Identitas lokal, teknik jahit, hingga pemaknaan sosial berperan besar membentuk keragaman tersebut.
- Indonesia
Di Indonesia, kebaya adalah lambang identitas nasional sekaligus simbol perempuan yang anggun dan berdaya. Kita mengenal tipe populer seperti kebaya kutubaru, kebaya encim dan kebaya Kartini. Setiap jenis membawa kekhasan tersendiri, berpadu dengan kain batik, tenun dan songket.
Detail seperti brokat, renda, dan bordir tangan menambah kekayaan visualnya. Uniknya, kebaya di Indonesia juga hidup dalam ruang kontemporer, contohnya di Bali, perempuan berkebaya tetap gesit mengendarai motor. Di Jakarta, kebaya tampil dalam kampanye fashion ramah lingkungan. Ini menunjukkan bahwa kebaya tak hanya dipakai di acara adat atau kenegaraan, tetapi juga meresap dalam keseharian masyarakat. - Malaysia
Malaysia mempunyai dua bentuk kebaya utama. Pertama, kebaya nyonya, busana khas perempuan Peranakan Tionghoa dengan bordiran phoenix dan bunga peony. Biasanya dipadukan dengan sarung batik. Kedua, kebaya kurung atau lebih dikenal sebagai baju kurung, blus longgar tanpa bukaan depan yang menjadi identitas perempuan Melayu. Keduanya memiliki nilai simbolik yang kuat dalam membentuk identitas etnis serta kebaya di negara ini biasanya dikenakan dalam perayaan seperti hari raya, pernikahan dan acara kenegaraan. - Singapura
Di Singapura, kebaya sangat lekat dengan budaya Peranakan. Perempuan Tionghoa yang telah bermukim sejak abad ke-14 mengenakan nyonya kebaya sebagai simbol status dan keanggunan. Warna-warna mencolok, motif floral serta padanan aksesoris emas menunjukkan kedudukan sosial perempuan yang memakainya.
Selain itu, yang paling ikonik yaitu seragam pramugari Singapore Airlines, seragam ini memadukan estetika kebaya dengan standar pelayanan internasional, sampai kini, Singapore Airlines tetap mempertahankan kebaya sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan Singapura ke dunia. - Brunei Darussalam
Di Brunei, kebaya kerap disebut sebagai baju kurung dan biasanya terbuat dari kain songket yang ditenun dengan benang emas. Berbeda dengan kebaya Indonesia atau Malaysia, kebaya Brunei memiliki siluet yang lebih longgar, biasanya dikenakan dalam acara kenegaraan, upacara keagamaan dan momen penting seperti pernikahan.
Songket Brunei tidak hanya mencerminkan kemewahan, tetapi juga spiritualitas, karena sering dikenakan dalam konteks religius Islam. Kebaya di Brunei menjadi representasi harmoni antara tradisi Melayu dan nilai-nilai agama. - Thailand
Di Thailand, bentuk busana yang menyerupai kebaya disebut Suea Phraratchathan - blus tradisional yang dipadukan dengan sinh atau kain sarung panjang. Pakaian ini mirip dengan chitlada, yang sering digunakan dalam upacara resmi. Meski nama "kebaya" tidak digunakan, struktur dan esensinya serupa, membuktikan pengaruh budaya Melayu dan interaksi lintas kerajaan di masa lalu.
Keberadaan busana ini di Thailand, membuktikan bahwa kebaya merupakan salah satu budaya dan telah diadopsi lalu dikembangkan sesuai dengan nilai lokal masing-masing masyarakat.
Jadi kebaya bukan sekedar busana. Ia adalah cermin sejarah migrasi, akulturasi budaya, dan simbol kekuatan perempuan Asia Tenggara. Setiap helai benangnya bercerita tentang relasi antarbangsa, tentang pasar-pasar pelabuhan yang ramai, tentang perempuan yang merajut tradisi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika lima negara ini mengajukan kebaya sebagai Warisan Budaya Dunia kepada UNESCO, mereka tidak hanya mengupayakan pengakuan formal. Mereka sedang merawat memori kolektif kawasan ini, tentang bagaimana sejarah dan budaya tak pernah benar-benar punya batas negara.
Namun pengakuan ini tidak boleh berhenti hanya pada seremoni simbolik belaka. Lebih dari itu, kebaya pun harus diberi ruang di runway mode dan sebagai generasi muda memiliki peran besar dalam memastikan kebaya tetap hidup dan relevan di tengah arus fesyen yang cepat berganti.
Dari beragam kebaya yang ada, mana yang paling kamu sukai?
Penulis: Ayu Puspita Lestari
*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi atau pihak media online.*
Kebaya Malaysia dan Kebaya Thailand./ Foto: Shutterstock