Insight | Business & Career

Pandemi: Virus Mematikan yang Melahirkan Jutawan

Kamis, 03 Feb 2022 18:00 WIB
Pandemi: Virus Mematikan yang Melahirkan Jutawan
Foto: pexels maksim goncharenok
Jakarta -

Dua tahun lamanya, CoronaVirus Disease atau Covid-19 telah melanda dunia. Keadaan pandemi yang berlarut ini nyatanya telah mengubah taraf kehidupan masyarakat. Menurut Oxfam, 140 juta penduduk seluruh dunia jatuh miskin karena kehilangan pekerjaan selama masa pandemi, sedangkan di sisi lain, 20 "miliarder pandemi" justru muncul dari daratan Asia.

Di tengah wabah yang mematikan dan menghancurkan perekonomian banyak orang, Oxfam mencatat ada 20 miliarder baru yang muncul dari bisnis seputaran Covid-19 seperti halnya farmasi, peralatan medis dan layanan-layanan sejenis. Beberapa negara adiekonomi di Asia seperti Jepang dan China, diketahui melahirkan taipan-taipan baru di industri tersebut seperti contohnya Li Jianquan, pemilik perusahaan alat pelindung diri (APD), Winner Medical dan juga Dai Lizhong, dari Sansure Biotech.

Oxfam juga mencatat, secara menyeluruh terdapat pertumbuhan jumlah miliarder di Asia-Pasifik dari total 803 di Maret 2020 lalu, menjadi 1.087 di November 2022. Lebih lanjut lagi, kekayaan kolektif para miliarder tersebut, disebut meningkat sekitar tiga perempat atau 74 persen. Sampai di sini, pandemi yang merusak kehidupan banyak orang-karena harus kehilangan pekerjaan hingga nyawa mereka, ternyata di lain sisi malah menerbitkan taipan baru.

Keberhasilan para miliarder dalam meraih dan menambah pundi kekayaan selama pandemi, disinyalir karena kesigapan mereka dalam berbisnis. Ya, dunia memang sedang berubah. Beberapa industri bahkan terancam jatuh membentur tanah jika tidak beradaptasi. Mereka yang menjadi miliarder saat pandemi, merupakan sosok yang bisa dibilang berhasil beradaptasi. Kabar ini, harusnya menjadi hal yang baik, karena apabila suatu bisnis atau industri bergerak pesat maka serapan tenaga kerja akan dibutuhkan dan akan berujung pada kesejahteraan kelas pekerja.

Ironisnya, di tengah kemunculan taipan pandemi sejauh ini, World Labour Organization justru mencatat setidaknya terdapat 81 juta orang kehilangan pekerjaan dan pengurangan jam kerja di sisi lain membuat 22-25 juta orang lainnya termasuk kelompok pekerja di bawah kemiskinan. Padahal, kekayaan yang dimiliki para miliarder Asia-Pasifik meningkat sebanyak $1,46 triliun (£1,28 triliun), dan cukup untuk memberikan gaji hampir USD10,000 (£8,733) kepada banyak buruh yang kehilangan pekerjaan.

Lebih dan kurangnya, Covid-19 telah merebut banyak hak masyarakat mulai dari sisi ekonomi hingga hak berkehidupan--karena virus ini memang mematikan. Belum lagi, fakta di mana kematian juga disebabkan oleh latar belakang ekonomi yang miskin, sehingga sulit mengakses pelayanan kesehatan merupakan hal yang pelik. Hal ini terasa semakin buruk, mengingat ketimpangan antara penduduk yang kaya dengan yang paling miskin sangatlah terasa. Khususnya di wilayah Asia-Pasifik, laporan Oxfam menyebut 1 persen terkaya memiliki lebih banyak kekayaan daripada 90 persen termiskin di wilayah tersebut.

Terlepas dari polemik kemiskinan dan kekayaan yang timbul semasa pandemi ini, kesenjangan yang terjadi di dunia memang tidak pernah bermakna baik. Walaupun begitu, taksiran Credit Suisse menguraikan bahwa akan ada lebih 42.000 orang Asia-Pasifik dengan nilai kekayaan di atas USD 50 juta dan akan banyak miliarder lain bermunculan di tahun 2025 mendatang. Sementara lembaga keuangan dunia IMF dan World Bank, juga mengungkap bahwa pandemi corona saat ini akan menyebabkan ketimpangan yang semakin kentara di kancah ekonomi global.

Jika ketimpangan memang akan menjadi permasalahan di masa mendatang, rasanya kita sebagai penduduk dunia harus mulai bergegas menyiapkan diri. Apalagi di masa yang akan datang, persaingan di industri akan semakin kompetitif dan kita harus lebih bersikap adaptif dan inovatif.

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS