Insight | Business & Career

Gen Z: Realita Tekanan Sosial, Masa Depan & Cara Menyiasatinya

Selasa, 21 Dec 2021 11:18 WIB
Gen Z: Realita Tekanan Sosial, Masa Depan & Cara Menyiasatinya
Foto: Pexel Polina
Jakarta -

Ketika kita menginjak usia 20an, banyak pertanyaan yang ada di kepala - pencapaian apa yang sudah kita raih? Kita akan jadi apa? Dan sampai mana taraf kesuksesan yang harus kita raih di umur ke-sekian? Di usia ini pula, waktu akan terasa sangat cepat berlalu dan semuanya akan menjadi memori di kepala. Akan ada masa dimana kita akhirnya harus memikirkan titik balik kehidupan dan semua pencapaian kita sebelumnya, apakah mereka semua itu berharga?

Semakin beranjak dewasa, semakin banyak tuntutan dan tekanan sosial yang diberikan baik internal maupun eksternal. Bentuk dari tekanan itu pun beragam, seakan kita dikejar waktu dan target dalam kehidupan untuk memenuhi ekspektasi yang kita miliki, ataupun ekspektasi sekitar kita terutama keluarga. Kita dibesarkan untuk belajar, belajar, lalu bekerja, tapi kita tidak ditunjukan jalan yang jelas menuju kedewasaan. Padahal kenyataannya saat kita menginjak umur 20an inilah banyak hal yang membuat kita ragu, tetapi ekspektasi sosial mengharuskan kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan;

"Kamu gak kuliah jurusan akuntansi aja? Prospek karirnya jelas." atau "Anaknya teman Mama udah bisa beli mobil di umur 24." bahkan soal pilihan hidup seperti pernikahan, banyak memunculkan pertanyaan; "Tetangga sebelah anak terakhirnya udah menikah, lho, kamu nggak ada rencana?" dan ekspektasi-ekspektasi lainnya yang bermunculan.

Banyaknya tekanan sosial itu lah yang terkadang membuat generasi saat ini menjadi kehilangan motivasi, seakan pilihan hidup kita hanya untuk memenuhi ekspektasi. Hal yang kita rasa adalah sebuah pencapaian yang membanggakan, belum tentu menghilangkan kalimat-kalimat komparasi yang dilontarkan dari orang-orang terkasih, terutama orang tua. Banyak sekali generasi saat ini yang memiliki perasaan iri terhadap orang lain, serta kehilangan arah dan tujuan, seakan tidak ada harganya karena adanya tekanan ini. Disadari atau tidak, tekanan sosial ini menjadi budaya yang menjadikan kita untuk menggunakan orang lain sebagai tolak ukur dari pencapaian kesuksesan kita. Nyatanya, jika kita terus-menerus membandingkan diri kita dengan orang lain, tentu saja tidak akan ada habisnya; akan selalu ada orang yang lebih pintar, lebih kaya, dan lebih menarik secara fisik dibanding kita. Hal ini banyak dihadapi terutama oleh Generasi Z (Gen Z), dimana menurut riset oleh American Psychological Association di tahun 2018 menyebutkan bahwa generasi inilah yang memiliki mental terburuk sepanjang masa. Berbagai generasi sebelumnya mengatakan, hal ini terjadi dikarenakan adanya tekanan dari media sosial yang membuat Gen Z menjadi lebih stress dan merasa cemas sehingga terus membandingkan dirinya dengan orang lain.

So what's next? Langkah apa ya yang bisa kita lakukan di usia 20an kita?

Terkadang juga kita lupa untuk menjaga kesehatan diri kita sendiri sebagai investasi di masa depan, contohnya dengan hal simpel seperti makan sehat, olahraga. Padahal hal-hal tersebut adalah pencapaian sederhana yang nantinya kita akan apresiasi. Selain pekerjaan, kita bisa fokus juga dalam mengembangkan hobi-hobi yang bisa dipelajari setiap harinya. Kita juga dapat melakukan eksplorasi yang memberikan kita pengetahuan atau pengalaman dalam sesuatu hal, seperti mengikuti online training di lembaga kursus, ataupun sekadar mengikuti tutorial di YouTube yang kamu belum pernah dicoba sebelumnya.

Satu hal yang pasti akan terjadi adalah ketika menginjak usia 20 keatas, lingkar pertemanan akan berubah, karena disadari atau tidak, sikap kita pun juga akan berubah karena prioritas hidup tiap orang menjadi berbeda. Seperti teman yang tadinya selalu ada untuk kita, lama-lama menjadi jarang berkomunikasi atau bahkan menghilang. Seiring bertambahnya usia, kita pun harus lebih menyadari bahwa kita harus fokus terhadap diri sendiri, hal-hal kecil seperti "mau ngapain ya hari ini?" atau "produktif kayak apa ya hari ini?".

Lakukan mind-mapping untuk merencanakan tujuan atau goal jangka pendek maupun jangka panjang kamu. Terminologi mind map itu sendiri dipopulerkan pertama kali oleh Tony Buzan dalam siaran TV di BBC, Use Your Head pada tahun 1974. Dimana konsep mind map meliputi ide dan informasi yang disajikan secara visual untuk mengorganisasikan, memahami, dan menghasilkan ide-ide baru. Teknik sederhana ini akan mengembangkan memori dan potensi kita secara efektif. Dalam mind map ini, kamu bisa menambahkan pencapaian kamu dalam 5 tahun kedepan, misalnya, pada usia 27 tahun jenjang karir kamu ingin berada di tingkat Manager, atau kamu ingin di usia 30 memiliki total tabungan 3 digit keatas dan beberapa goal lainnya untuk mencapai aktualisasi diri.

Ketika kamu sudah menentukan targetmu, buatlah rencana-rencana bagaimana menggapai itu semua dan jadikan itu sebagai komitmen. Kamu ingin pensiun dini pada usia 40? Rencanakan anggaran pemasukan dan pengeluaranmu secara efisien, ubah gaya hidupmu dengan mengurangi hal-hal konsumtif dengan mengurangi anggaran jajanmu setiap harinya, atau menabung gaji dengan pengeluaran 30:70 yang sisanya untuk ditabung. Dengan perubahan kecil seperti inilah yang akan berdampak besar di masa depannya.

Dari hal-hal yang sudah disebutkan di atas, perlu diketahui bahwa nantinya kamu akan menghadapi perjalanan dengan lika-liku yang mungkin tidak merubah rencana awalmu. Adanya realita inilah yang mengharuskan kamu memiliki rencana cadangan atau back-up plan. Apa saja yang bisa kita jadikan sebagai rencana cadangan? Berikut opsi yang bisa kamu lakukan:

  • Miliki kemampuan lain yang diluar dari dari pendidikan formal kamu. Misalnya, kamu kuliah akuntansi, tidak ada salahnya jika kamu belajar mengenai marketing, ataupun desain grafis sebagai contoh. Ketika kamu butuh pergantian karir, kamu memiliki skill cadangan yang bisa menjadi nilai tambah dan daya jualmu.
  • Tingkatkan pendidikan formalmu dengan mengambil gelar yang lebih tinggi, seperti Magister maupun Doktoral. Mau disadari ataupun tidak, budaya Indonesia masih terjebak dengan formalitas tertulis (on paper) yang menunjukan bahwa orang-orang bergelar lebih tinggi berarti lebih pintar dan memiliki value lebih. Jika kamu tidak memiliki sumber daya finansial yang menjangkau opsi ini, kamu dapat mencoba peruntungan di ranah beasiswa. Banyak beasiswa yang menawarkan pendidikan untuk pemuda Indonesia, baik secara parsial sampai secara cuma-cuma.

[Gambas:Audio CXO]



(DIG/MEL)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS