Interest | Art & Culture

Abadi Nan Jaya: Film Zombie dengan Unsur Lokalitas

Senin, 27 Oct 2025 15:00 WIB
Abadi Nan Jaya: Film Zombie dengan Unsur Lokalitas
Gala Premier Film Original Netflix, Abadi Nan Jaya, Rabu (22/10). Foto: Fauzi Ibrahim - CXO Media
Jakarta -

Kata "zombie" sudah lagi tak asing di telinga sebagian orang. Zombie dimuat dalam banyak format, mulai dari game, kartun, hingga film. Dalam dunia film skala internasional misalnya, tema zombie sudah banyak dimuat, seperti Train to Busan (Korea) dan The Walking Dead (Amerika Serikat).

Di Indonesia sendiri film yang mengangkat tema zombie masih bisa dihitung jari. Salah satu dari film tersebut adalah Abadi Nan Jaya; film zombie yang bercerita dan mengangkat unsur lokalitas. Film ini merupakan sebuah terobosan baru yang unik dan berani. Mengangkat zombie dengan ciri khas Indonesia ke panggung internasional.

Abadi Nan Jaya adalah film thriller bertemakan zombie yang diproduksi oleh Netflix Indonesia. Film yang disutradarai oleh Kimo Stamboel ini dibintangi oleh aktor dan aktris ternama yang berpengalaman, yakni Mikha Tambayong, Eva Celia, Donny Damara, Dimas Anggara, Marthino Lio, Ardit Erwandha, Claresta Taufan, Varen Arianda Calief, dan Kiki Narendra, serta tayang perdana pada Kamis (23/10) di Netflix.

Berlatar Tempat Pedesaan

Dalam Konferensi Pers dan Gala Premiere Abadi Nan Jaya, Rabu (22/10), di kawasan Jakarta, Kimo Stamboel, selaku sutradara, mengaku film tersebut sangat kental dengan unsur lokalitas. Hal tersebut bisa dilihat dari lokasi syuting dan alur cerita.

Baginya, dengan platform sebesar Netflix, ini merupakan kesempatan untuk mengenalkan lokalitas Indonesia ke panggung internasional. Dalam film tersebut ia menjadikan jamu sebagai penyebab dari tersebarnya virus zombie. Tidak hanya itu, terdapat juga scene hajatan di jalan, yang mana itu merupakan budaya orang Indonesia.

"Misalnya bahwa virus ini menginfeksi rakyat, penyebabnya adalah jamu, latarnya di daerah pedesaan, ada perayaan sunatan, musik dangdut, adzan, petasan, dan hal-hal kecil yang benar-benar lokal. Semoga ini bisa diterima dan dianggap sebagai sesuatu yang berbeda serta menarik," ujarnya.

Bukan hanya scene-nya yang dibuat dengan sinematografi yang juara, tapi juga para pemeran yang menjadi zombie pun patut diapresiasi. Boby Ari Setiawan, selalu koreografer, menceritakan bahwa ia menjalani enam bulan riset untuk menggarap berbagai karakter zombie sesuai dengan visi Kimo Stamboel.

Dalam film tersebut ia menangani 200 cast dan bertanggung jawab menciptakan gerakan, ekspresi, suara zombie, serta menjaga konsistensi mereka dalam setiap gerakan yang sudah diberikan.

"Tugas saya adalah memastikan para pemain itu konsisten dengan gerakannya masing-masing, karena setiap kali ada efek dari satu gigitan, misalnya di tangan atau leher atau kaki, berakibat pada gestur yang berbeda-beda. Ada juga teknik vokal dan getaran tubuh tertentu yang dipakai, ini semua harus dilatih setiap pemeran", kata Boby.

Dengan adegan yang komprehensif, baru, dan mendetail, setiap pemeran mengaku bahwa berseni peran sebagai zombie lebih melelahkan. Berbeda jika dibandingkan berperan sebagai manusia. Donny Damara dan Dimas Anggara ,yang bertransformasi dari manusia ke zombie dalam film tersebut, mengakui hal itu.

Donny Damara mengaku bekerja keras untuk menguasai gerak dan gestur zombie yang telah diajarkan. Workshop yang dimuat oleh Boby juga dinilai cukup melelahkan baginya. Ia pun berharap dari setiap keringat yang dan semangat yang dicurahkan dapat terbayarkan dengan hasil film yang baik dan memuaskan.

Begitu juga Dimas Anggara, ketika ditawari proyek ini ia mengira akan berjalan seru dan berperan sebagai zombie tidak seberapa. Namun, faktanya di lapangan justru berbalik. Ia mengaku fisiknya terkuras ketika proses syuting.

"Secara fisik sih itu lebih capek. Tapi untungnya karena kita tahu kapan kita main jadi zombie dan berapa jam, itu buat kita lebih siap", ujar Dimas dalam acara yang sama.



Reporter/Penulis: Fauzi Ibrahim
Editor: Dian Rosalina

(ktr/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS