Interest | Art & Culture

Meneduh Sejenak di Forestra 2025

Selasa, 02 Sep 2025 17:45 WIB
Meneduh Sejenak di Forestra 2025
Iksan Skuter di Panggung Forestra 2025 (30/8/2025. )Foto: Istimewa
Jakarta -

Situasi sosial-politik Indonesia belakangan ini memang tengah panas. Namun, satu area hutan di Lembang, Jawa Barat, mencoba untuk tampil tenang: menawarkan rasa aman bagi karya-karya suara.

Forestra 2025, sebuah festival musik dengan pengalaman berbeda sukses digelar di kawasan Orchid Forest Cikole, Jawa Barat (30/8/2025). Pada perhelatan kali ini, Forestra 2025 mencoba menjadi ruang teduh. Bukan sekadar pertunjukan musik di tengah hutan, melainkan ruang temu untuk alam, musik, dan masyarakat.

Ruang Diskusi di Siang Hari

Awan mendung di Lembang disambut dengan diskusi hangat Forestra 2025. Dimulai di Area Gema, sejumlah tokoh publik seperti, Vincent Rompies, Soleh Solihun, Jay Subyakto, dan Barry Akbar mengobrol dan saling berdiskusi mengenai banyak hal. Mulai dari karya seni, yang mewakili ekspresi kebebasan, sampai memberi penghormatan kepada Almarhum Affan Kurniawan. 

Tak hanya diskusi, Forestra yang kembali bekerjasama dengan Greenpeace Indonesia juga menyaksikan giat keberlanjutan. Di mana para penonton melihat langsung tampilan beberapa solar panel, yang mewujudkan kerjasama nyata Orchid Forest dengan Greenpeace Indonesia.

forestraforestra/ Foto: Istimewa

Di area ini pula, para pengunjung Forestra dimanjakan dengan irama musik yang melegakan. Ditemani oleh Diskover Records dan pertunjukan eksperimental dari Bottlesmokers, yang memberi kesempatan bagi para penonton untuk menciptakan musik yang bersinambungan dengan hutan dan ekosistemnya.

Sajian Musik di Panggung Utama

Sekitar pukul 3 sore, saat sesi di Area Gema masih berlangsung, antrian memanjang tampak mengarah ke area Simfoni, yang menjadi panggung utama Forestra 2025.

Para penonton yang mengampar rapih di hadapan panggung dalam sekejap langsung disuguhi aksi The Panturas. Unit surf-rock asal Jatinangor, yang belum lama ini mencuri perhatian di Fuji Rock, Jepang 2025.

forestraThe Panturas di Forestra2025 (30/8/2025)/ Foto: Istimewa

Membuka penampilan dengan "Talak Tilu", Acin dkk. kemudian menyanyikan tembang favorit penonton "Sunshine", yang juga dipersembahkan kepada Almarhum Affan. Interaksi The Panturas dengan penonton memercik kehangatan dalam keramaian di saat embun sore mulai turun ke area Simfoni. Mereka lalu menutup dengan "Béntang Sagara". 

Melanjutkan The Panturas, Iksan Skuter dengan semangatnya menyerukan kondisi Indonesia. "Teruslah Miskin Teruslah Bodoh" dan "Partai Anjing" membuka "khotbahnya" sore itu. Disela-sela pertunjukkan, Iksan Skuter juga ikut mengingatkan penonton untuk terus mencintai Indonesia dan berdoa untuk kelangsungan bangsa.

Dia pun mempersembahkan lagu "Shankara" dan mengajak para penonton bernyanyi bersama dalam lagu "Indonesia Pusaka". Iksan Skuter lalu pamit dari area Simfoni usai mengajak para penonton untuk saling memanusiakan manusia lewat lagu "Bingung".

"Forestra juga jadi salah satu ruang aspirasi. Mungkin teman-teman yang hari ini tampil juga tidak bisa menyuarakan secara langsung aspirasinya, karena itu mereka menyampaikannya lewat musik untuk membangkitkan semangat bersama dengan penonton," tutur Nita (25), salah satu penonton yang hadir dari luar kota, demi merasakan pengalaman konser di tengah hutan ini.

Diguyur Hujan

Menjelang malam, cahaya kian meredup di Lembang. Kabut dan embun turun dari atas, membuat suasana menjadi lebih dingin. Tak lama hujan turun mengguyur, tapi tidak membubarkan.

Sekitar pukul 7 malam, Barry Akbar, bersama dengan Jay Subyakto dan Erwin Gutawa kemudian memberi sambutan. Tak lepas dari bahasan kondisi negeri ini, Barry Akbar  mengajak para penonton untuk memberikan doa dengan mengheningkan cipta sejenak, menjadikan momen tersebut sebagai pengikat suasana kesatuan bangsa ini.

Setelah sambutan, pertunjukkan yang harus tertunda sekitar satu jam karena hujan yang kunjung reda akhirnya dimulai kembali. Sontak semangat penonton meningkat. Mereka berseru-seru agar pertunjukkan kembali dilanjut.

Akhirnya, setelah sorak-sorai mengalahkan kencangnya suara angin, para pemain orkestra dan Erwin Gutawa naik panggung. Mereka mengalunkan sejumlah nada-nada instrumental. Menghangatkan malam yang dingin.

Perpaduan Musik Lintas Batas

Erwin Gutawa memimpin orkestra dengan piawai. Dalam singkat, mereka memadukan musik  dengan nuansa budaya. Ditengah-tengah pertunjukan yang gigantik itu, Ensembel Tikoro masuk dengan suara lantang. Penonton dipuaskan dengan musik yang tanpa batas. Suasana bahkan berubah kian megah saat kelompok paduan suara mempersembahkan tembang "Sabda Alam" dari Chrisye, sang legenda musik Indonesia.

Malam kemudian kian hangat. Erwin Gutawa dengan orkestranya berkolaborasi dengan musisi-musisi top lokal genre seperti Bernadya, The Sigit, Raja Kirik, dan Voice of Baceprot. Ikut menampilkan orkestrasi soundtrack film "Sore: Istri dari Masa Depan", yang sempat naik daun, Forestra menghadirkan Sheila Dara sebagai penyanyi untuk nomor "Terbuang Dalam Waktu". Pertunjukkan pun dilanjutkan oleh Sal Priadi dan ditutup dengan indah oleh Reza Artamevia.

forestraErwin Gutawa Mempimpin Orkestra di Forestra 2025 (30/8/2025)/ Foto: Istimewa

Tidak berhenti disitu, pertunjukkan pun langsung berganti menjadi pesta penutupan, sing-along bersama dengan Oomleo Berkaraoke. Membuktikan penonton masih penuh energi kendati waktu telah menunjukkan hampir pukul 11 malam.

Pada penghujung acara, riuh-rendah Forestra tak kunjung henti menghangatkan suasana. Menjelang beranjak pulang, penonton kembali disuguhkan kehadiran Norrm Radiobar bersama Vindes di area Harmoni, memastikan kehangatan tidak berakhir di panggung utama.

Salah satu penonton dari Bekasi, Nadia (28), mengatakan pengalaman Forestra adalah satu kejutan yang wajib dirasakan. "Untuk semuanya, harus coba sih konser di tengah hutan ini. Jangan kaget jika ada sesuatu di luar dugaan seperti hujan besar ya, tapi semua itu pasti akan terbayar dengan pengalaman konsernya".

Malam itu, Forestra 2025 menutup tirainya dengan satu pesan yang cukup kuat. Bahwa, di tengah kondisi negeri, maupun di antara derasnya hujan, keberagaman yang dijalani bersama-sama selalu dapat menyatukan. Kita selalu bisa mencari harmoni, dan menjadi harmoni itu sendiri.

Penulis: Anastasia Nadila*

*Segala pandangan dan opini yang disampaikan dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(ktr/RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS