Interest | Art & Culture

Perang Jawa: Menanti Epik Diponegoro di Layar Lebar

Jumat, 25 Jul 2025 10:45 WIB
Perang Jawa: Menanti Epik Diponegoro di Layar Lebar
Konferensi Pers Peluncuran Film Perang Jawa (Jakarta, 21/7.25)./Foto: Istimewa
Jakarta -

Nama Pangeran Diponegoro akan kembali jadi sorotan dalam beberapa waktu ke depan. Kali ini, bukan karena buku pelajaran sejarah di sekolah atau potret gagahnya di cetakan uang terbaru, melainkan melalui medium yang lebih luas dan emosional: film layar lebar.

Bertepatan dengan 200 tahun dimulainya Perang Diponegoro, yang terjadi pada 20 Juli 1825 silam, rumah produksi Visinema mengumumkan proyek ambisius bertajuk Perang Jawa. Film ini akan mengangkat kembali sosok Diponegoro pada pergolakan perang yang ia pimpin dalam rentang 1825-1830.

Janji di Siniar Jadi Karya Layar Lebar

Rencana pembuatan film Perang Jawa bukan muncul dari ruang hampa. Diponegoro sendiri adalah seorang ikon perlawanan terhadap kolonialisme dan simbol perjuangan rakyat Nusantara. Namun, jika dicermati lebih lanjut, memori publik mengenal sisi manusiawi, spiritual, dan heroisme dari tokoh yang lahir dengan nama Bendara Raden Mas Mustahar—kemudian diubah menjadi Bendara Raden Mas Antawirya—pada 11 November 1785 ini masih menyisakan banyak ruang kosong.

Diskursus tersebut dibahas langsung pada episode ke-152 siniar Endgame yang tayang Februari 2024. Obrolan Gita Wirjawan bersama Peter Carey, sejarawan sekaligus Indonesianis yang mengabdikan puluhan tahun hidupnya untuk meneliti tokoh Diponegoro, menjadi batu pertama untuk proyek ini. Di mana Gita bersepakat dengan Carey, yang merasa bahwa kisah Diponegoro perlu diangkat ke layar lebar karena memuat cerita tentang harga diri, keyakinan, dan perlawanan yang menurutnya mewakili "DNA bangsa".

"Perang Diponegoro adalah salah satu episode paling esensial dalam sejarah Asia Tenggara, karena ini merupakan titik balik dari gerakan anti-kolonialisme. Tetapi belum pernah diangkat menjadi film dalam skala yang layak secara sinematik," ujar Peter Carey, sejarawan dan konsultan Perang Jawa.

Sementara pada konferensi pers peluncuran film Perang Jawa, Senin, 20 Juli 2025 di Jakarta, Gita mengaku bahwa ide untuk membuat film mengenai Diponegoro sebenarnya telah lama didiskusikan bersama Angga Sasongko, founder Visinema yang akan bertindak sebagai sutradara dalam proyek ini.

[Gambas:Youtube]

Bukan Biopik

Materi mengenai Diponegoro yang telah terngiang selama beberapa tahun ke belakang seperti jodoh. Angga sendiri mengaku ingin sekali memproduksi tema ini sejak lama kendati terus ragu dan tak yakin. Namun, berkat Gita yang gencar melempar stimulus, plus kehadiran Peter Carey secara langsung, momentum saat ini—terdukung pula dengan fenomena meroketnya film-film dalam negeri di kalangan masyarakat—menjadi waktu yang amat pas.

Direncanakan produksi pada 2027, Perang Jawa menjanjikan sebuah visi kreatif yang luar biasa: skala epik, pembangunan dunia (world-building) yang megah, serta pendekatan visual dan naratif yang tak terduga.

Oleh sebab itu, film Perang Jawa nantinya tidak diniatkan sebagai sebuah biopik. "Ini bukan cerita hidup Diponegoro," tegas Angga. "Ini cerita tentang tentang satu peristiwa besar dan ada satu tokoh besar di dalamnya serta apa yang dilakukan."

Angga juga memahami, bahwa sejarah Diponegoro telah lama hidup dalam berbagai bentuk: babad, risalah akademik, buku sejarah, bahkan diangkat sebagai latar cerita pada film November 1828 karya Teguh Karya. Sehingga film ini nantinya akan menjadi salah satu sudut pandang yang dapat melengkapi jasa-jasa Diponegoro yang krusial.

Akan jadi apa film ini?

Film Perang Jawa akan mengangkat kisah monumental yang tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga dampak yang lebih menyeluruh pada tatanan global, dengan Diponegoro sebagai tokoh sentralnya.

"Diponegoro tidak berjuang untuk takhta namun untuk harga diri, keyakinan, warisan budaya dan kedaulatan. Bagi saya, ini adalah kisah yang sangat manusiawi sekaligus monumental," tutur Gita.

"Melalui Perang Jawa, kami ingin mengangkat kembali nilai-nilai yang terkandung dalam kisah Diponegoro dalam medium sinema. Harapannya, dengan kemasan yang seru dan epik, cerita ini bisa disampaikan bukan hanya ke Indonesia, tapi ke dunia," tambahnya.

Peter Carey sendiri percaya, kemunculan film Perang Jawa di masa ini menjadi penting dan relevan bagi generasi sekarang. "Melalui film ini,kita bisa menghidupkan kembali esensi dari Pangeran Diponegoro: seorang pemimpin berani dan memiliki idealisme dan spiritual tinggi. Dia juga seorang panglima perang, dan simbol awal kesadaran anti-kolonial."

Dengan tema pertempuran yang melekat pada nama filmnya, ditambah situasi politik global pada masa itu, serta beberapa peristiwa alam besar yang juga terjadi pada masa yang hampir sama, Perang Jawa seperti menjanjikan sebuah epik yang gigantik; memuat pengalaman visual yang kolosal dari sejarah nyata di Indonesia. 

Perang Jawa kini tengah memasuki masa pra-produksi, dengan turut melibatkan Taufan Adryan dan penulis skenario peraih Piala Citra, Ifan Ismail, serta dibimbing langsung oleh Peter Carey, penulis The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785-1855.

[Gambas:Youtube]

(cxo/RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS