Interest | Art & Culture

Review Keramat 2: Horror Rasa Komedi

Selasa, 29 Nov 2022 12:10 WIB
Review Keramat 2: Horror Rasa Komedi
Foto: Keramat 2
Jakarta -

Horor Indonesia sedang merajai pasar perfilman pada saat ini. Dimulai dari KKN di Desa Penari yang fenomenal, hingga sekuel Pengabdi Setan 2 yang dinilai sukses menghadirkan keseraman secara bertubi-tubi. Menuju akhir tahun 2022, akhirnya muncul juga sekuel dari Keramat (2009) yang menjadi salah satu film terseram dari tim editorial CXO Media, dengan judul Keramat 2: Caruban Larang.

Berbicara soal kegilaan Keramat memang tidak ada habisnya. Sejak dirilis pada tahun 2009 hingga saat ini, banyak yang mengakui film bergenre mockumentary ini mampu menghadirkan ketakutan yang berbeda-secara perlahan-lahan, namun mematikan. Itulah yang membuat banyak orang menaruh harapan tinggi ketika Keramat 2 dirilis pada 24 November 2022. Saya sendiri termasuk salah satu yang masih mengingat betul betapa takutnya saat nonton Keramat, padahal sudah mendapatkan sedikit spoiler dari teman-teman.

Hal itu juga yang saya harap bisa ditemukan di Keramat 2. Ternyata, yang saya ingin temukan malah tidak terlalu bisa dirasakan. Alih-alih memberikan ketakutan mendalam, Keramat 2 malah memberikan experience berbeda, serta plot twist yang cukup tidak disangka-sangka. Jadi, apa yang terjadi di dalam film ini?

Perjalanan yang Membawa Maut

Keramat 2 tetap membawa genre yang sama dengan pendahulunya melalui perjalanan sekelompok mahasiswa serta sineas muda yang ingin membuat film tentang sebuah tarian di daerah Cirebon untuk tugas akhir. Perjalanan mereka yang awalnya baik-baik saja, secara pelan tapi pasti mulai menemui masalah dan konflik yang tidak berkesudahan.

Masalah yang ada tentu saja membawa kepada maut yang sudah pasti tidak pernah dibayangkan sebelumnya dalam hidup mereka. Sayangnya, teror yang diberikan cenderung minim. Para penonton hanya disajikan interaksi cekcok antar anak muda dengan gaya yang sudah kekinian-berbeda jauh dengan gaya interaksi di dalam film Keramat pertama. Untungnya, Monty Tiwa sebagai sutradara paham bagaimana cara berinteraksi anak muda saat ini. Umpatan kasar di setiap akhir kalimat atau menggunakan nada tinggi yang seharusnya tidak perlu, sudah berhasil disajikan di film ini.

Bicara soal jumpscare yang pasti sangat diharapkan, Keramat 2 memang tidak terhitung banyak. Genre film horor mockumentary memang memiliki pendekatan yang sangat unik. Contohnya, saat kamera sedang menyorot salah satu karakter sambil ia berbicara di depan kamera layaknya sedang bikin vlog, penonton malah dibuat fokus untuk melihat latar belakang adegan. Alasannya, sering ada kejutan di sana, seperti sesosok makhluk yang muncul atau hal-hal aneh lainnya. Cara seperti itu tentu saja diberikan di Keramat 2 sehingga membuat para penonton harus jeli demi melihat hal-hal aneh di layar bioskop.

Seiring cerita berjalan, berbagai rahasia mulai terkuak, namun tetap mempertahankan kebodohan khas film horor, yaitu melakukan tindakan yang sudah dari awal diwanti-wanti agar tidak dilakukan. Bodoh khas anak muda, tapi menjadi ciri khas yang tidak ada habisnya. Untungnya, saya sebagai penonton sudah lebih paham bahwa inilah formula film horor yang memang mau tidak mau akan muncul juga di film ini. Sudah kuno? Ya, bisa dibilang begitu, tapi mau diapakan lagi.

Plot Twist Keramat 2 yang Tidak Terlalu Efektif

Teror demi teror akhirnya semakin banyak muncul menuju 30 menit terakhir film ini. Penonton disuguhi bagaimana ketatnya tensi saat para anak muda ini harus mengambil keputusan berat dalam hidup mereka. Serunya lagi, ada plot twist di tengah-tengah film yang tidak disangka-sangka, termasuk oleh saya sendiri. Plot twist yang dihadirkan memang terhitung seru dan bikin penonton excited, tapi sayangnya hanya sebatas itu saja. Secara cerita, tetap terkesan biasa saja dan sudah pasti kalah dari Keramat jika memang ingin kita bandingkan.

Plot twist memang menjadi salah satu cara film untuk mendapatkan hype di tengah masa pemutaran. Itu juga yang sepertinya ingin dicoba oleh Keramat 2. Namun ada masalah yang dihadapi saat plot twist ini hadir, yaitu bagaimana cerita yang sudah dibangun sejak awal, termasuk budaya yang diangkat, malah menjadi tidak berarti. Akhirnya, kita hanya dibawa fokus kepada plot twist yang ada, bukan ke inti cerita yang hilang di tengah jalan.

Ditambah lagi, ending Keramat 2 juga sangat menggantung-bahkan terkesan terpotong di tengah cerita demi melanjutkan ke sekuel ketiganya. Ya, itu memang jadi strategi sendiri bagi produksi film ini. Namun akhirnya malah menimbulkan ketidakpuasan saat selesai menontonnya. Ketika berharap dibawa terpukau dengan bagian ending, saya malah berpikir, "Kok gini?" atau "Kok sudah selesai?"

Jika diminta untuk memberikan nilai bagi Keramat 2, saya akan memberikan angka 7 dari 10. Lumayan seru dan terhitung singkat, serta ada sisi humor yang kental berkat kehadiran sosok Keanu di tengah-tengah tensi tinggi yang tidak dapat dimungkiri, memang sukses menghadirkan tawa. Kalau melihat bagaimana Keramat 2 diselesaikan oleh Monty, maka kita hanya perlu menagih kapan Keramat 3 dirilis.

[Gambas:Audio CXO]

(tim/alm)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS