Interest | Art & Culture

Review Film Sri Asih: Tonggak Pertama Pahlawan Super Perempuan Indonesia

Rabu, 23 Nov 2022 17:00 WIB
Review Film Sri Asih: Tonggak Pertama Pahlawan Super Perempuan Indonesia
Film Sri Asih Foto: Instagram
Jakarta -

Penantian panjang akhirnya terbayarkan saat film Sri Asih hadir pada 17 November setelah sempat mengalami pengunduran jadwal tayang pada bulan Oktober kemarin. Kenapa saya menyebut kata 'terbayarkan'? Tentu saja karena film ini berhasil membuktikan bahwa alasan yang mendasari pengunduran jadwal tayang benar-benar menghadirkan hasil yang apik. Sri Asih yang hadir sebagai sosok pahlawan super perempuan di Indonesia sebenarnya sempat membuat saya berpikir, apakah akan ada kesan cringe saat menonton film ini. Ternyata, malah tidak ada sama sekali. Film berdurasi 135 menit ini sukses membuat saya merasa puas saat keluar dari studio.

Cerita yang Padat dan Tepat Guna

Sri Asih diawali oleh karakter Alana kecil yang hidup di panti asuhan dengan teman bernama Tangguh. Saat itu, ia akhirnya harus berpisah dengan teman satu-satunya karena Alana diadopsi oleh seorang perempuan. Long story short, Alana tumbuh besar sebagai sosok perempuan petarung MMA yang tidak mengerti mengapa dirinya sering dikuasai oleh kemarahan.

Kebenaran hidup Alana perlahan-lahan terbuka sepanjang film diputar. Termasuk bagaimana akhirnya ia menjadi Sri Asih untuk membantu kota tersebut dari kekuatan jahat yang menggurita dan dapat menyengsarakan para warganya. Sosok Pevita Pearce sebagai Alana dewasa mampu menampilkan kegelisahan sekaligus kegarangan seorang petarung perempuan. Akting Pevita serta bagaimana ia berkomitmen untuk menjaga bentuk tubuhnya untuk film ini juga patut diberikan tepuk tangan dan acungan jempol.

.Kala, Sri Asih, dan Tangguh/ Foto: CNN Indonesia

Selain Pevita, juga ada Reza Rahadian yang berperan sebagai polisi bernama Jatmiko yang terus ditekan oleh sang atasan, Jefri Nichol sebagai Tangguh, dan Dimas Anggara sebagai Kala yang selalu ada di samping Alana saat sedang beraksi. Bisa dibilang banyak sekali bintang yang tampil dalam film ini. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan Gundala yang merupakan tonggak pertama dari Bumilangit Cinematic Universe.

Tentu saja saya tidak akan menceritakan lebih lanjut bagaimana sinopsis dari film ini daripada menjadi spoiler yang pasti akan membuat kamu kesal. Tapi sebaliknya, saya merasa salut atas kerja keras Upi dan Joko Anwar yang menulis jalan cerita film ini. Semuanya terasa padat dan tepat guna tanpa ada part yang terasa tidak penting. Hal ini tentu saja patut diapresiasi karena mayoritas film bertema superhero terasa sangat panjang dengan adegan yang sebenarnya bisa tidak penting. Contohnya Black Panther: Wakanda Forever yang saat ini sedang bersaing di layar bioskop bareng Sri Asih.

Ditambah lagi, film superhero masa kini senang sekali hadir dengan durasi yang sangat lama. Bahkan di atas 2 jam. Sebenarnya tidak apa-apa, asalkan memang seluruh part di dalamnya memang penting dan mendukung jalan cerita utama. Sayangnya, durasi yang lama bukan berarti menyatakan bahwa film tersebut berbobot sehingga membutuhkan waktu tayang di atas 2 jam. Malah jadi bertele-tele dan membuat penonton bosan. Untungnya, Sri Asih terhindar dari permasalahan umum film superhero.

.Adegan fighting dalam film Sri Asih/ Foto: CNN Indonesia

Tetap Ada Kekurangan

Sebagus-bagusnya film Sri Asih, tentu saja tetap ada kekurangan yang patut dicatat. Pertama, dialog yang tidak konsisten. Ada percakapan yang terkesan tidak sesuai dengan waktu di mana film ini berjalan. Selain itu juga ada dialog yang terkesan kaku. Apakah ada kesan cringe dari dialog di dalamnya? Saya akan menjawab iya.

Kedua, koreografi adegan fighting yang masih kurang garang. Saya tidak tahu apakah karena standar adegan fighting di bayangan saya sudah di level The Raid, akhirnya membuat fighting di dalam Sri Asih masih terkesan kurang keras dan rapi. Ada juga bagian fighting yang terkesan pelan sehingga terasa sekali bentuk koreografinya yang dijalankan dengan hati-hati. Ketiga, ada plot hole di tengah-tengah film yang cukup membuat saya kepikiran. Memang biasanya akan ada penjelasan di film-film selanjutnya, tapi tentu saja ini akan menjadi masalah bagi penonton yang mencari cerita yang jelas.

Jika boleh memilih satu lagi kekurangan film ini, maka saya memilih adalah koneksi antar karakter yang kurang kuat. Ya, ini memang masih film pertama dari Sri Asih, tapi tidak ada koneksi yang sekuat beberapa karakter di Gundala, seperti Awang-Sancaka atau Sancaka-Wulan. Hal ini membuat film ini menjadi kurang memorable untuk saya. Keren, tapi ya sudah cukup saja.

Mungkin ada banyak yang berkomentar tentang CGI di dalam film Sri Asih juga kurang bagus. Tapi saya melihatnya sudah cukup baik untuk film Indonesia sendiri. Saya juga tidak berharap banyak atas kualitas CGI dari film Indonesia manapun karena pada akhirnya, kualitas akting, dialog, dan jalan cerita yang tepat jauh lebih penting.

Jadi, apakah Sri Asih layak ditonton? Tentu saja kamu wajib nonton film ini. Jangan sampai hanya karena membaca review di atas atau review di media sosial membuat kamu mengurungkan niat untuk nonton Sri Asih. So, grab your ticket now!

[Gambas:Audio CXO]

(tim/DIR)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS