Interest | Art & Culture

Mencoba Memahami: NFT

Kamis, 13 Jan 2022 12:11 WIB
Mencoba Memahami: NFT
Foto: UNSPLASH TEZOS
Jakarta -

When everyone has a copy of the same file, how can one prove its ownership?

Awal tahun 2021, seorang pengusaha dari Malaysia membeli tweet pertama di Twitter seharga 2.9 juta dollar. Satu video LeBron James sedang melakukan top shot pada pertandingan NBA juga berhasil dilelang pada angka $387.600 Dollar Amerika. Kedua hal tersebut dibeli dengan Non-Fungible Token atau NFT, suatu terobosan baru dalam cryptocurrency yang mulai muncul pada tahun 2017. Sesuai dengan sebutannya, NFT memiliki sifat yang tidak bisa ditukar karena nature-nya yang unik. NFT lazimnya digunakan untuk membuktikan kepemilikan dari suatu barang seperti dokumen, karya seni, video, gifs, item games, tiket, domain web, dan lain-lain.

For example, I do not own this picture of a cat, but can I still access it and have it saved on my phone? Absolutely. So, to put it simply, NFT gives you digital bragging rights. But this is where it gets awkward. Terdapat keterbatasan pada kepemilikan NFT. Kepemilikan karya memang dipegang oleh pembeli NFT, tapi pembuat karya tersebut masih memiliki hak reproduksi dan hak intelektual terhadap karya yang telah mereka buat. Sehingga, membeli NFT tidak sepenuhnya berarti memiliki karya NFT tersebut. Pada sisi lain, jika suatu produk NFT yang telah berhasil terjual, diperjualbelikan kembali, maka pembuat produk NFT tersebut akan mendapatkan royalti dari transaksi-transaksi selanjutnya.

Aktivitas transfer dana umumnya diverifikasi dibalik layar oleh sistem bank, sedangkan mekanisme kerja transaksi NFT diatur dalam suatu ekosistem yang dinamakan blockchain, yang catatannya dapat diakses secara publik melalui internet. Tetapi, yang tertera pada blockchain bukan barang NFT, melainkan atribut dari NFT tersebut seperti unique fingerprint, nama token, ataupun simbol token. Kepemilikan NFT hanya dapat dipegang oleh satu orang, dan metadata-nya dijaga oleh blockchain sehingga tidak dapat dimodifikasi oleh sembarang orang.

While technology helps people sell art forms in non-physical ways, it does have a physical impact, an appalling one, in fact.

Agar blockchain dapat terus beroperasi, dilakukan sebuah proses bernama mining. Proses ini memerlukan energi listrik yang sangat besar, dan dikalkulasikan sebesar dengan total energi yang dikeluarkan oleh negara-negara kecil. Menurut Fortune, satu transaksi NFT oleh Ethereum, sebuah platform yang mengakomodir blockchain NFT, mengeluarkan listrik sebanyak rata-rata penggunaan listrik di Amerika Serikat dalam satu minggu, dan memiliki carbon footprints yang setara dengan 140.893 transaksi kartu kredit Visa, atau 10.595 jam di YouTube. Sehingga, aktivitas NFT seringkali memunculkan kritik dan perdebatan karena sifatnya yang tidak environmentally-friendly.

The future of NFT will be in the hands of today's society, as the world is now creating value to things that have no inherent value. If buying tweets and untouchable items are your things, then go big or go home, baby!

[Gambas:Audio CXO]



(HAI/HAL)
Tags

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS